Alasan MK Tolak Permohonan Ganja untuk Medis

MK berpendapat, jenis narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan dan atau terapi, belum dapat terbukti telah dilakukan pengkajian dan penelitian bersifat komprehensif dan mendalam secara ilmiah.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Jul 2022, 12:33 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2022, 12:33 WIB
pasangan suami-istri Santi Warastuti dan Sunarta berharap Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan bijak terkait penggunaan ganja untuk kepentingan medis
pasangan suami-istri Santi Warastuti dan Sunarta berharap Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan bijak terkait penggunaan ganja untuk kepentingan medis

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait legalisasi ganja medis untuk alasan kesehatan. Amar putusan dibacakan oleh Ketua MK Mahkamah Konstitusi saat persidangan.

"Satu, menyatakan permohonan pemohon V dan VI tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Rabu (20/7/2022).

Di antara pertimbangannya, MK berpendapat, jenis narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan dan atau terapi belum dapat terbukti telah dilakukan pengkajian dan penelitian bersifat komprehensif dan mendalam secara ilmiah.

"Dengan belum ada bukti ihwal pengkajian dan penelitian secara komprehensif, maka keinginan para pemohon sulit dipertimbangkan dan dibenarkan oleh Mahkamah untuk diterima alasan rasionalitasnya, baik secara medis, filosofis, sosiologis, maupun yuridis," kata Hakim MK Suhartoyo.

Adapun putusan MK ini dilakukan dalam rapat pemusyawaratan hakim oleh sembilan hakim konstitusi yaitu Anwar Usman, Aswanto, Suhartoyo, Daniel Yusmic P Foekh, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Mahanan M.P.

Sementara itu, berkenaan dengan fakta fakta hukum dalam persidangan yang menegaskan bahwa beberapa negara telah secara sah menurut undang-undangnya memperbolehkan pemanfaatan narkotika secara ilegal, hal tersebut tidak serta merta dapat digeneralisasi bahwa negara negara yang belum atau tidak melegalkan pemanfaatan narkotikan secara bebas kemudian dapat dikatakan tidak mengoptimalkan manfaat narkotika dimaksud.

Untuk diketahui, sidang putusan perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020 terkait aturan penggunaan ganja medis ini diajukan oleh Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Naflah Murhayanti. Mereka adalah ibu dari penderita celebral palsy.

Mereka meminta MK untuk mengubah Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis.

Pro-Kontra Usulan Legalisasi Ganja Medis

Usulan legalisasi ganja untuk medis telah bergulir sejak lama, namun pembahasannya alot karena menuai pro dan kontra.

Di tengah proses permohonan uji materi UU Narkotika ke MK, DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) tentang wacana legalisasi ganja medis ini. 

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaidi Mahesa menanggapi positif, pemaparan dari Profesor Musri Musman, peneliti ganja dari Universitas Sylah. Menurut Desmond apa yang disampaikan soal payung hukum penggunaan ganja medis yang bertabrakan dengan beleid narkotika harus segera ditata ulang.

"Kalau dari gambaran tadi kan ada hal-hal tidak logis dalam UU Narkotika yang lama, karena itu kita akan memperbaharui," kata Desmond saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 30 Juni 2022.

Desmond pun berpikir, kebijakan baru sebagai payung hukum terhadap ganja untuk kebutuhan medis akan ditangani oleh sebuah badan khusus. Terkait kewenangan badan tersebut, dia berjanji untuk melakukan pembahasan lebih mendalam.

"Pikir saya berarti nanti ada badan yang mengelola dan mengawasi, nanti di UU yang akan datang, kita keluarkan ganja tapi ada badannya, apakah di bawah BNN atau Kementerian Kesehatan. Itu yang menjadi catatan yang akan kita pikirkan dalam merumuskan UU, berarti ada badan." jelas dia.

Pembahasan soal ganja medis terpantik dari suara publik usai aksi Santi Warastuti viral karena mendorong kebijakan legalisasi ganja medis untuk anaknya yang menderita cerebral palsy.

Namun Musri Musman, peneliti ganja dari Universitas Sylah yang juga Ketua Pembina Yayasan Sativa ini mengatakan bahwa payung hukum untuk hal terkait masih belum mendukung sebab bertabrakan dengan beleid narkotika.

"Kita melihat kepedulian kita pada hal ini bersentuhan dengan Pasal 8 UU nomor 35 tahun 2009 (tentang narkotika) yang tidak dapat kita gunakan untuk tujuan medis. Itu tentu yang menjegal para peneliti untuk memanfaatkan ganja ini dalam kapasitasnya menolong sesama," kata Musri dalam kesempatan yang sama.

"Saran saya, agar mudharat daripada bahwa dia tidak bisa digunakan untuk medis itu diminimumkan atau dikeluarkan dari UU Narkotika Nomor 35 Tahun 2009," sambung dia.

Bagaimana Ganja Medis Bisa Tangani Cerebral Palsy, Ini Penjelasan Peneliti Ganja
Ilustrasi minyak CBD (Cannabidiol). (Sumber foto: Pexels.com).

Kemenkes Bakal Bahas Regulasi Ganja Medis Perbesar

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan, Kementerian Kesehatan akan segera menerbitkan regulasi terkait riset ganja medis, Senin 4 Juli 2022.

"Dalam waktu dekat akan kita bahas regulasi," kata Dante, mengutip Merdeka.

Namun, ia menegaskan, bahwa regulasi yang akan dikeluarkan untuk tumbuhan ganja dipakai demi keperluan medis, bukan untuk dikonsumsi.

"Iya bakal dikasih bukan ganja hisap tapi soal lain untuk medis," tegasnya.

Pekan lalu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin juga telah memberi tanggapan terkait penggunaan ganja untuk medis. Senada dengan Dante, Menkes menyebut, Kementerian Kesehatan RI sudah melakukan kajian dan akan segera mengeluarkan regulasinya.

"Kami sudah melakukan kajian (soal ganja untuk medis). Nanti sebentar lagi akan keluar regulasinya," ucap Budi Gunadi saat berdialog dengan wartawan di Gedung Kementerian Kesehatan RI Jakarta pada Rabu, 29 Juni 2022.

Budi mengatakan yang perlu diperhatikan dalam penelitian ganja medis terkait bagaimana mengontrol fungsi penelitian. Fungsi penelitian ini harus sejalan dengan fungsi medis dari ganja.

"Tinggal masalah bagaimana kita mengontrol untuk fungsi penelitian. Nanti kalau sudah lulus penelitian, produksinya (ganja) harus kita jaga sesuai dengan fungsi medisnya."

Dalam kajian ganja untuk medis, Budi Gunadi Sadikin menambahkan, penelitian dilakukan tidak hanya oleh Kemenkes saja, melainkan melibatkan perguruan tinggi. Namun, ia tak menyebut perguruan tinggi mana saja yang ikut terlibat dalam penelitian ganja untuk medis.

"Yang melibatkan penelitian enggak hanya di Kemenkes, tapi juga perguruan tinggi. Karena balik lagi tahap pertamanya, harus ada penelitian. Ini (ganja) bisa dipakai untuk layanan atau produk medis apa saja," tambahnya.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com

Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Pro Kontra Legalisasi Ganja Untuk Obat Medis (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya