Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi lampu hijau soal rencana pembelajaran tatap muka. Namun, Jokowi menegaskan pembelajaran tatap muka dapat dilakukan apabila semua siswa di Indonesia telah disuntik vaksin Covid-19.
"Jadi semuanya untuk pelajar di seluruh Tanah Air, kalau sudah divaksin silakan dilakukan langsung belajar tatap muka. Karena kan SKB 4 menteri sudah ada," ujar Jokowi pada Kamis, 19 Agustus 2021.
Jokowi juga meminta agar pelajar tetap berhati-hati dan selalu menggunakan masker serta jaga jarak saat melakukan pembelajaran tatap muka. Dia khawatir para pelajar terpapar virus Corona apabila tak mematuhi protokol kesehatan.
Advertisement
"Kita semuanya berharap anak-anak itu segera bisa belajar tatap muka. Tapi juga kita semuanya harus hati-hati jangan sampai nanti lepas dibuka belajar tatap muka, ada yang terpapar Covid-19," ujar Jokowi.
Sementara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengizinkan sekolah yang berada di zona PPKM 1 sampai 3 untuk menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Kendati, anak didiknya belum mendapatkan vaksin Covid-19.
Saat ini vaksinasi anak baru diperuntukkan bagi anak berusia 12-17 tahun dengan vaksin Sinovac.
Nadiem menekankan agar PTM terbatas pada sekolah-sekolah tersebut tetap mengedepankan penerapan protokol kesehatan atau prokes secara ketat.
"Bagi sekolah yang peserta didiknya belum mendapatkan giliran vaksinasi, sekolah di wilayah PPKM level 1-3 tetap dapat menyelenggarakan PTM terbatas dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, serta kesehatan dan keselamatan seluruh insan pendidikan dan keluarganya, sesuai daftar periksa yang ditentukan dalam SKB Empat Menteri," kata Nadiem dalam keterangan tertulis, Kamis (19/8/2021).
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pembelajaran tatap muka di masa pandemi harus mengutamakan keselamatan siswa-siswi dari terpapar Covid-19. Oleh karena itu, bagi daerah yang masih menerapkan PPKM Level 4, masih diberlakukan pembelajaran jarak jauh.
"Seluruh wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) sepenuhnya masih menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar 100 persen secara daring. Hal ini berdasarkan leveling daerahnya, dimana seluruh wilayah Jabodetabek berada dalam level 4 PPKM," kata Wiku, Jumat (20/8/2021).
Kegiatan tatap muka di wilayah Jabodetabek, kata dia, bisa dilakukan dengan syarat kondisi kasus lebih terkendali sehingga level daerah turun.
Sementara, kata Wiku daerah di wilayah Jawa-Bali dengan level 3 dan 2, serta daerah di luar Pulau Jawa-Bali level 3 dan 2 berada dalam zona risiko hijau dan kuning dapat melakukan tatap muka.
"Namun dengan pembatasan kapasitas dan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Termasuk wajib sudah divaksin bagi tenaga pendidik dan peserta didik sesuai Surat Keputusan Bersama 4 Menteri terkait pembelajaran tatap muka di masa pandemi," kata Wiku.
Mekanisme Pembelajaran Tatap Muka
Pelaksanaan pembelajaran di wilayah PPKM level 1-3 dapat dilakukan melalui PTM terbatas dan/atau PJJ sesuai dengan pengaturan dalam Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/202l, Nomor 384 Tahun2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor 440-717 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), atau yang disebut dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri.
Dalam SKB 4 menteri disebutkan bahwa pembelajaran tatap muka dapat dilakukan bagi pelajar dan pengajar yang sudah disuntik vaksin Covid-19.
Sementara untuk tenaga pendidik dan siswa yang belum dilakukan vaksinasi Covid-19, disarankan untuk melakukan pembelajaran jarak jauh dari rumah.
Kemudian, jika ditemukan kasus Covid-19 di sekolah maka kegiatan belajar mengajar dapat dihentikan.
