Liputan6.com, Jakarta - Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa mempersilakan terdakwa Putri Candrawathi bila ingin mengajukan pembantaran atau penundaan penahanan untuk menjalani perawatan usai terkonfirmasi positif Covid-19.
Tawaran dari majelis hakim ini diberikan apabila dari Tim Penasihat Hukum Putri Candrawathi menilai jika tim dokter di Rutan Salemba, Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) kurang mampu memberikan perawatan.
"Saudara penasihat hukum, kalau seandainya rumah sakit kejaksaan dipandang tidak mampu, silakan lakukan bantaran," kata Hakim Ketua Wahyu sebelum sidang ditutup, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
Advertisement
Kendati demikian, Tim Penasihat Hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis menanggapi, pihaknya saat ini telah meminta agar kliennya bisa dirawat dokter pribadi hingga sembuh dari Covid-19. Jaksa mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit Kejaksaan.
"Kami seandainya tidak bisa dilakukan pembantaran, kami cuma ingin klien kami dirawat sekali dua kali kunjungan," jelas Arman.
Â
Minta Dokter Pribadi
Usai sidang, Tim Penasihat Hukum Putri, Arman Hanis mengatakan, pihaknya tengah mengajukan adanya dokter pribadi yang mendampingi dan memberikan perawatan kepada kliennya terdakwa Putri Candrawathi, usai dipastikan terpapar Positif Covid-19.
"Sehingga kami melakukan mengajukan permohonan untuk dokter pribadi klien kami dapat melakukan perawatan," kata Arman usai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
Opsi dokter pribadi ini, lanjut Arman, diminta apabila opsi pembantaran dari Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit (RS) tidak bisa dikabulkan majelis hakim.
"Jadi kalaupun tidak bisa pembantaran, klien kami juga bisa untuk melakukan perawatan untuk klien kami bisa cepat," tegas Arman.
Â
Advertisement
Sidang Daring
Sebelumnya, Putri Candrawathi harus menjalani sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat secara daring karena terpapar Covid-19. Putri pun ditemani perwakilan kuasa hukum dari Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI.
Arman Hanis selaku kuasa hukum mengaku sempat menjenguk Putri beberapa waktu lalu. Saat itu, Putri sudah mengeluh tak enak badan hingga mengalami flu.
"Saya menyampaikan kepada petugas Rutan untuk dilakukan tes antigen atau PCR. Setelah saya balik dilakukan tes itu, tadi pagi saya sampai ke sini diinformasikan jaksa bahwa klien kami terkonfirmasi positif Covid," kata Arman.
Adapun alasan Putri dihadirkan secara virtual dari Rutan Kejaksaan Agung (Kejagung) Cabang Salemba, karena yang bersangkutan turut terpapar positif Covid-19.
"Izin bapak untuk terdakwa PC kami dapat informasi terkait kesehatan terdakwa PC. Hasil laboratorium klinik Adhyaksa, beliau positif covid. Namun jika berkenan kami hadirkan via online," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat sidang di PN Jakarta Selatan, Selasa (22/11).
"Bagaimana?" tanya Hakim Ketua Djuyamto merespon informasi tersebut.
"Tidak keberatan," ujar JPU.
Dakwaan Pembunuhan Berencana
Dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa total lima tersangka yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Mereka didakwa turut secara bersama-sama terlibat dengan perkara pembunuhan berencana bersama-sama untuk merencanakan penembakan pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.
Atas perbuatannya, kelima terdakwa didakwa sebagaimana terancam Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP yang menjerat dengan hukuman maksimal mencapai hukuman mati.
Sedangkan hanya terdakwa Ferdy Sambo yang turut didakwa secara kumulatif atas perkara dugaan obstruction of justice (OOJ) untuk menghilangkan jejak pembunuhan berencana.
Atas hal tersebut, mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 221 ayat (1) ke 2 dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP.
"Timbul niat untuk menutupi fakta kejadian sebenarnya dan berupaya untuk mengaburkan tindak pidana yang telah terjadi," sebut Jaksa.
Â
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement