Moeldoko: Potensi Radikalisme Meningkat di Tahun Politik 2023-2024

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, potensi radikalisme akan meningkat pada tahun politik 2023-2024. Moeldoko menyebut, adanya radikalisme itu akibat politik identitas.

oleh Andrie Harianto diperbarui 20 Okt 2022, 14:04 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2022, 13:52 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko saat bertemu Masyarakat dan Forkopimda kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, Selasa (18/10/2022). (Foto:Liputan6/Lizsa Egaham)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut, potensi radikalisme akan meningkat pada tahun politik 2023-2024. Moeldoko menyebut, adanya radikalisme itu akibat politik identitas.

"Situasi internal kita juga perlu aware bahwa dinamika pada tahun politik dan potensi radikalisme akibat politik identitas, survei BNPT pada tahun 2020 potensi radikalisme 14 persen itu data dalam kondisi dalam kondisi anomali saat pandemi," kata Moeldoko saat jumpa pers di Kantor KSP, Jakarta, Kamis (20/10).

"Tahun politik pada 2023-2024 kedepan ada kecenderungan akan meningkat," sambungnya.

Moeldoko mengatakan, adanya radikalisme di tahun politik mesti menjadi kesadaran bersama. Pemerintah juga tidak sembarangan melabeli seseorang adalah radikal. Sebab, Badan Nasional Indonesia Terorisme (BNPT) sudah punya kajian untuk menyatakan seseorang radikal atau tidak.

"Ini sebenarnya sebuah situasi untuk membangun awarness tentang radikalisme jadi ini perlu kita announce agar kita semua memiliki awarness, itu intinya lebih kesana, berikutnya stigma tentang radikalisme itu apakah buatan menurut versi pemerintah, apakah kenyataannya tidak seperti itu," ucapnya.

"Mungkin ini saya sarankan nanti untuk bertanya langsung kepada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT karena mereka memiliki standar seseorang itu dinyatakan masuk kelompok ini dan itu pasti ada standarnya, gak mungkin asal-asalan kan," pungkas Moeldoko.

Kemiskinan Menurun

Selain itu, Moeldoko mengklaim bahwa angka kemiskinan menurun di tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, per 22 Maret 2022 angka kemiskinan turun dari 9,71 persen menjadi 9,54 persen.

"Ada perbaikan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem, per 22 Maret angka kemiskinan turun menjadi 9,54 persen atau 26,16 juta orang dari sebelumnya 9,71," kata Moeldoko.

Sedangkan, per 21 September 2022 angka kemiskinan ekstrem turun dari 4 persen menjadi 3,79 persen. Kemudia, angka stunting menurun di tahun 2021 menjadi 24,4 persen.

"Per 21 September angka kemiskinan ekstrem turun 3,79 dari sebelumnya 4 persen, stunting juga demikian terus menurun dari tahun 2018 sebanyak 28 persen pada 2021 menjadi 24,4 persen dan target pemerintah pada 2024 menjadi 14 persen," ucap Moeldoko.

Lebih lanjut, Moeldoko juga memamerkan bantuan sosial yang diberikan pemerintah untuk masyarakat hingga tahun 2022. Bantuan sosial itu bertujuan untuk menggerakkan daya beli masyarakat.

"Pemerintah juga memberikan bantuan sosial seperti program keluarga harapan dan bantuan program non tunai, BLT, dana desa, kartu sembako, JKN, bantuan pendidikan, BLT minyak goreng, PKL, warung dan lain," ucapnya.

"Ini hal-hal yang bisa menggerakkan bagaimana daya beli masyarakat itu bertumbuh dengan baik sehingga hasilnya apa, inflasi dan pertumbuhan relatif terjaga dengan baik," kata Moeldoko.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya