Asal Mula Fenomena Klitih, Kejahatan Jalanan di Yogyakarta

Fenomena klitih di Yogyakarta sejatinya sudah dilakukan masyarakat Yogyakarta dari jaman dahulu.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 13 Apr 2022, 13:37 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2022, 13:37 WIB
Ilustrasi klitih
Ilustrasi klitih Foto oleh NEOSiAM 2021 dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena klitih di Yogyakarta sejatinya sudah dilakukan masyarakat Yogyakarta dari jaman dahulu. Dulu, klitih merupakan kegiatan untuk mengisi waktu luang. Biasa dilakukan dengan menjahit, mengisi TTS, membaca atau jalan-jalan sore. 

Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan Kriminolog dari Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Soeprapto makna klitih kemudian bergeser menjadi amat negatif sejak 2004. Di mana para remaja tersebut memanfaatkan waktu luang mereka dengan mencari musuh di jalanan. 

Hal ini terjadi sejak Pemerintah Kota Yogyakarta menerapkan kebijakan untuk mengembalikan setiap siswa yang terlibat tawuran kepada orangtua alias dikeluarkan dari sekolah. 

Sejak pendisiplinan itu, pelajar yang terbiasa tawuran mulai merasa dibatasi dan tak leluasa membuktikan eksistensi diri sehingga melampiaskan kekecewaan dan dendam lewat tawuran.

 

"Akhirnya sekarang mengisi waktu luang tapi ditumpangi mencari musuh, sehingga tiap kali bilang klitih maknanya jadi mencari musuh," kata Soeprapto kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (13/4/2022).

 

Soeprapto mengatakan, sebenarnya fenomena tawuran ini juga sudah lama dilakukan namun hanya dengan menggunakan batu dan kerikil sehingga disebut tawuran. Namun, kini sekelompok remaja tersebut dimanfaatkan oleh pihak tertentu sehingga mereka dibekali pedang, celurit, dan gir. 

"Masih banyak yang beranggapan jika pelakunya anak-anak maka hukumannya hanya sebatas pembinaan. Nah ini karena anak-anak hukumannya ringan, maka dimanfaatkan oleh pihak tertentu, istilahnya "nabok nyilih tangan", menanfaatkan anak-anak ini," ujar dia.

Kenekatan yang dilakukan remaja tersebut, kata Soeprapto, karena mereka belum memiliki daya pikir rasional yang panjang, selain itu juga karena kecerdasan emosi mereka masih rendah.

"Jika mereka memiliki Kedewasaan Emosional pada level mampu mengendalikan diri maka saat mendengar ada kelompok memblayer kendaraannya, kelompok korban tidak harus mengejar. Kelompok korban pasti tidak menduga bahwa pemancing pertikaian itu sudah siap dengan senjatanya," tandas Soeprapto.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Polisi Bakal Blusukan ke Sekolah-Sekolah dan Gelar Razia

Polres Bantul DIY memerintahkan anggotanya blusukan ke SMA/SMK guna mencegah sejak dini tawuran pelajar dan segala bentuk kejahatan jalanan alias klitih.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Bantul AKBP Ihsan usai memantau penyaluran bantuan tunai bagi PKL dan nelayan di Kodim Bantul, Jumat (8/4/2022) mengatakan, terkait antisipasi kejahatan jalanan pihaknya sudah melakukan upaya preemtif, preventif, dan represif.

"Preemtif itu pencegahan, kita cegah atau menangkal sejak dini. Sekarang saya perintahkan Kasat Binmas (Kepala Satuan Pembinaan Masyarakat) bersama Bhabinkamtibmas mendatangi sekolah-sekolah yang memang rawan siswanya menjadi pelaku kejahatan jalanan," katanya.

Dia mengatakan anggotanya akan mendatangi SMK yang siswanya rawan terlibat kejahatan jalanan. Anggota kepolisian datang ke sekolah didampingi guru akan merazia tas yang kemungkinan berisi benda tajam atau barang yang tidak semestinya dibawa saat sekolah.

Bahkan, katanya, anggota Satuan Lalu Lintas (Satlantas) diinstruksikan pula mendatangi sekolah untuk merazia siswa yang membawa kendaraan bermotor karena ada kemungkinan para siswa belum memiliki SIM dan kelengkapan lainnya.

Polres Bantul juga menggiatkan razia knalpot blombongan atau tidak sesuai standar, termasuk razia anak yang membawa sepeda motor dan jika kedapatan ada pelanggaran, maka polisi akan menindak tegas dengan tilang.

"Bahkan saya sudah perintahkan Kasat Lantas terkait kejahatan jalanan ini atau tawuran, kalau siswa tidak mempunyai SIM dan tidak memakai helm, maka akan kita tahan sepeda motornya sampai usai Lebaran 2022," katanya.

Dia mengatakan hal itu bertujuan agar anak-anak yang belum waktunya mengendarai sepeda motor jera.


Korban Klitih

Sebelumnya seorang siswa SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta atas nama Daffa Adzin Albasith menjadi korban klitih alias kejahatan jalanan hingga meninggal dunia, Minggu dini hari (3/4/2022). Kasus yang terus berulang hingga kesekian kalinya itu membuat muram wajah Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar yang humanis.

Dalam jumpa pers yang disiarkan online, Senin (4/4/2022) kemarin, Dirreskrimum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta Kombes Pol Ade Ary Syam Indriadi menceritakan kronologi kejadian klitih tersebut. Awalnya kelompok korban mengendarai 5 sepeda motor berjumlah 7 orang pada pukul 02.00 dini hari.

Sekitar 100 meter sebelum TKP, kelompok korban mampir ke warung makan. Sebagian memesan makanan, sebagian besar belum sempat menyetandarkan sepeda motornya.

"Saat itu lewat dua sepeda motor yang membawa 5 orang membelayer (memain-mainkan) gas motor seperti mengejek kelompok korban. Ha inilah yang menjadi pemicu," katanya.

Kelompok korban berusaha mengejar kelompok pelaku ke arah utara, sebanyak 4 sepeda motor dari kelompok korban mengejar kelompok pelaku. Di depan, kelompok pelaku berhenti dan memutar balik, menunggu kelompok korban tiba.

"Motor pertama kelompok korban berhasil lolos dari pukulan benda tajam. Korban berada di motor kedua, karena yang membonceng mengelak, korban terkena sabetan benda tajam pada bagian muka. Berdasarkan keterangan saksi itu menggunakan gear yang diikat tali," katanya.


Sempat Ditolong Petugas

Setelah kejadian itu, dua sepeda motor yang lain dari kelompok korban balik kanan dan pelaku melarikan diri. Korban saat itu masih melanjutkan maju ke arah timur sementara pelaku kabur ke arah selatan.

"Korban ditemukan petugas Direktorat Shabara yang sedang berpatroli. Dibawa ke Rumah Sakit Harjolukito, dan meninggal dunia di rumah sakit," katanya. 

Sampai saat ini polisi sudah melakukan tiga kali olah TKP. Ade Ary mengatakan, pihaknya masih melakukan pendalaman, dan mencari saksi, dan orang2-orang yang terlibat.

"Saksi hansip, petugas busway, dan orang-orang di angkringan, kami juga masih melihat jejak CCTV," katanya. 

Atas kejadian itu, dirinya mengimbau orangtua untuk memperhatikan kembali anak-anaknya. Mengingat kejadian kejahatan jalanan sering memakan korban dari kalangan anak-anak muda dan pelajar. 

"Ini mohon dengan hormat, kita selaku orangtua mengingatkan anak-anak kita tidak melakukan aktivitas di malam hari," katanya.  

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya