KSP Harap Kekerasan dalam Demo Tak Terulang

Kantor Staf Presiden (KSP) berharap kekerasan dalam unjuk rasa, seperti yang terjadi pada demo di depan Kemendagri Jumat 11 Maret 2022 lalu, tidak terulang kembali.

oleh Rita Ayuningtyas diperbarui 12 Mar 2022, 18:12 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2022, 17:52 WIB
Ilustrasi Demo
Ilustrasi Demo. (Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Kantor Staf Presiden (KSP) berharap kekerasan dalam unjuk rasa, seperti yang terjadi pada demo di depan Kemendagri Jumat 11 Maret 2022 lalu, tidak terulang kembali.

Tenaga Ahli Utama KSP Theo Litaay menyampaikan hal itu saat menjenguk Kasat Intel Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Ferikson Tampubolon yang menjadi korban pemukulan saat terjadinya demo ricuh.

Demo itu merupakan unjuk rasa untuk menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB).

Pada hari ini, dua tenaga ahli utama KSP, Ade Irfan Pulungan dan Theo Litaay, mengunjungi korban anarkistis demonstran di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan di Jakarta Pusat, Sabtu.​​​

"KSP meminta agar dalam penyampaian aspirasi bisa dilakukan tanpa menyerang petugas keamanan dan mengganggu ketertiban umum. Semoga kekerasan seperti ini tidak terulang kembali," kata Theo Litaay, seperti dilansir Antara, Sabtu (12/3/2022).

 


Kondisi Korban

Korban yang sempat jatuh tersungkur tak sadarkan diri setelah pemukulan kini telah mendapatkan perawatan secara intensif. Korban juga mendapatkan pengobatan untuk mengurangi trauma bekas pukulan di bagian pipi dan kepala.

Dilaporkan oleh pihak rumah sakit, korban masih merasakan kebas di beberapa bagian di kepala dan akan terus diobservasi dalam 3 hari ke depan. Namun, diharapkan tidak ada komplikasi serius yang terjadi.

Theo menegaskan bahwa KSP mengecam tindakan anarkis yang dilakukan kepada aparat kepolisian. Dia menegaskan kebebasan berpendapat tidak seharusnya disertai dengan perbuatan yang melawan hukum seperti penganiayaan, perusakan dan penyerangan.

Sebelumnya, demonstrasi yang berlangsung pada Jumat (11/3) berakhir ricuh setelah aparat kepolisian mengimbau secara persuasif agar massa tidak berdemo di sekitar objek vital seperti kawasan Istana Kepresidenan, sebagaimana tertuang dalam aturan Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum.

Polisi juga mengimbau agar unjuk rasa tidak dilaksanakan bertepatan dengan ibadah sholat Jumat, agar tidak mengganggu ketertiban umum. Namun, sejumlah massa menolak imbauan tersebut dan kericuhan pun terjadi disertai dengan aksi kekerasan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya