Kejagung Serahkan Tahap II Kasus Korupsi Garuda yang Rugikan Negara Rp 8,8 Triliun

Kejaksaan Agung (Kejagung) melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau Tahap II atas tiga berkas perkara tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia (persero) tahun 2011-2021.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 22 Jun 2022, 10:45 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2022, 10:45 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti atau Tahap II atas tiga berkas perkara tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan pesawat udara pada PT Garuda Indonesia (persero) tahun 2011-2021.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana memyampaikan, serah terima Tahap II dilakukan pada Selasa, 21 Juni 2022 sekitar pukul 13.30 WIB.

"Kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," tutur Ketut dalam keterangannya, Rabu (22/6/2022).

Ketiga berkas perkara tersebut masing-masing atas nama Agus Wahjudo (AW) selaku Executive Project Manager Aircraft Delivery PT. Garuda Indonesia (persero), Tbk. 2009-2014 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT. Garuda Indonesia tahun 2012.

Kemudian Setijo Awibowo (SA) selaku Vice President Strategic Management Office PT. Garuda Indonesia periode 2011-2012 dan Anggota Tim Pengadaan Pesawat CRJ-1000 NG Garuda Indonesia tahun 2011 serta Anggota Tim Pengadaan Pesawat ATR 72-600 PT Garuda Indonesia tahun 2012, dan Albert Burhan (AB) selaku Vice President Treasury Management PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2005-2012.

"Pelaksanaan Tahap II tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011, di mana diketahui dalam rangkaian proses pengadaan pesawat CRJ-1000 tersebut baik tahap perencanaan maupun tahap evaluasi tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia," ujar Ketut.

Dalam tahapan perencanaan yang dilakukan tersangka SA, lanjutnya, tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi BOD dan Persetujuan BOD. Sementara dalam tahap pengadaan pesawat evaluasi, dilakukan mendahului RJPP atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis full service airline PT Garuda Indonesia.

"ES selaku Direktur Utama, H selaku Direktur Teknik, tersangka AW, tersangka AB dan tersangka SA bersama tim perseoran atau tim pengadaan melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten dalam penetapan kriteria, dan tidak akuntabel dalam penetapan pemenang," jelas dia.

Menurut Ketut, akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.

"Sehingga menimbulkan kerugian keuangan Negara sebesar USD 609.814.504,00 atau nilai ekuivalen Rp8.819.747.171.352," kata Ketut.

Adapun dalam pelaksanaan Tahap II, terhadap tiga tersangka dilakukan penahanan, yakni Agus Wahjudo di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Setijo Awibowo di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta, dan Albert Burhan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Mereka ditahan selama 20 hari terhitung sejak 21 Juni sampai dengan 10 Juli 2022.

"Setelah serah terima tanggung jawab dan barang bukti, Tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan ketiga berkas perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," Ketut menandaskan.

 

Kerjasama dengan PPATK

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri transaksi mencurigakan atas kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia. Hal itu dikonfirmasi oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Supardi.

"Yang penting sudah, kita doakan mereka cepat," kata Supardi kepada awak media, Kamis (3/2/2022).

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menaikkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAMPidsus) Febrie Ardiansyah menduga negara telah mengalami kerugian mencapai triliunan rupiah. Meski demikian, angka detilnya belum bisa disampaikan.

"Kerugian cukup besar, seperti contohnya, untuk pengadaan sewa saja ini indikasi sampai sebesar Rp3,6 triliun tapi tentunya tidak bisa kami sampaikan secara detail, karena ini tetap akan dilakukan oleh rekan-rekan auditor," kata Febrie kepada wartawan di Kompleks Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu 9 Januari 2022.

Meski kerugian yang ditaksir berjumlah besar, Febrie memastikan bahwa Kejaksaan Agung akan tetap berupaya melakukan pemulihan terhadap kerugian negara tersebut.

"Penyidik di Kejagung mengupayakan bagaimana kerugian yang telah terjadi di Garuda akan kita upayakan pemulihannya," kata Febrie menandasi.

Dilaporkan Erick Thohir

Untuk diketahui, beberapa waktu lalu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir melaporkan dugaan korupsi penyewaan pesawat jenis ATR 72-600 di PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).

Erick Thohir memilih melaporkan dugaan korupsi Garuda Indonesia tersebut ke Kejaksaan Agung dibanding ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena kementerian yang ia pimpin dengan Kejagung memiliki program bersih-bersih BUMN.

"Kami dengan Kejaksaan kan sudah punya komitmen bersama adalah program bersih-bersih BUMN. Nah, ini bukan berarti kita tidak melibatkan pihak KPK, atau kepolisian," kata Erick Thohir dikutip dari Instagram pribadinya @erickthohir, Sabtu 15 Januari 2022.

Di sisi lain, Kementerian BUMN dengan KPK juga banyak melakukan kerj asama mengenai pencegahan korupsi. Begitupun dengan pihak kepolisian juga banyak hal-hal yang dikerjasamakan.

Lebih lanjut, Erick menegaskan laporan dugaan korupsi itu tentu berdasarkan fakta dan data investigasi audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tidak asal tuduh.

"Kalau kita menyelesaikan kasus-kasus korupsi itu kan enggak bisa berdasarkan tuduhan, tetapi masih ada data dan fakta. Jadi itulah yang saya bawa ke Kejaksaan dan diterima baik oleh Pak Jaksa Agung langsung, yaitu data investigasi audit dari BPKP," jelasnya.

Diketahui, Erick Thohir menyampaikan, adanya dugaan korupsi penyewaan pesawat jenis ATR 72-600, bukan berarti semua penyewaan pesawat di Garuda Indonesia terindikasi korupsi.

"Argumentasinya, sewa leasing yang sangat besar tetapi kita juga nggak boleh istilahnya langsung menyebut semua penyewaan pesawat terbang di Garuda Indonesia itu korupsi, enggak boleh," kata Erick Thohir dalam konferensi pers CXO Media, Rabu (12/1/2022).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya