Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) menetapkan penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tunggal tindak pidana di sektor jasa keuangan. Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah menilai terdapat hal penting dalam Pasal 49 beleid tersebut yang harus menjadi perhatian.
“Jika aturan dalam UU PPSK ditafsirkan secara letter lijk ketentuan mengenai penyidik tunggal, maka tidak ada gunanya lagi badan-badan khusus di lembaga penegak hukum lain yang menangani kejahatan di sektor keuangan," kata Herdiansyah dalam keterangan diterima, Rabu (11/1/2023).
Baca Juga
"Ini yang menjadi dasar kenapa penyidik tunggal dianggap bermasalah,” imbuh dia.
Advertisement
Menurut Herdiansyah, ada dua cara untuk melakukan koreksi terhadap ketentuan bermasalah dalam Pasal tersebut. Pertama dikoreksi oleh pembuatnya sendiri, dalam hal ini pembentuk UU (DPR dan Pemerintah/Eksekutif) yang kita sebut dengan legislatif review. Kedua, dikoreksi melalui mekanisme judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Batu ujinya berkenan dengan prinsip kepastian hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 28 D ayat (1) UUD 1945," urai dia.
Selain itu, Herdiansyah menilai potensi konflik kepentingan sangat besar dalam aturan baru tesebut. Dia meyakini, akan sulit jika nantinya terduga pelakunya justru berasal dan internal OJK sendiri.
"Mestinya aparat penegak hukum (kepolisian) tetap diberikan kewenangan serupa, jadi conflict of interest bisa dihindari. Dengan demikian, tidak akan ada kesan jeruk makan jeruk," ujar Herdiansyah.
Selain itu, kata Herdiansyah, OJK berpotensi memiliki kecenderungan pilah-pilih kasus. Sebab, penanganan perkara oleh penyidik OJK bergantung kepada kepentingan lembaga dan pejabatnya semata.
"Potensi abuse of power juga akan sangat besar. Tak tertutup kemungkinan kewenangan sebagai penyidik tunggal ini akan membuka ruang transaksi jual beli perkara jika tidak disertai dengan konsep pengawasan yang memadai, baik secara internal maupun eksternal. Ini jelas kondisi yang berbahaya," kata Herdiansyah.
UU PPSK
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah diberi kewenangan menjadi satu-satunya institusi yang memiliki hak untuk melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Hal itu diatur dalam Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Hal itu tercantum dalam Pasal 49 ayat (5). Artinya, selain sebagai regulator dan pengawas, OJK juga bertugas sebagai instansi tunggal yang melakukan penyidikan.
"Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan," demikian bunyi Pasal 49 ayat (5).
Advertisement