Liputan6.com, Jakarta - Nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sering disebut dalam materi gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), baik yang diajukan kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, maupun kubu capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Dalam sidang perdana gugatan Pemilihan Presiden (Pilpres), Rabu (27/3/2024) kemarin, Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (THN AMIN) Ari Yusuf Amin menyampaikan sederet keterlibatan Presiden Jokowi dalam penyelenggaraan Pemilihan Presiden 2024.
Baca Juga
Pertama, Presiden Jokowi dianggap terlibat mengkondisikan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, sehingga pemilu tak berjalan dengan netral.
Advertisement
Keterlibatan tersebut yakni adanya putusan batas usia minimal capres-cawapres yang memberi karpet merah untuk anak sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai kandidat Pilpres 2024.
"Mengenai perubahan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden yang diubah di menit terakhir pendaftaran capres-cawapres, sehingga anak presiden yang belum berumur 40 tahun dapat ikut pencalonan," kata Ari dalam persidangan PHPU Pilpres 2024 di MK.
Selain itu, terjadi manipulasi pilihan pemilih yang bertujuan untuk mengarahkan untuk mengubah pilihan pemilih dengan cara-cara yang manipulatif.
"Dan ketiga manipulasi terhadap proses pemungutan dan penghitungan suara," ucap dia.
Timnas AMIN juga mempersoalkan, penunjukan ketua panitia seleksi (Pansel) komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketua pansel diketahui merupakan anggota staf presiden dan loyalis Presiden Jokowi.
"Akibatnya proses yang tidak netral dari awal itu telah menyebabkan pelanggaran asas dan prinsip penyelenggaraan Pemilu," ujar dia.
Lebih lanjut, Ari juga menilai Presiden Jokowi memanfaatkan para menterinya dan menggerakkan penjabat kepala daerah hingga aparat kepolisian untuk memenangkan pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Presiden Joko Widodo juga memanfaatkan para pembantunya di kabinet dan apapun kekuasaan lainnya untuk menggerakkan jajaran penjabat kepala daerah, kepolisian, dan TNI, hingga aparat pemerintah di level terendah, seperti kepala desa dan perangkat desa mereka di intervensi dan digerakkan untuk kemenangan pasangan calon 2," ucap Ari.
Demikan juga disampaikan anggota THN AMIN lainnya, Bambang Widjajanto. Dia menyebut, bahwa Presiden Jokowi membiarkan para menterinya terlibat dalam kampanye Prabowo-Gibran.
"Sebagai upaya untuk memenangkan kontestasi, Presiden Jokowi ternyata juga menggerakkan atau setidak-tidaknya membiarkan beberapa anggota menteri kabinet terlibat dalam kampanye paslon 02 serta pejabat negara lainnya," kata Bambang di Gedung MK, Rabu.
Beberapa menteri yang disebut terlibat antara lain Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri Erick Thohir, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Komunikasi Budi Arie Setiadi, dan Wakil Menteri Agraria Juli Antoni.
Mereka diduga melakukan berbagai kegiatan kampanye untuk mendukung pasangan Prabowo-Gibran pada kontestasi Pilpres 2024.
Skema Nepotisme Jokowi
Sementara itu, anggota tim hukum Ganjar-Mahfud, Annisa Ismail mengungkapkan tiga skema nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penyelenggaraan Pilpres 2024.
Hal itu disampaikan Annisa saat membacakan permohonan dalam sidang perdana sengketa Pilpres 2024 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (27/3/2024).
"Pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan masif) yang dipermasalahkan dalam permohonan a quo adalah nepotisme yang melahirkan abuse of power terkait koordinasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo semata-mata demi memastikan agar paslon 2 (Prabowo-Gibran) memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran," kata Annisa.
Annisa menjabarkan, skema nepotisme pertama yang dilakukan Presiden Jokowi yakni memastikan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju dalam pilpres 2024.
"Skema pertama, nepotisme yang dilakukan guna memastikan Gibran Rakabuming Raka memiliki dasar untuk maju sebagai kontestan dalam pilpres 2024 yang dimulai dengan dimajukannya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wali kota Surakarta," ungkap Annisa.
Untuk meloloskan Gibran dalam kontestasi pilpres 2024, maka Presiden Jokowi melibatkan paman Gibran yang merupakan Ketua Hakim MK yakni Anwar Usman.
"Lalu keikutsertaan Anwar Usman dalam perkara nomor 90 tahun 2023 sampai dengan digunakannya termohon untuk menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang mana akhirnya keduanya dinyatakan melanggar etika," ucapnya.
Kemudian, skema nepotisme kedua, mengatur agar pihak-pihak yang berada di lingkaran Presiden Jokowi memegang posisi penting yang berhubungan dengan Pilpres 2024.
"Guna menyiapkan jaringan yang diperlukan untuk mengatur jalannya Pilpres 2024 yang dimulai dengan dimajukannya orang-orang dekat Presiden Joko Widodo untuk memegang jabatan penting sehubungan dengan pelaksanaan Pilpres 2024. Khususnya ratusan pejabat kepala daerah," ujar Annisa.
Terakhir, Presiden Jokowi mengadakan pertemuan dengan pejabat desa hingga pusat serta memobilisasi bantuan sosial.
"Nepotisme yang dilakukan untuk memastikan agar paslon 02 memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran yang dilakukan dengan berbagai cara, mengadakan pertemuan-pertemuan dengan berbagai pejabat di berbagai lini mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah desa," jelas dia.
"Yang kemudian dikombinasikan dengan politisasi bansos sebagaimana terlihat dari aspek waktu pembagian, aspek jumlah yang dibagikan, aspek pembagi bantuan sosial, dan tentunya aspek penerima bansos," Annisa menambahkan.
Advertisement
Respons Istana
Staf Khusus Presiden Dini Purwono menanggapi soal nama Presiden Jokowi yang ikut diseret dalam sidang sengketa Pemlihan Umum 2024 (Pemilu 2024) di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menegaskan, sidang sengketa hasil Pemilu 2024 merupakan kewenangan MK.
"Terkait perselisihan hasil Pemilu 2024 sudah menjadi ranah Mahkamah Konstitusi. Konstitusi dan peraturan perundang-undangan telah menyediakan mekanisme hukum dan jalur konstitusional yg dapat ditempuh oleh peserta Pemilu yg tidak menerima penetapan Pemilu oleh KPU," kata Dini kepada wartawan, Kamis (28/3/2024).
Dia mengingatkan pihak-pihak terkait harus bisa membuktikkan tuduhan-tuduhan yang disampaikan dalam persidangan MK. Untuk itu, pihak Istana masih menunggu pembuktian atas tuduhan yang disampaikan persidangan.
"Dalam setiap upaya hukum dikenal dan berlaku asas umum bahwa siapa pun yang mendalilkan sesuatu wajib untuk membuktikan dalil-dalil atau tuduhan tersebut," ucap dia.
"Jadi, kita lihat saja bagaimana nanti proses pembuktian di persidangan dan kita tunggu putusan MK," sambung Dini.
Dini menuturkan hingga kini pemerintah belum berencana menyiapkan pembelaan. Menurut dia, pemerintah merasa tak perlu terlibat dalam sidang sengketa Pemilu 2024.
"Iya, pemerintah tidak melihat relevansi dalam hal ini karena Pemerintah bukan pihak dalam sengketa Pilpres dan karenanya tidak ada alasan untuk terlibat dalam persidangan MK," jelas Dini.
Sementara itu, Presiden Jokowi enggan mengomentari soal namanya ikut diseret-seret dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia menekankan dirinya tak mau mengomentari apapun yang berkaitan dengan sidang di MK.
"Loh saya tidak mau berkomentar yang berkaitan dengan MK ya," kata Jokowi kepada wartawan di Mercure Hotel Ancol, Jakarta Utara, Kamis (28/3/2024).