Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, kasus aparatur sipil negara (ASN) yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak hanya di Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Menurutnya, hal serupa yang belakangan menimpa Kemenkeu juga kerap terjadi di instansi negara lainnya.
"Saya peringatkan kepada K/L dari sekarang yang seperti ini (Rafael Alun) banyak, orang beli proyek seakan tidak ada apa-apa, tapi dia buat perusahaan cangkang di situ, istri bikin ini-itu yang tidak jelas juga siapa pelanggannya, (tapi) uang bertumpuk di situ," ujar Mahfud Md saat jumpa pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Baca Juga
Dia menyatakan, tindakan transaksi yang mencurigakan dan diduga pencucian uang dilakukan oleh para ASN tidak semuanya mampu terjangkau oleh menteri atau kepala lembaga.
Advertisement
Oleh sebab itu, Mahfud meminta jika temuan itu ditemukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) maka aparat penegak hukum (APH) yang akan mengerjakan, seperti Kejaksaan, Polri, dan KPK.
"Menteri tidak sanggup menjangkau sampai situ makanya ada APH, nanti kita kerjakan. Itu bukti pencucian uang, menteri bisa tidak tahu bahwa ada uang seperti itu dan memang di luar kuasa menteri," kata Mahfud.
Dia menjelaskan, selama ini pelanggar pencucian uang belum terlalu dikonstruksi dengan kasus pencucian uang meski beleid yang mengaturnya ada yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang TPPU. Hanya segelintir dari mereka yang dijerat dengan aturan tersebut.
"Hanya 1,2,3 lah orang dihukum karena TPPU, padahal itu (angka) jauh lebih besar dari korupsi," jelas Mahfud.
Mahfud kemudian mengusulkan, saat ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki soal TPPU terhadap pegawainya, maka langsung saja diteruskan ke aparat penegak hukum (APH) seperti KPK, Kejaksaan, dan Polri.
Mahfud Md Sebut Laporan PPATK soal Rafael Alun ke KPK Sudah Sejak 2013
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud Md mengtakan, laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo sudah disampaikan sejak 2013.
Dia pun bertanya kelanjutan ini kepada lembaga antirasuah, yang langsung dibalas oleh Ketua KPK Firli Bahuri dengan jawaban tidak tahu.
"Pak ini kok belum ditindaklanjuti? loh saya belum tahu bos,” kata Mahfud saat menirukan percakapannya dengan Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (11/3/2023).
Atensi Mahfud lalu ditindaklanjuti oleh KPK dengan pemanggilan kepada yang bersangkutan. Melalui hasil klarifikasi dan penelusuran, ditemukanlah catatan kekayaan yang tidak dilaporkan oleh Rafael sebesar Rp500 miliar.
"Setelah diperiksa ulang semua transaksinya itu, ada Rp500 M, yang terkait dengan dia, dilaporkan Rp56 M, yang tidak terlaporkan (Rp500 M), tapi ini bukan bukti hukum ya, ini finanncially intelligent” jelas Mahfud.
Dia mengaku, dengan temuan itu negara belum bisa menindak yang bersangkutan. Sebab, konstruksi hukum harus dibangun dari transaksi janggal.
"Harus dibangun dulu konstruksi hukumnya. Kan aneh masa orang gaji sekian lalu punya perusahaan-perusahaan yang tidak beroperasi tapi uangnya banyak? ada hotel agak sederhana tapi pemasukan banyak? tidak ada yang tidur juga di situ misalnya, itu Rp 500 M itu tindak pidana pencucian uang,” Mahfud Md menandasi.
Advertisement
Minta Aparat Turun Tangan Saat Ada Laporan TPPU dari Kementerian
Menko Polhukam Mahfud Md merasa geram saat tahu dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo jumlahnya mencapai setengan triliun.
Mahfud Md lalu meminta PPATK melakukan penelisikan lebih jauh. Hasilnya, ditemukan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun dari 647 orang pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada medio 2009-2023.
Penelisikan Mahfud tidak sampai di situ. Dugaan terkait pidana pencucian uang ini makin diperkuat dengan sampling yang dilakukan terhadap 7 orang dari 197 kasus yang dilaporkan berunsur TPPU. Hasilnya, terdapat angka Rp60 triliun hanya dari 7 kasus.
“Dari 7 kasus itu TPPU-nya sudah dihitung Rp 60 T dari 7 kasus TPPU,” kata Mahfud Md saat jumpa pers di kantornya, Jumat 10 Maret 2023.
Mahfud menjelaskan, selama ini pelanggar money laundering belum terlalu dikonstruksi dengan kasus pencucian uang meski beleid yang mengaturnya ada yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 2010 Tentang TPPU. Hanya segelintir dari mereka yang dijerat dengan aturan tersebut.
“Hanya 1, 2, 3 lah orang dihukum karena TPPU, padahal itu (angka) jauh lebih besar dari korupsi,” ucap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Penanganan TPPU Bisa Diambil Alih Penegak Hukum Lain Jika Tak Ada Progress
Mahfud kemudian mengusulkan, saat ada permintaan ke kementerian untuk diselidiki soal TPPU terhadap pegawainya, maka langsung saja diteruskan ke aparat penegak hukum (APH) seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri.
“Saya berpikir kalau sebulan tidak ada perkembangan, saya ambil saya pindah karena saling ngambil sendiri tidak bisa, begitu masuk satu diolah sendiri tidak jalan tidak boleh pindah ke aparat lain itu salah satu penyebab macet,” jelas dia.
Meski begitu tidak menutup kemungkinan, saat sudah ditangani oleh aparat penegak hukum namun belum ada perkembangan maka akan dipindah ke aparat lain.
Mahfud Md mencontohkan, saat perkara tersebut ditangani kejaksaan namun belum ada progress, maka dapat diambil alih KPK.
“Nanti akan kita panggil sekian lama tidak ada perkembangan? Pindah dari misal Kejaksaan ke KPK, berdasarkan kesepakatan antarpimpinan. Kalau menunggu undang-undang dibuat kita kesulitan lagi menyelesaikannya,” katanya menutup.
Advertisement