Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi menyatakan tak dipakainya data kematian sementara waktu bukan karena dihapus.
Kata dia, hal tersebut diakibatkan adanya penginputan data yang merupakan akumulasi dari beberapa minggu terakhir.Â
"Bahwa banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat," kata Jodi dalam keterangan tertulis, Rabu (11/8/2021).Â
Advertisement
Jodi menyebut penginputan secara akumulasi tersebut menyebabkan terjadi distorsi atau bias. Bahkan hal tersebut dapat mempersulit dalam hal analisis perkembangan setiap daerah.
Selain itu, dia juga menyatakan data yang bias dapat menyebabkan penilaian yang kurang akurat terhadap level PPKM di suatu daerah.
"Banyak kasus sembuh dan angka kematian akhirnya yang belum terupdate," ucap dia.Â
Karena itu, Jodi mengatakan pemerintah terus mengambil langkah-langkah perbaikan untuk keakuratan data.Â
"Sedang dilakukan clean up (perapian) data, diturunkan tim khusus untuk ini. Nanti akan diinclude (dimasukkan) indikator kematian ini jika data sudah rapi," jelas dia.Â
Â
Rakyat Perlu Tahu Berapa yang Meninggal
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Fraksi PDI Perjuangan Rahmad Handoyo menilai bahwa rakyat tetap perlu mengetahui berapa jumlah orang yang meninggal akibat virus corona.
"Perlu saya sampaikan kepada pemerintah bahwa rakyat perlu tahu berapa jumlah yang gugur karena Covid-19," kata Rahmad lewat pesan suara, Rabu (11/8/2021).
Menurutnya, jika penyampaian data kematian tidak lagi perhari, bisa dirilis seminggu sekali ataupun perbulan.
"Yang penting data kematian tetap diungkap ke masyarakat," kata dia.Â
Advertisement