Komnas HAM Soroti Tantangan Perlindungan bagi Pembela HAM di Indonesia

Atnike menyampaikan bahwa pihaknya telah memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan pembela HAM selama beberapa periode.

oleh Hisyam Adyatma diperbarui 27 Sep 2024, 15:01 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2024, 15:01 WIB
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro saat menghadiri diskusi publik bertajuk “Peluncuran dan Diseminasi Hasil Penelitian Catatan Kelabu Perlindungan Pembela HAM 2014-2023” yang diselenggarakan oleh Kaukus Perempuan Pembela HAM pada Jumat (27/9/2024) di Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Hisyam Adyatma)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro, menyoroti tantangan yang dihadapi dalam melindungi para pembela hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, khususnya dalam interaksi mereka dengan aparat penegak hukum.

Hal ini disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk “Peluncuran dan Diseminasi Hasil Penelitian Catatan Kelabu Perlindungan Pembela HAM 2014-2023” yang diselenggarakan oleh Kaukus Perempuan Pembela HAM pada Jumat (27/9/2024) di Jakarta Pusat.

Dalam kesempatan tersebut, Atnike menyampaikan bahwa pihaknya telah memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan pembela HAM selama beberapa periode.

“Komnas HAM sudah memiliki SOP untuk pelindungan pembela HAM yang salah satu hal yang dilakukan adalah melakukan asesmen apakah seseorang atau sekelompok orang merupakan pembela HAM dan ketika orang tersebut menghadapi ancaman khususnya ancaman hukum, maka Komnas HAM bisa mengeluarkan surat keterangan pembela HAM,” Ujar Atnike.

SOP tersebut memungkinkan Komnas HAM untuk mengeluarkan surat keterangan bagi mereka yang dianggap sebagai pembela HAM dan sedang menghadapi ancaman, terutama ancaman hukum. Salah satu contohnya adalah kasus Haris-Fatia yang mendapat surat keterangan dari Komnas HAM sebagai bentuk perlindungan.

Meskipun telah ada mekanisme perlindungan, Atnike mengakui bahwa peran lembaganya belum sepenuhnya dipahami oleh aparat penegak hukum.

“Peran yang kedua ini nampaknya belum banyak diketahui atau dipahami oleh aparat penegak hukum, terutama pengadilan,” jelasnya.

“Sehingga tidak semua usulan Komnas HAM untuk pemberian pandangan hak asasi kemudian diterima atau bahkan dapat dihadirkan di dalam pengadilan secara langsung,” tambahnya.

 

Konsep Perlindungan Pembela HAM

Atnike menyayangkan minimnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap konsep perlindungan pembela HAM, yang membuat rekomendasi atau pandangan dari Komnas HAM sering kali diabaikan.

Padahal, kata dia, tindakan membela HAM sudah diakui dan dilindungi oleh undang-undang, termasuk dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Atnike sendiri menyatakan bahwa Komnas HAM telah mengatasi ini dengan mendorong penerapan mekanisme restorative justice. Namun, ia juga mengakui bahwa mekanisme ini belum sepenuhnya diterima, baik oleh aparatur negara maupun masyarakat.

“Kita mengusulkan misalnya mekanisme restoratif justice atau mediasi ya,” ujar Atnike.

“Tapi itu tidak selalu bisa diterima baik oleh aparatur negaranya sendiri maupun kalau dalam konteks masyarakat kadang-kadang masyarakat itu terbelah ya, ada yang mau dimediasi, ada juga yang tidak,” tambahnya.

infografis Hari HAM Sedunia
Kondisi HAM di negara Asia Tenggara
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya