Pedagang Nanas di Gorontalo Keluhkan Penurunan Omzet Jelang Bulan Ramadan

Renovasi Pasar Sentral Kota Gorontalo justru membawa tantangan baru bagi para pedagang buah nanas menjelang bulan suci Ramadan.

oleh Arfandi Ibrahim Diperbarui 01 Mar 2025, 10:00 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2025, 10:00 WIB
pedagang buah di Kota Gorontalo
Salah satu pedagang buah di Kota Gorontalo. Sairin duduk termenung di lapak buahnya. Foto: Komparasi (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Gorontalo - Sinar matahari siang itu menyengat Kota Gorontalo. Sairin duduk termenung di lapak buahnya, sesekali mengusap keringat yang mengalir di dahinya. Tatapannya kosong, menatap deretan nanas yang tersusun rapi di depannya. Biasanya, menjelang Ramadan seperti ini, lapaknya ramai dikunjungi pembeli. Namun, tahun ini terasa berbeda. “Tahun ini jualan semakin sulit, terutama setelah renovasi pasar,” kata Sairin Selasa (25/2/2025).

Sebagai tulang punggung keluarga dengan dua anak, Sairin mengandalkan hasil penjualan nanas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi, renovasi Pasar Sentral Kota Gorontalo justru membawa tantangan baru baginya. Di tahun-tahun sebelumnya, menjelang Ramadan adalah momen panen bagi pedagang nanas.

Buah ini banyak diburu masyarakat untuk diolah menjadi selai, bahan utama pembuatan kue Lebaran seperti nastar. Namun kini, harapan itu kian redup dan sirna. Jika tahun lalu Sairin bisa menjual hingga 1.300 biji nanas per minggu, kini jumlahnya merosot tajam menjadi hanya sekitar 500 biji. Angka itu cukup mengkhawatirkan, mengingat biaya hidup yang terus meningkat. Untuk memenuhi permintaan pelanggan, ia memilih memasok nanas dari Desa Lobong, Kabupaten Bolaang Mongondow.

Meski ukurannya lebih kecil dibandingkan nanas lokal Gorontalo, nanas Lobong tetap diminati karena rasa manisnya yang khas. “Nanas dari Lobong ini lebih kecil, tapi rasanya manis, cocok untuk kue Lebaran,” jelasnya, mencoba tetap optimistis.

Renovasi Pasar Sentral Kota Gorontalo seharusnya membawa angin segar bagi pedagang. Namun, nyatanya, perubahan tata letak kios dan minimnya sosialisasi membuat pelanggan kesulitan menemukan lapak mereka. “Dulu pelanggan saya banyak, sekarang mereka jarang datang. Mungkin karena tidak tahu lokasi kami yang baru,” keluhnya sambil memandang sekeliling.

Banyak pedagang mengalami hal serupa. Keadaan ini semakin membuat perekonomian mereka terpuruk. Seiring waktu berjalan, mereka hanya bisa berharap situasi berangsur membaik. Sairin dan para pedagang lain berharap pemerintah segera turun tangan. Langkah konkret seperti promosi pasar, peningkatan aksesibilitas, hingga insentif bagi pedagang bisa menjadi solusi yang diharapkan. “Kami berharap pemerintah bisa membantu menghidupkan kembali pasar ini seperti dulu,” katanya penuh harap.

Dengan Ramadan yang semakin dekat, Sairin masih menunggu keajaiban. Ia berharap dalam beberapa minggu ke depan, pembeli kembali berdatangan, membawa kembali senyum dan semangatnya yang mulai pudar. Namun, tanpa perhatian serius dari pemerintah dan dukungan masyarakat, para pedagang kecil seperti dirinya bisa semakin terpuruk di bawah terik matahari Kota Gorontalo yang kian menyengat.

Dalam waktu dekat Pemerintah Gorontalo akan mengevaluasi kebijakan terkait keberadaan pasar tumpah dan dampaknya terhadap pasar tradisional. “Kami meminta pemerintah kabupaten/kota untuk meninjau kembali kebijakan yang ada. Jika diperlukan, pasar tumpah harus dibatasi agar aktivitas perdagangan kembali terpusat di pasar utama. Selain itu, pelelangan ikan yang juga menjual komoditas lain perlu ditertibkan agar tidak merugikan pedagang di pasar tradisional,” kata Penjabat (Pj) Gubernur Gorontalo, Rudy Salahuddin beberapa waktu lalu.

Promosi 1

Simak juga video pilihan berikut:

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya