1 Oktober Hari Kesaktian Pancasila, Ini Sekilas Sejarahnya

Ada makna dan peristiwa penting di balik penetapan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Okt 2021, 07:07 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2021, 07:07 WIB
20150929-Sambut Hari Kesaktian Pancasila, Museum Lubang Buaya Ramai Dikunjungi Siswa-Jakarta
Sejumlah Pramuka mengabadikan patung tujuh pahlawan revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Pemerintah akan mengadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober mendatang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap 1 Oktober, Indonesia menggelar upacara Hari Kesaktikan Pancasila. Kegiiatan ini dilakukan sebagai wujud untuk mengenang dan menghormati para jasa Pahlawan Revolusi.

Diharapkan peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober digunakan sebagai momen untuk memperkuat kesatuan dan persatuan.

Penetapan hari ini pun terkait erat dengan peristiwa yang biasa disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI. Pada 1965 itu, berlangsung peristiwa pembunuhan terhadap sejumlah jenderal.

Enam jenderal dan satu letnan TNI AD itu korban kekejian G30S/PKI pada 1965 silam.

Lantas, mengapa 1 Oktober bisa dikukuhkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila? Apa kaitannya dengan G30S/PKI?

Berikut rangkuman Liputan6.com terkait penetapan Hari Kesaktian Pancasila:

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua

Jasad Jenderal Ditemukan di Lubang Buaya

Lubang Buaya, Saksi Bisu Kekejaman PKI di Indonesia
Sebuah sumur yang digunakan G 30 S / PKI untuk mengubur para jenderal, Jakarta, Selasa (30/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Jenazah enam jenderal dan satu letnan TNI AD ditemukan di sebuah lubang berdiameter 75 sentimeter dan kedalaman 12 meter di Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Ketujuh jenazah ditemukan pada 4 Oktober 1965 dengan posisi kepala berada di bawah dan saling bertumpuk.

Ketujuhnya adalah Jenderal TNI (Anumerta) Achmad Yani, Letjen (Anumerta) Suprapto, Mayjen (Anumerta) MT Haryono, dan Letjen (Anumerta) Siswondo Parman.

Lalu Mayjen (Anumerta) DI Pandjaitan, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomihardjo, serta Letnan Satu Corps Zeni (Anumerta) Pierre Andreas Tendean.

Kala itu, PKI menuduh para jenderal tersebut akan bertindak makar terhadap Sukarno melalui Dewan Jenderal.

 

Penetapan Hari Kesaktian Pancasila

Lubang Buaya, Saksi Bisu Kekejaman PKI di Indonesia
Monumen Pancasila Sakti didirikan untuk mengenang keberhasilan Pancasila dalam membendung paham komunis di Indonesia, Jakarta, Selasa (30/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Usai menculik dan membunuh enam jenderal dan satu perwira pertama, pasukan Letkol Untung keesokan paginya berhasil mengambil alih Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyebarkan propagandanya.

Akan tetapi, perampasan itu hanya terjadi selama kurang dari satu hari, lantaran Kostrad mampu merebut kembali RRI. Selanjutnya, jenazah Ahmad Yani, beserta enam orang lainnya diketemukan di Lubang Buaya.

Selama lima hari, pemberontakan berhasil diredam. Di bawah perintah Mayjen Soeharto, sisa-sisa pemberontak diburu ke seluruh penjuru, termasuk Aidit yang diduga otak Gerakan 30 September atau disingkat G30S.

Berkat segala perannya dan karena telah gugur di medan perang, yaitu Lubang Buaya, akhirnya ketujuh orang itu diberi kehormatan dengan menyandang gelar sebagai Pahlawan Revolusi.

Jasad para jenderal dan satu perwira pertama itu pun akhirnya berhasil ditemukan di sumur Lubang Buaya pada 3 Oktober 1965.

Kemudian pemerintah Orde Baru menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Sedangkan 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pancasila memiliki kesaktian yang tidak dapat tergantikan oleh paham apapun.

Peneliti media dan pengajar jurnalisme Ashadi Siregar menuturkan, Hari Kesaktian Pancasila mengandung makna perkabungan nasional.

Menurut dia, kekuatan anti Pancasila atau berbagai pemberontakan, perlu disikapi dengan pemahaman kesejarahan yang bersifat rasional, bukan dengan irasionalitas keyakinan saktinya Pancasila.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya