Liputan6.com, Jakarta Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa dengan hukuman mati terkait kasus penjualan barang bukti narkoba jenis sabu. Atas Tuntutan Jaksa itu, Teddy Minahasa tetap bersikap biasa saja.
Dari pantauan Merdeka.com di ruang sidang PN Jakarta Barat, Teddy yang mengenakan baju batik bernuansa merah muda, biru, kuning, dan hitam langsung beranjak dari kursi sidang pascamendengar amar tuntutan jaksa.
Advertisement
Setelahnya Teddy pun langsung bersalaman dengan tim kuasa hukumnya. Salah satunya ada yang mencoba memeluk Teddy.
Nampak dari raut mukanya tidak ada gundah gelisah tergambarkan. Namun dirinya hanya melontarkan senyum sambil melambaikan tangan ke awak media.
Tak lama setelahnya, Teddy langsung meninggalkan ruangan dan kembali ke ruang tahanan Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Teddy Minahasa sebelumnya dituntut hukuman mati atas kasus penjualan barang bukti narkoba jenis sabu. Surat tuntutan dibacakan di PN Jakbar Kamis (30/3).
"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Irjen Teddy Minahasa dengan pidana mati. Dengan perintah terdakwa tetap berada ditahan," kata Jaksa Penuntut Umum, Kamis (30/3/2023).
Jaksa menilai, Irjen Teddy telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana peredaran narkotika jenis sabu.
Dalam kasus ini, Jaksa menilai Irjen Teddy Minahasa melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan secara tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram," ucap Jaksa.
Pleidoi Teddy Minahasa
Pengacara Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea memastikan, kliennya akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana mati terkait kasus peredaran narkoba. Menurut Hotman, isi pleidoi Teddy Minahasa akan berfokus pada pelanggaran hukum acara.
"Jadi pleidoi kami akan fokus ke arah pelanggaran hukum acara yang serius," kata Hotman Paris di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Hotman menilai, salah satu pelanggaran yang dilanggar dalam persidangan ini adalah bukti chat Whatsapp yang dipenggal-penggal dan hanya kurang dari 10 persen yang diajukan ke persidangan. Menurutnya, hal itu jadi salah satu bukti adanya pelanggaran hukum acara dalam kasus yang menjerat kliennya itu.
"Salah satu contohnya adalah WA dari Teddy Minahasa tanggal 24 September, menyatakan musnahkan, tidak pernah ditunjukan ke saksi manapun. Untuk penyerahan 3 Oktober dan sebagainya, Teddy Minahasa sudah perintahkan musnahkan. Semua saksi juga menyatakan musnakahkan. Ahli bahasa tidak ditanyakan. Banyak hal-hal yang bisa menjadikan bahwa dakwaan tersebut batal demi hukum," tutur Hotman.
Atas dasar itu, kata Hotman, ia memohon tuntutan terhadap Teddy Minahasa bisa batal demi hukum. "Menurut Undang-undang hukum acara tidak boleh dilanggar. Akibatnya dakwaan batal demi hukum," ucap Hotman.
Sebelumnya, mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus peredaran narkoba. Tuntutan dibacakan saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (30/3/2023).
"Menjatuhkan terhadap terdakwa pidana mati dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar salah satu Jaksa.
Jaksa menilai, Irjen Teddy Minahasa terbukti bersalah menjadi perantara dalam jual-beli narkoba jenis sabu.
Jaksa mengatakan, Teddy Minahasa Putra bersama-sama dengan Dody Prawiranegara, Syamsul Ma'arif dan Linda Pujiastuti alias Anita telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana jual beli narkoba jenis sabu.
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com
Advertisement