Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menargetkan pada 2022 seluruh kampus di Indonesia telah memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Kehadiran Satgas PPKS di kampus merupakan amanat yang tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Advertisement
Baca Juga
"Saat ini kampus di Indonesia mempersiapkan pembentukan Satgas PPKS dengan target tahun depan semua kampus memiliki satgas,"Â kata Nadiem dalam sebuah webinar, Jumat (10/12/2021).
"Mari kita bergerak bersama untuk menciptakan ruang aman bersama di dalam kamus. Mewujudkan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual," sambungnya.
Nadiem menyebut, efek kekerasan terhadap perempuan berlangsung permanen. Banyak korban yang mengalami trauma berkepanjangan.
"Bayangkan menerima trauma di umur yang begitu muda seluruh masa depannya terancam," ujar Nadiem.
Hal itu patut disayangkan mengingat perempuan menempati posisi sentral dalam membentuk peradaban.
"Perempuan punya peran penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Indonesia memiliki banyak tokoh perempuan pejuang kemerdekaan dan pejuang pendidikan," katanya.
Berdasarkan catatan yang dia miliki, angka kekerasan terhadap perempuan mengalami tren kenaikan selama pandemi Covid-19.
Sepanjang Januari hingga Juli 2021 saja telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini melampaui catatan 2020 yang mencapai 2.400 kasus.Â
"Peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi. Dan ini belum ada apa-apanya. Ini baru fenomena gunung es. Jumlah yang tidak dilaporkan berlipat ganda juga," sebut dia.
Â
Kontroversi Permendikbudristek PPKS
Permendikbudristek yang mengatur kekerasan seksual sebelumnya menuai kontroversi. Penolakan terhadap beleid ini bukan didasarkan atas dukungan terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Namun lebih jauh, pihak-pihak yang menolak ingin kehadiran nilai agama pada aturan yang ditekan Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 lalu itu.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahkan mengritik keras terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Haedar mengatakan bahwa aturan itu merupakan bentuk ekstremisme dari pemahaman terhadap demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
"Saya pikir isu yang terakhir di Indonesia soal Permendikbud itu juga bagian dari ekstremitas demokrasi dan hak asasi manusia yang jika tidak kita kelola dengan baik itu akan berkembang. Di mana ternyata kekuatan-kekuatan sipil itu tidak kalah otoriternya dengan kekuatan-kekuatan militer ketika dia dibangun di atas oligarki," kata Haedar dalam sebuah diskusi daring yang digelar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (15/11/2021).
"Oligarki ekonomi, oligarki politik bahkan saya menambahkan satu istilah oligarki keagamaan," tambahnya.
Haedar memaknai "oligarki keagamaan" sebagai kelompok agama yang merasa paling berkuasa di suatu negara.
Advertisement