Prof Musri Musnan Ungkap Hal yang Menjegal Peneliti Manfaatkan Ganja untuk Medis

Musri berharap, dengan penjelasannya terkait ganja medis dapat membuka harapan bagi para pengguna yang membutuhkan dalam urusan pengobatan suatu penyakit.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 30 Jun 2022, 17:09 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2022, 17:09 WIB
Ketua Pembina Yayasan Sativa Profesor Musri Musman saat menjelaskan cara kerja ganja medis dalam forum RDPU bersama Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube DPR RI)
Ketua Pembina Yayasan Sativa Profesor Musri Musman saat menjelaskan cara kerja ganja medis dalam forum RDPU bersama Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube DPR RI)

Liputan6.com, Jakarta - Musri Musman, peneliti ganja dari Universitas Sylah Kuala buka suara terkait beleid yang bisa dikaji ulang oleh Komisi III DPR RI untuk persoalan ganja medis. Hal itu disampaikan seiring aksi Santi Warastuti yang viral karena mendorong legalisasi ganja medis untuk anaknya yang menderita cerebral palsy.

"Kita melihat kepedulian kita pada hal ini bersentuhan dengan Pasal 8 UU nomor 35 tahun 2009 (tentang narkotika) yang tidak dapat kita gunakan untuk tujuan medis. Itu tentu yang menjegal para peneliti untuk memanfaatkan ganja ini dalam kapasitasnya menolong sesama," kata Musri saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Ketua Pembina Yayasan Sativa ini lantas bertanya kepada Komisi III DPR RI, jika hasil penelitian ganja yang dikecualikan lewat Pasal 7 tidak bisa dipergunakan manfaatnya untuk penderita yang membutuhkan, seperti penderita cerebral palsy, maka untuk apa hal tersebut dilakukan.

"Saran saya, agar mudharat daripada bahwa dia (ganja) tidak bisa digunakan untuk medis itu diminimumkan atau dikeluarkan dari UU Narkotika nomor 35 tahun 2009," tegas dia.

Pria bergelar profesor ini lantas menyarankan, agar tidak mencampur aduk tentang narkotika dengan ganja yang masuk dalam kategori tumbuhan dengan bahan zat sintetik yang berbeda scope, seperti morphin.

"Ini ganja dengan CBD (Cannabidiol) kita larang dia masuk, ada apa sebenarnya di situ? Padahal CBD itu bisa kita manfaatkan (untuk medis)," yakin dia.

Musri berharap, dengan penjelasannya terkait ganja medis dapat membuka harapan bagi para pengguna yang membutuhkan dalam urusan pengobatan suatu penyakit, salah satunya penderita cerebral palsy di Indonesia.

"Insya Allah bila diberi pencahayaan kita dapat menanam CBD itu dengan membentuk satuan khusus yang mana bisa menjadi unggul, bukan THC-nya! Insya Allah diberi kesempatan maka jeritan-jeritan ini akan senyap," dia memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ganja Bisa Tangani Cerebral Palsy

Musri juga menjelaskan, ganja medis melalui CBD oil yang merupakan senyawa nonintoksikasi yang diekstrak dari tanaman ganja (cannabis sativa) memang dapat menangani cerebral palsy. Hal itu dikarenakan, saraf CB1 yang berasal dari selebrum yaitu otak, mampu bekerja bersama CB2 dalam saraf tepi.

"Apakah CBD dapat menangani cerebral palsy? iya! (CBD) akan memberi asupan sinyal (ke otak penderita) agar berjalan sesuai," kata Musri saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Musri yang juga seorang peneliti ganja dari Universitas Syiah Kuala ini melanjutkan, cara kerja minyak CBD (Cannabidiol) adalah dengan bertindak pada bagian otak manusia yang di mana keuntungannya adalah dengan mengembangkan sistem otak penderita cerebral palsy dengan kadar yang disesuaikan.

"Apakah CBD dapat menanggulangi cerebral palsy dalam bentuk yang sudah sendiri atau bersama karena memiliki konsentrasi tertentu? berapa besar konsentrasi yang dibutuhkan itu? sangat tergantung, pertama dari tubuh orang tersebut," jelas Musri Musman.

Musri memastikan, tingkat konsentrasi yang diberikan berkisar dari 300 miligram hingga 1.500 miligram tidak akan membuat penggunanya mengalami adiksi. Selain itu, takaran dari pemberiannya juga sudah disesuaikan dengan kadar harian penderita cerebral palsy.

"Sudah ditemukan bukti bahwa pemberian 300 miligram hingga 600 miligram per hari si penderita cerebral palsy tidak mendatangkan mabuk, tidak membahayakan, tidak menunjukkan adiksi. Karena sebesar-besarnya yang dapat digunakan yaitu 1.500 miligram per hari untuk penderita cerebral palsy," ucap Musri menutup.

Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya