Ini Daftar Kecamatan di DKI Jakarta yang Rawan Krisis Air Saat Musim Kemarau

Pelaksana Kepala BPBD DKI, Isnawa Adji, menyampaikan periode 2017-2022, musim kemarau berdampak kelangkaan air dan meningkatnya polusi udara.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mei 2022, 18:36 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2022, 18:36 WIB
Ilustrasi air kran
Ilustrasi krisi air bersih.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta belum memperbarui data wilayah di Jakarta rawan krisis air saat musim kemarau.

Namun, Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Isnawa Adji menyampaikan, merujuk data yang pernah dikeluarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada 2019, ada 15 kecamatan di Jakarta rawan krisis air.

"Apabila merujuk pada peringatan dini kekeringan meteorologis yang pernah dikeluarkan oleh BMKG pada tahun 2019, kala itu terdapat 15 kecamatan yang masuk ke dalam daerah rawan terjadi kekeringan," kata Isnawa kepada merdeka.com, Selasa (10/5/2022).

Daftar kecamatan rawan kekeringan tersebar di 4 kota wilayah administratif:

1. Jakarta Pusat; Menteng, Gambir, Kemayoran, Tanah Abang).

2. Jakarta Utara; Cilincing, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading, Penjaringan.

3. Jakarta Selatan; Tebet, Pasar Minggu, Setiabudi.

4. Jakarta Timur; Makasar, Pulogadung, Cipayung.

Selain kecamatan tersebut, Isnawa juga mengatakan bahwa daerah-daerah yang belum terlayani oleh jaringan perpipaan air bersih patut diwaspadai mengalami krisis air.

"Seperti di Kecamatan Jagakarsa, Pasar Minggu dan sebagian wilayah Kecamatan Cilandak," sebutnya.

Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengingatkan warga untuk berhemat air. Pelaksana Kepala BPBD DKI, Isnawa Adji, menyampaikan periode 2017-2022, musim kemarau berdampak kelangkaan air dan meningkatnya polusi udara.

"Dampak dari musim kemarau dapat menyebabkan kekeringan yang mengakibatkan kelangkaan air bersih dan juga meningkatnya polusi udara," kata Isnawa, Senin (9/5).

 

Bentuk Satgas Air Bersih

Dampak musim kemarau bahkan menjadi pertimbangan Pemprov DKI Jakarta membentuk Satgas Air Bersih pada bulan September 2019, untuk memastikan pasokan air bersih tersedia bagi warga.

Isnawa mengatakan, merujuk prakiraan musim kemarau di Indonesia tahun 2022 yang dirilis oleh BMKG, rata-rata wilayah DKI Jakarta sudah memasuki awal musim kemarau pada bulan April 2022. Namun, untuk wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan akan memasuki awal musim kemarau pada bulan Juni 2022.

Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta berkoordinasi dengan para wali kota, bupati untuk menghitung kebutuhan air bersih, khususnya bagi masyarakat yang berada di daerah rawan kekeringan dan bagi wilayah yang belum terlayani jaringan air bersih.

BPBD juga berkoordinasi dengan Dinas Sumber Daya Air (SDA) dan PAM Jaya agar stok kebutuhan air bersih dapat tercukupi.

"Meminta PD PAM Jaya menyiagakan Instalasi Pengolahan Air (IPA) mobile dan juga mobil-mobil tangki air agar siap memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Jakarta saat terjadi kekeringan," kata dia.

BMKG, kata Isnawa, juga memperkirakan sifat hujan akan berada pada kondisi "atas normal" yakni curah hujan musim kemarau lebih tinggi dari rerata klimatologis. Sedangkan, puncak musim kemarau diprakirakan akan terjadi pada bulan Juli - September 2022.

 

 

Buat Kebijakan Pemanfaatan Air

Pakar Hidrologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Pramono Hadi mendorong Pemprov DKI Jakarta segera membuat kebijakan struktural dan sistematis terhadap pemanfaatan air. Sebab, selama ini program yang dilakukan oleh Pemprov DKI adalah pengendalian banjir, sementara penyimpanan air di musim kemarau, hampir tak terlihat.

Dia menyebutkan, dampak dari ketiadaan persiapan Pemprov DKI menghadapi musim kemarau yaitu krisis air bersih. Meski Pemprov DKI akan membentuk tim khusus untuk krisis air bersih, namun Pramono memandang langkah tersebut merupakan langkah darurat.

"Semua infrastruktur itu konteksnya adalah untuk mengendalikan banjir bukan untuk menyediakan sumber air. Dan itu akan terus berulang, cost-nya pun akan mahal jika terus begini," kata Pramono kepada merdeka.com, Selasa (10/5).

Menyusun program dan kebijakan penanganan air bukan hanya dikerjakan oleh Jakarta. Sebagai daerah hulu, langkah penting dilakukan oleh Jakarta adalah berkoordinasi dengan daerah-daerah hulu agar membuat tandon-tandon atau penampungan air yang bersifat multifungsi.

 

 

Kendalikan Debit Air

Artinya, saat musim hujan, tandon dapat mengendalikan debit air yang mengalir ke daerah hulu agar tidak berdampak banjir, dan saat musim kering, cadangan air dapat dimanfaatkan oleh Jakarta.

Pramono pun menyanggah persepsi Jakarta sebagai daratan hulu memiliki stok air lebih khususnya saat hujan.

Menurutnya, air yang menyerap ke tanah selama musik hujan, tetap tidak dapat mencukupi kebutuhan penduduk di Jakarta. Dalam satu hari, per orang di Jakarta menghabiskan 100-150 liter air. Jika jumlah ini diambil dari air tanah, masalah lain akan muncul yaitu penurunan muka tanah, land subsidence.

"Jakarta itu kebutuhan air itu di sana itu sekitar 25-35 meter kubik per detik, besar sekali. Sekitar 10 meter kubik per detik itu dipasok dari Bendungan Jati Luhur, sisanya mereka cari sumber lainnya. Kalau sumber lainnya mengering tentu kan enggak bisa apa-apa," ucapnya.

Reporter: Yunita Amalia/Merdeka.com

 

Infografis: Sumber Air Baku PAM Jaya Untuk DKI Jakarta (Liputan6.com / Triyasni)
Infografis: Sumber Air Baku PAM Jaya Untuk DKI Jakarta (Liputan6.com / Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya