Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana impor sekitar 200.000 metrik ton gula mentah untuk menambah cadangan pangan. Langkah tersebut dilalukan karena menyusul kenaikan harga gula putih di pasar domestik menjelang bulan suci Ramadan.
"Kami ingin meningkatkan stok pemerintah. Ini bukan karena kekurangan produksi," kata kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (13/2/2025).
Advertisement
Baca Juga
Sejauh ini, Pemerintah telah memperkirakan produksi gula putih dalam negeri akan mencapai 2,6 juta ton untuk 2025 dan permintaan sebesar 2,84 juta ton. Indonesia memiliki stok gula putih sebesar 842.000 ton pada awal Februari 2025.
Advertisement
Biro Statistik Nasional melaporkan harga gula putih pada minggu pertama Februari rata-rata mencapai sebesar Rp18.365 per kilogram, sekitar 5 persen di atas harga tertinggi yang ditetapkan pemerintah.Pemerintah dapat menggunakan cadangan pangannya untuk menambah pasokan pasar dan menurunkan harga.
Arief menyebut, cadangan gula dapat memenuhi permintaan hingga lima bulan, dan stok hasil impor akan tiba secara bertahap tahun ini. Ia juga mengatakan, impor tambahan akan diberikan kepada perusahaan pangan milik negara. Indonesia memiliki kuota impor gula mentah untuk keperluan industri sebesar 3,4 juta ton pada 2025.
Menko Zulhas Targetkan Produksi Gula di Sumut Meningkat 100 Persen
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Republik Indonesia, Zulkifli Hasan, mendorong peningkatan produksi gula di Provinsi Sumatera Utara (Sumut).
Dorongan itu disampaikan Menko Zulhas dalam kunjungan kerjanya di Pabrik Gula Kwala Madu, Kabupaten Langkat, Sumut, Selasa, 21 Januari 2025.
"Produktivitas tebu di Sumut masih jauh di bawah daerah lain seperti Malang dan Lumajang.Tanaman tebu di sini (Sumut) ibaratnya seperti stunting," sebutnya.
Zulkifli Hasan juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya kontribusi PTPN dalam memasok kebutuhan gula di wilayah Sumut.
"Saya menargetkan dalam kurun waktu 1 hingga 2 tahun ke depan, produksi gula di Sumut dapat meningkat hingga 100 persen," ungkapnya.
Harga Gula di Sumut Masih Tinggi
Diungkapkan Menko Zulhas, saat ini PTPN hanya mampu menyuplai 20 persen dari total kebutuhan gula Sumut yang mencapai 150 ribu ton per tahun. Harusnya, PTPN mampu menyuplai antara 75 ribu hingga 100 ribu ton.
"Saat ini harga gula di Sumut masih lebih tinggi di banding Jawa dan Bali, yaitu Rp 19 ribu per kilogram. Sedangkan di Jawa dan Bali hanya Rp 18 ribu per kilogram," sebutnya.
Zulkifli Hasan juga menyoroti produktivitas tanaman tebu di Sumut yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain seperti Malang dan Lumajang.
Zulhas, sapaan akrabnya, mengharapkan adanya perbaikan dalam hal pemilihan bibit, sehingga dalam jangka waktu 1 sampai 2 tahun ke depan produksi tebu di Sumut dapat meningkat hingga 100 persen, mencapai target 60 ribu ton pada tahun 2027.
Zulhas juga mendorong kolaborasi antara PTPN dan masyarakat lokal untuk memanfaatkan lahan yang ada untuk menanam tebu.
"Hasilnya akan menguntungkan semua pihak. Karena gula merupakan komoditas yang sangat menguntungkan dibandingkan sawit, padi, atau jagung," bebernya.
Advertisement
Pemerintah Pastikan Tak Impor Beras, Jagung, Gula, dan Garam pada 2025
Sebelumnya, Pemerintah memastikan tidak akan melakukan impor terhadap komoditas beras, jagung, gula, dan garam untuk 2025. Hal itu diputuskan usai rapat terbatas antara sejumlah menteri dari kementerian terkait dengan Presiden Prabowo Subianto.
“Kita sudah memutuskan, yang pertama dulu tidak impor beras ya tahun depan. Tidak impor beras, kemudian jagung. Tambah jagung, tambah gula untuk konsumsi, tambah garam,” tutur Menteri Koordinator Bidang Pangan Indonesia Zulkifli Hasan alias Zulhas di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).
Dia menuturkan, produksi beras tahun depan diproyeksi mengalami peningkatan. Berdasarkan perhitungan, produksi beras pada Januari 2024 sebesar 0,8 juta ton akan naik menjadi 1,3 juta ton pada Januari 2025.
"Januari saja produksi beras kita sudah naik dari 0,8 (juta ton) jadi 1,3 (juta ton). Nah, yang Februari 0,8 (juta ton) jadi 2,08 (juta ton) produksi beras. 2,08 juta (ton)," jelas dia.
Selain itu, pemerintah juga memutuskan untuk menaikkan harga pembelian petani atau HPP untuk komoditas gabah dari Rp6.000 per kilogram menjadi Rp6.500 per kilogram, dan HPP jagung dari sebelumnya Rp5.000 per kilogram menjadi Rp5.500 per kilogram.
"Berapa pun produksi gabah dan jagung petani akan ditampung sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah," ungkapnya.
Nantinya, gabah dan jagung produksi petani akan ditampung di gudang Bulog, induk koperasi, dan lainnya.
"Pendek kata, perintah Presiden memutuskan tadi, gabah dan jagung berapa pun produk petani akan dibeli dengan harga HPP," Zulhas menandaskan.
Tak Impor Beras
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan memastikan bahwa tidak akan lagi ada impor pangan di 2025. Pemerintah secara berkala akan mulai tidak melaksanakan impor pangan untuk mendukung swasembada pangan nasional.
"Swasembada pangan ini menjadi program prioritas utama pemerintah dari awal pencapaian target di 2029 tapi ini dimajukan ke 2027. Sehingga semua harus bekerja keras dan berkomitmen mewujudkan ini," ujar Zulkifli Hasan dikutip dari Antara, Sabtu (28/12/2024).
Komitmen pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan tersebut salah satunya dengan mengurangi ketergantungan impor pangan yang dimulai pada 2025 ini.
"Kami memutuskan tahun depan tidak impor beras, agar petani bisa tanam padi yang banyak serta harga di pasaran bagus," katanya.
Kemudian pemerintah juga tidak akan melakukan impor garam sebab produksi garam petani mencukupi. Lalu tidak melakukan impor jagung pakan ternak serta tidak impor gula.
"Jadi sudah ada empat komoditas yang tahun depan kita tidak impor, nanti berkala akan ada komoditas lain yang akan dioptimalkan produksinya di dalam negeri sehingga menguntungkan kita. Selama ini kita impor pangan sampai 30 juta ton, hidup kita tergantung dari impor gandum, gula, beras, buah-buahan, kopi dan sekarang waktunya swasembada pangan, kemudian swasembada air, energi dan hilirisasi yang kita tuju di akhir," ucap dia.
Ia menjelaskan selama ini sektor pertanian secara nasional dalam perkembangannya cukup tertinggal akibat banyak hal. Sehingga saat ini dengan dukungan dari Presiden melalui program prioritasnya dan dari pemerintah provinsi, kabupaten dan kota menjadi waktu yang tepat untuk mewujudkan swasembada pangan.
"Semua harus satu tim kompak, dan kolaboratif sebab ini waktunya membangun swasembada pangan nasional, serta meninggalkan ketergantungan impor pangan," tambahnya.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)