Liputan6.com, Jakarta Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri Dr Darmansjah Djumala memberikan tanggapan atas apa yang disampaikan Dino Patti Djalal terkait lawatan Jokowi ke Ukraina dan Rusia. Kunjungan tersebut dilakukan Jokowi usai menghadiri Pertemuan G7 di Jerman, beberapa waktu silam.
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri era Presiden SBY, Dino Patti Djalal memberikan reaksi atas lawatan Jokowi ke Ukraina dan Rusia. Baginya, ia tidak melihat adanya terobosan baru dalam misi perdamaian Jokowi itu.
“Dari segi misi perdamaian, tidak ada terobosan. Sebab, kalau misi perdamaian berarti konsep perdamaian diterima kedua pihak, baik Ukraina maupun Rusia,” katanya.
Advertisement
Dalam fatsun diplomasi, perdamaian akan tercapai jika melalui tiga proses yang dikatakan juga sebagai adab diplomasi. Ketiga proses itu adalah komunikasi, penghentian kekerasan, dan dialog.
"Pembicaraan dan negosiasi perdamaian tak akan bisa dimulai jika tidak ada komunikasi. Sebab, dari komunikasi itulah kedua pihak yang berseteru bisa mengetahui posisi dan apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak. Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga untuk mediasi agar kedua pihak dapat berkomunikasi," jelas Darmansjah Djumala, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri.
"Dengan mengadakan pertemuan empat mata dengan Zelensky dan Putin, Jokowi sejatinya sudah membuka pintu komunikasi," tambahnya.
Tidak Sekali Tepuk Jadi
Untuk memulai dan mencapai dialog dan perundingan kedua belah pihak, kekerasan harus segera diakhiri. Himbauan kekerasan harus diakhiri itu yang patut disampaikan kepada Zelensky dan Putin.
"Jika kekerasan sudah tidak ada lagi, perang berhenti karena gencatan senjata, maka tersedia ruang kondusif untuk berunding mencari jalan damai. Jadi tidak heran jika salah satu misi Jokowi ke Ukraina dan Rusia adalah menghentikan kekerasan dan peperangan," ungkap Djumala yang pernah menjabat sebagai Dubes Indonesia untuk Austria dan PBB di Wina.
Proses komunikasi dalam hal ini yang bertujuan untuk menghentikan kekerasan yang terjadi dan berbagai upaya dialog dalam setiap upaya peredaan konflik, membutuhkan waktu yang lama. Bahkan, melalui proses panjang dan berliku yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.
"Sebab, perdamaian bukan barang sekali tepuk jadi. Kerja diplomasi perdamaian tentu beda dengan cara kerja pabrik tempe: hari ini kedele besok jadi tempe," tutur Djumala.
Advertisement
Wujud Nasionalisme Kemanusiaan
Pesan damai yang dibawa Jokowi saat mengunjungi Ukraina dan Rusia merupakan manifestasi nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu sila kedua tentang kemanusiaan dan sila ketiga terkait nasionalisme Indonesia. Bung Karno mengajarkan, bahwa nasionalisme Indonesia bukan hanya sikap bangga dengan negara dan cinta tanah air.
"Justru, nasionalisme Indonesia mekar dalam taman sari internasionalisme. Internasionalisme di sini merujuk pada nilai kemanusiaan, menghargai harkat manusia tanpa membedakan bangsa, etnik, suku, dan agama. Alhasil, misi perdamaian Jokowi ke Ukraina dan Rusia merupakan perwujudan nasionalisme kemanusiaan," jelas Djumala
Nasionalisme yang dibawa Indonesia dalam lawatan Jokowi ke Ukraina dan Rusia akan membawa nama baik Indonesia di pergaulan internasional. Dan, kemanusiaan yang terselip dalam nasionalisme, bertujuan untuk menghindari hilangnya nyawa manusia tak berdosa akibat perang.
"Diplomasi perdamaian Jokowi adalah langkah awal membuka pintu komunikasi bagi kedua seteru agar dapat mengakhiri perang sehingga damai tercipta," tutup Djumala.
(*)