"Pemberhentian sementara pembelajaran tatap muka terbatas di satuan pendidikan (jika ditemukan kasus Covid-19) dilakukan paling singkat 3x24 jam," demikian aturan yang tertulis dalam SKB 4 menteri tersebut.
Kemudian, pembelajaran tatap muka terbatas di satuan pendidikan harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang ketat dan terpantau oleh pemerintah daerah dan kantor wilayah Kementerian Agama. Kemudian membudayakan pola hidup bersih dan sehat untuk mencegah Covid-19 dengan menggunakan prosedur berikut:
A. Kondisi Kelas:
1. SMA, SMK, MA, MAK, SMP, MTs, SD, MI, dan program kesetaraan: jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 18 peserta didik per kelas.
2. SDLB, MILB, SMPLB, MTsLB dan SMLB, MALB: jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 5 peserta didik per kelas.
3. PAUD: jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 5 peserta didik perkelas.
B. Jumlah hari dan jam pembelajaran tatap muka terbatas dengan pembagian rombongan belajar (shif), ditentukan oleh satuan pendidikan dengan tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan warga satuan pendidikan.
C. Perilaku wajib di seluruh lingkungan satuan pendidikan:
1. Menggunakan masker kain 3 (tiga) lapis atau masker sekali pakai/masker bedah yang menutupi hidung dan mulut sampai dagu. Masker kain digunakan setiap 4 (empat) jam atau sebelum 4 (empat) jam saat sudah lembab/basah.
2. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan (handsanitizcr).
3. Menjaga jarak minimal 1,5 (satu koma lima)meter dan tidak melakukan kontak fisik seperti bersalaman dan cium tangan
4. Menerapkan etika batuk/ bersin.
D. Kondisi medis warga satuan pendidikan
1. Sehat dan jika mengidap penyakit penyerta harus dalam kondisi terkontrol
2. Tidak memiliki gejala COVID-19, termasuk orang yang serumah dengan warga satuan pendidikan
E. Kantin tidak boleh buka. Siswa dan guru disarankan membawa makanan/minuman dari rumah dengan menu gizi seimbang
F. Kegiatan olahraga dan ekstrakurikuler tidak diperbolehkan, namun disarankan tetap melakukan aktivitas fisik di rumah
G. Kegiatan selain pembelajaran di lingkungan sekolah juga tidak diperbolehkan, seperti orang tua menunggu siswa, istirahat di luar sekolah dan pertemuan orang tua siswa
F. Kegiatan pembelajaran di luar lingkungan satuan pendidikan diperbolehkan dengan tetep menerapkan protokol kesehatan.
Sementara sekolah wajib menyediakan sarana sanitasi dan kebersihan. Setidaknya memiliki toilet bersih dan layak, memiliki sarana cuci tangah pakai sabun dengan air mengalir atau cairan pembersih tangan, mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, seperti Puskesmas, klinik, rumah satit. Serta kesiapan menerapkan area wajib masker atau masker tembus pandang bagi yang memiliki peserta didik disabilitas rungu. Kemudian wajib memiliki termogun.
Pihak sekolah juga harus mendata siswa dan guru yang tidak boleh melakukan kegiatan di satuan pendidikan, yaitu jika memiliki kondisi medis comorbid yang tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang memungkinkan penerapan jaga jarak.
Kemudian memiliki riwayat perjalanan dari luar daerah dengan tingkat risiko penyebaran Covid-19 yang tinggi dan belum menyelesaikan isolasi mandiri sesuai ketentuan. Lalu memiliki riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri sesuai ketentuan.
Sekolah juga wajib membentuk satuan tugas penanganan COVID-19 disatuan pendidikan dan dapat melibatkan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar dengan komposisi: tim pembelajaran, psikososial, dan tata ruang, tim kesehatan, kebersihan, dan keamanan; dan tim pelatihan dan humas.
Pembelajaran Tatap Muka yang Ideal
Terkait keamanan pelaksanaan PTM, menurut pakar kesehatan lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Budi Haryanto pembelajaran tatap muka relatif aman jika protokol kesehatan diterapkan dengan ketat. Selain itu, guru dan siswa perlu dipastikan sudah semua mendapatkan vaksinasi COVID-19 lengkap.
Namun, penerapan protokol kesehatan 3M secara ketat dan disiplin akan berkonsekuensi pada tidak semua siswa bisa tatap muka secara bersamaan. Pasalnya, jika dilakukan bersamaan maka ketentuan jaga jarak tidak dapat diterapkan dengan baik.
“Idealnya yang hadir di kelas misalnya hanya 1/3 siswa dan yang 2/3 daring dari rumah secara bergilir. Katakanlah siswa masuk kelas 2 hari seminggu dan daring dari rumah 4 hari seminggu,” kata Budi kepada Liputan6.com melalui pesan teks, Jumat (20/8/2021).
“Bagi yang masuk, masker enggak boleh dilepas, makanan dan minum bawa dari rumah, cuci tangan harus sesering mungkin,” tambahnya.
Penerapan protokol kesehatan yang ketat di sekolah perlu menjadi perhatian karena potensi penularan masih tetap ada, lanjut Budi.
Kelalaian penerapan protokol kesehatan saat pembelajaran membuat siswa atau guru tidak 100 persen aman. Sehingga potensi ada penularan di sekolah dan kemudian dibawa ke rumah juga masih bisa terjadi.
“Namun, dengan sudah vaksin semua siswa dan gurunya, maka penularan kemungkinan tidak banyak," kata dia.
Walau pembelajaran tatap muka sudah kembali dilaksanakan, tidak menutup kemungkinan PTM tersebut kembali dihentikan sementara.
Budi mengatakan ketika dilaporkan jumlah kasus positif siswa usia sekolah menjadi banyak dan cenderung meningkat maka PTM harus dihentikan.
Ia berharap PTM bisa dilakukan setelah indikator-indikator organisasi kesehatan dunia (WHO) tentang pengendalian penularan COVID-19 terpenuh. Seperti kasus harian terus berkurang dengan signifikan dan positivity rate yang cenderung menurun terus menuju kurang dari 5 persen.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Apa yang Perlu Disiapkan?
Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Soedjatmiko menyarankan, tak perlu salaman dulu antar siswa dan guru saat pembelajaran tatap muka. Upaya ini untuk mencegah penularan virus Corona.
"Untuk saat ini, tidak perlu salaman dulu antar siswa maupun dengan guru di sekolah. Jangan lupa, gunakan masker dobel, masker medis dan kain," ujar Miko, sapaan akrabnya melalui pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com.
Miko menambahkan, orangtua dan murid pun harus mempersiapkan beberapa hal penting, yakni, membiasakan anak menerapkan 5 M, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi ngobrol.
Hal ini dilakukan saat di sekolah maupun di kendaraan umum menuju ke sekolah atau saat pulang ke rumah selama pembelajaran tatap muka.
Dia juga menekankan, agar siswa berumur 12 tahun atau lebih untuk segera mendapatkan vaksinasi Covid-19. Sementara itu, siswa dengan usia kurang 12 tahun disarankan untuk melengkapi vaksinasi Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), seperti imunisasi Campak Rubella dan DT (Difteri Tetanus) untuk siswa kelas 1, dan imunisasi Td (Tetanus, difteri) untuk siswa kelas 2 dan kelas 5.
Selain itu, di beberapa provinsi, siswa perempuan kelas 5 dan 6 juga perlu mendapatkan vaksinasi HPV (Human Papillomavirus/pencegah kanker leher rahim).
"Kesiapan guru dan petugas sekolah lainnya dengan sudah vaksin COVID-19 dua kali atau penuh, menggunakan masker, dan harus bisa mengawasi murid dalam menerapkan protokol kesehatan," ujar Miko.
Dia juga meminta kesiapan ruang kelas diperhatikan dengan memastikan jarak antarkursi dan melakukan desinfektan rutin sebelum dan sesudah jam pelajaran.
Miko pun menyarankan agar AC di ruang kelas dimatikan, menggunakan kipas angin serta membuka jendela dengan lebar. Baik guru maupun murid harus menyediakan cadangan masker.
Menurut dia, murid juga tidak diperkenankan berpindah tempat duduk, saling pinjam peralatan sekolah, serta membuka masker walau sebentar, karena memungkinkan penularan virus Corona.
Para siswa juga diingatkan untuk tidak mampir ke penjual makanan, minuman atau mainan, karena akan berkerumun. Ini bakal meningkatkan risiko penularan.
Murid diharapkan sering cuci tangan atau menggunakan hand sanitizer.
"Untuk saat ini tidak perlu salaman dulu antar murid maupun dengan guru disekolah. Jangan lupa gunakan masker dobel, masker medis dan kain," ujarnya.
Sekolah Jadi Zona Aman
Ketua Komisi X Syaiful Huda mendukung langkah pemerintah untuk segera melakukan pembelajaran tatap muka. Menurut Syaiful, saat ini sudah terjadi darurat pendidikan karena terlalu lama sekolah jarak jauh.
"Ada suasana emergency atau darurat pendidikan dan ini sudah tahap terjadi pendalaman baik secara kuantitas ataupun kualitas pendidikan," kata Syaiful kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (20/8/2021).
Jika pembelajaran tatap muka sudah diberlakukan, Syaiful meminta Kemendikbud Ristek menjadikan sekolah sebagai zona aman Covid-19 baik dari sisi kesehatan maupun sebagai ujung tombak kampanye hidup dengan kebiasaan baru (New Normal) di era pandemi.
Huda menjelaskan pembukaan sekolah layak segera dilakukan mengingat kian banyaknya tingkat vaksinasi guru dan siswa. Selain itu tren penurunan kasus harian maupun kasus aktif juga terus terjadi.
“Kami berharap pembukaan sekolah secara terbatas yang dikombinasikan dengan pembelajaran online bisa mengembalikan ikatan emosional dari peserta didik atas lingkungan sekolah mereka. Pembukaan sekolah ini juga bisa membuat anak-anak terbiasa untuk hidup situasi new normal,” katanya.
Dia mengungkapkan jumlah anak terpapar Covid-19 di Indonesia menjadi salah satu tertinggi di dunia. Menurutnya salah satu faktor pemicu tingginya kasus positif bagi anak Indonesia adalah lemahnya pengawasan dari orang tua.
Dengan sistem pembelajaran jarak jauh ini, banyak ruang dan waktu anak yang terbuang karena tidak optimalnya sistem tersebut.
“Akibatnya anak-anak sering berkumpul dan bermain ke luar rumah tanpa pengawasan ketat termasuk apakah mereka melakukan protokol Kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak saat bermain di luar rumah,” katanya.
Dia menilai dengan pembukaan sekolah atau penerapan pembelajaran tatap muka maka anak justru terkontrol dengan baik. Mereka di sekolah bisa berinteraksi dan mendapatkan bimbingan langsung dengan guru maupun teman tentang bagaimana harus beradaptasi dengan kebiasaan baru di kala pandemi.
“Para siswa pun bisa mempraktikkan secara langsung bagaimana harus memakai masker dengan benar, bagaimana harus menjaga jarak, bagaimana membiasakan diri untuk cuci tangan dan praktek-praktek baik lainnya,” katanya.
Kendati demikian, kata Huda, upaya mewujudkan sekolah sebagai zona aman Covid-19 bagi anak harus dipersiapkan matang. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek) harus membuat langkah terobosan untuk menyiapkan status zona aman Covid-19 bagi anak.
“Mulai dari skenario berangkat dan pulang sekolah, pembatasan jam sekolah, pembatasan ruang kelas, daftar item sarana-prasana yang harus disiapkan sekolah hingga tuntasnya vaksinasi guru dan tenaga kependidikan,” katanya.
Politisi PKB ini juga menilai sudah saatnya ada perubahan cara pandang terhadap siswa sekolah yang selama ini kerap dipandang sebagai objek dalam program penanganan Covid-19.
Menurutnya, siswa harus harus dipandang sebagai subjek yang berperan aktif dalam penanggulangan wabah Covid-19. Mereka bisa menjadi agen perubahan untuk mengkampanyekan bahaya Covid-19, cara menerapkan protokol Kesehatan, hingga menyosialisasikan manfaat vaksin.
“Apalagi saat ini pemerintah sudah menyatakan remaja usia 12-18 tahun yang ini rata-rata usia sekolah juga bakal menjadi sasaran vaksinasi Covid-19. Tentu para siswa bisa dijadikan sebagai duta kampanyenya,” pungkasnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengakui jika kondisi saat ini masih belum aman untuk melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Namun, kata dia, beban murid dan orang tua sudah sangat besar saat pembelajaran jarak jauh.
"Bahkan sudah mulai mengkhawatirkan dengan sistem pembelajaran jarak jauh ini," kata Dede kepada Liputan6.com.
Sehingga, kata Dede bagi siswa dan guru yang sudah mendapat vaksin dua kali maka bisa dilakukan pembelajaran tatap muka terbatas.
Selain itu, pembelajaran tatap muka bisa dilakukan jika sekolah dan daerah tersebut sanggup memberikan fasilitas untuk protokol kesehatan.
"Jika daerah tersebut sudah berkurang angka penyebarannya. Mal, pabrik, pasar sudah dibuka terbatas, maka sekolah juga perlu dibuka," ujar dia.
Selain itu, perlunya tim pengawasan yang memantau proses belajar tatap muka tiap hari.
Advertisement
Potret Kegiatan Belajar Mengajar di Dunia
Ada beberapa negara yang sudah melakukan pembelajaran tatap muka, berikut adalah beberapa potret kegiatan belajar mengajar di negara-negara di dunia selama pandemi Virus Corona COVID-19 menyebar seperti mengutip laman DW Indonesia, Kamis (26/11/2020):
1. Thailand
Para murid yang belajar di sekolah-sekolah di Bangkok kini harus belajar dari dalam kotak plastik dan memakai masker sepanjang hari. Di luar ruang kelas tersedia wastafel dan dispenser sabun.
Suhu tubuh murid juga diukur setiap pagi. Aturan ketat ini berhasil: sekolah ini tidak melaporkan infeksi baru sejak Juli.
2. Jerman
Murid di SD Petri di Dortmund, negara bagian Nordrhein-Westfalen (NRW), jadi teladan yang patut ditiru.
Sebagaimana sekolah di seluruh NRW yang merupakan negara bagian terpadat di Jerman, sekolah ini juga mewajibkan murid untuk memakai masker, termasuk di dalam ruang kelas. Sampai sekarang belum bisa dinilai apakah aturan ini berhasil atau tidak. Sekolah baru saja mulai tanggal 12 Agustus.
3. Palestina
Sekolah juga kembali dibuka di Hebron, 30 kilometer di selatan Yerusalem. Murid di wilayah ini diwajibkan memakai masker, bahkan di beberapa sekolah, mereka juga harus memakan sarung tangan.
Meskipun memakai masker, semangat guru dalam foto saat mengajar terlihat jelas.
Sekolah-sekolah di Palestina tutup sejak bulan Maret dan Hebron dinyatakan sebagai pusat infeksi.
4. India
Para siswa di India juga diwajibkan untuk mengenakan masker selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
5. Kongo
Pihak berwenang di Lingwala, di pinggiran ibu kota Kongo, Kinshasa, menanggapi ancaman infeksi Virus Corona COVID-19 di kalangan siswa dengan amat serius. Setiap siswa yang belajar di Sekolah Reverend Kim diharuskan untuk mengukur suhu tubuh sebelum diizinkan masuk gedung. Masker wajah juga wajib dipakai.