Liputan6.com, Jakarta 12 jam drama upaya jemput paksa terhadap MSAT, tersangka pencabulan santriwati di Ponpes Shiddiqiyah, Losari, Ploso, Jombang, berlangsung.
Petugas dari Polda Jatim dan Polres Jombang mencari keberadaan MSAT di ponpes mulai pukul 08.00 WIB, Kamis 7 Juli 2022. Upaya itu berakhir pada pukul 23.00 WIB, saat anak kiai kondang di Jombang itu menyerahkan diri.
Sebelumnya, upaya jemput paksa gagal dilakukan. Bahkan, Kapolres Jombang sempat dinasihati oleh ayah dari MSAT. Sang kiai itu meminta polisi untuk pergi dari ponpes karena menilai kasus anaknya merupakan urusan keluarga dan fitnah.
Advertisement
Kapolda Jatim, Irjen Nico Afinta mengungkap polisi sudah bersiap di ponpes sejak pukul 08.00 WIB. Mereka kemudian telah beromunikasi dengan orangtua MSAT.
Polisi pun mengamankan sejumlah simpatisan MSAT. Polisi mengamankan sejumlah orang untuk menyisir keberadaan MSAT yang jadi buron.
Ada ratusan orang yang diangkut menggunakan tiga truk milik kepolisian. Mereka terdiri dari relawan, simpatisan, dan santri.
"Dan akhirnya yang bersangkutan menyerahkan diri. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak. Kita semua harus patuh dengan hukum," ujar Nico.
"Proses ini terjadi karena adanya korban. Yang bersangkutan menyerahkan diri dari dalam ponpes setengah jam yang lalu atau sekitar pukul 23.00 WIB," lanjut dia.
Dia mengatakan, pihaknya akan koordinasi dengan Kejaksaan untuk membawa tersangka MSAT ke pengadilan.
Menurut dia, MSAT tidak kooperatif selama penyelidikan hingga penyidikan kasus pelecehan seksual itu. MSAT sendiri ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019 lalu. "Dari Februari-April surat panggilan pertama dan kedua tidak hadir, dua hari lalu tim turun melakukan penjemputan. Namun, yang bersangkutan tetap tidak mau menyerahkan diri," tutur Nico.
Kini, MSAT tengah ditahan di Polda Jawa Timur sembari menunggu penyerahan tahap dua berkas kasus pencabulan, barang bukti dan tersangka ke kejaksaan.
"Januari 2022 berkas dinyatakan lengkap oleh Kejati Jatim, kami punya kewajiban menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan. Prosesnya dilakukan mengedepankan preemtif agar MSAT dapat menyerahkan diri untuk ditahapduakan," ujarnya, Kamis malam.
Nasib Simpatisan
Terkait simpatisan MSAT, Nico meminta waktu agar penyidik bekerja terlebih dahulu dan melakukan administrasi. Polisi menduga mereka menghalang-halangi penangkapan MSAT.
"Yang menghalang-halangi masih diproses pemeriksaan di Polres Jombang, ada 320 orang simpatisan," ujar Nico.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Dirmanto mengatakan, total seluruhan pendukung MSAT yang diamankan polisi berjumlah sekitar 320 orang. Ratusan orang itu yang berasal dari berbagai daerah itu diamankan polisi dari dalam pondok pesantren.
"Kita sudah berupaya mengamankan sejumlah 320 orang simpatisan, di mana 20 orang di antaranya adalah anak-anak," tegas Dirmanto, Kamis 7 Juli 2022.
Dia menambahkan, polisi masih melakukan upaya pemilahan terhadap simpatisan MSAT. Sebab, para simpatisan itu diidentifikasi berasal dari berbagai kota seperti, Malang, Banyuwangi, Semarang, Jogja, dan juga dari luar Jawa.
Advertisement
Ancaman Hukuman
"Ini masih kita pilah karena banyak yang dari luar kota, bahkan ada dari Lampung" ujar Dirmanto.
Dirmanto menjelaskan, pihaknya akan mempidanakan pendukung MSAT yang turut menghalangi penangkapan pelaku pencabulan itu. Hal itu sesuai dengan ancaman Pasal 19 UU Nomor 2 tahun 2022 menghalangi-halangi upaya penyidikan.
"Seperti yang tadi salah satunya, DD sudah kami tangkap, menghalangi-halangi upaya penyidikan. Kasus pelecehan seksual, kalau menghalangi ancaman hukuman 5 tahun," jelas Dirmanto.
Sebelumnya, polisi sempat melakukan upaya penangkapan terhadap MSAT pada Minggu malam, (3/7/2022). Ratusan polisi mengepung sekitaran Pondok Pesantren Majmal Bahrain atau Ponpes Shiddiqiyyah Jombang yang diduga tempat persembunyian tersangka.
Sayangnya, aksi itu dihalang-halangi pendukung MSAT. Penangkapan itu pun gagal.
Izin Ponpes Dicabut
Kementerian Agama (Kemenag) resmi mencabut izin operasional Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono, mengatakan pencabutan izin ditandai dengan nomor statistik dan tanda daftar pesantren yang telah dibekukan.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” tegas Waryono seperti dikutip dari siaran pers diterima, Kamis (7/7/2022).
Waryono menyatakan, tindakan tegas tersebut diambil karena salah satu pemimpinnya yang berinisial MSAT menjadi pelaku kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri.
Selain itu, pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.
"Pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama. Kemenag mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut," tegas Waryono.
Waryono memastikan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kankemenag Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.
“Yang tidak kalah penting agar para orang tua santri ataupun keluarganya dapat memahami keputusan yang diambil dan membantu pihak Kemenag. Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri," pungkas Waryono.
Advertisement