Liputan6.com, Jakarta Komisi Yudisial (KY) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) berkoordinasi dalam rangka menangani kasus hakim nakal, seperti salah satunya yang belakangan tengah diusut, yakni tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang terlibat perkara suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai menyampaikan, koordinasi sebenarnya rutin dilakukan oleh kedua lembaga negara tersebut. Namun untuk kali ini ada beberapa hal serius yang dibicarakan.
Baca Juga
“Yang pertama, sebagaimana diketahui Komisi Yudisial itu kewenangannya pada wilayah etik. Tetapi tentu saja di dalam pemeriksaan oleh KY, kadang-kadang di dalam pemeriksaan wilayah etik itu sebetulnya ada hal-hal yang kami yakini ada hal yang bersifat pidana. Tapi kan ketika kami rasakan itu pidana, kewenangan kami tidak sampai ke situ," ujar Amzulian di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2024).
Advertisement
Menurut Amzulian, dalam rapat koordinasi kali ini pihaknya mengulas persoalan etik yang bersinggungan dengan dugaan tindak pidana agar kemudian Jaksa Agung ST Burhanuddin menjalankan kewenangannya.
"Pak Jaksa Agung berkenan nanti menindaklanjuti kalau ada hal-hal yang bersifat pidana, yang tentu saja secara teknis dibicarakan oleh tim kami lebih lanjut," jelas dia.
Amzulian mengaku turut membicarakan soal kelanjutan kasus hukum terhadap tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Gregorius Ronald Tannur. Diketahui, Komisi Yudisial menjadi lembaga yang pertama kali menyatakan adanya pelanggaran etik berat terhadap majelis hakim itu.
"Yang atas dasar itu lah kami menyatakan ketiga hakim itu direkomendasikan untuk dipecat. Jauh sebelum dilakukan OTT. Nah memang proses untuk dipecat itu dibentuk MKH, Majelis Kehormatan Hakim. MKH itu bisa dibentuk atas usul Komisi Yudisial bagi seorang hakim yang akan dipecat, atau atas usul Mahkamah Agung," ungkapnya.
Meski begitu, dia menegaskan kerja sama antara KY dan Mahkamah Agung (MA) sampai dengan saat ini tetap sangat baik, dan bahkan tidak ada halangan saat mengusulkan pembentukan MKH. Adapun MKH terdiri dari tiga hakim agung dan empat anggota Komisi Yudisial.
"Yang umumnya itu adalah berakhir dengan pemecatan. Dan memang mesti diketahui hakim itu ada dua jabatan. Satu sebagai hakim, yang satu lagi sebagai PNS. Kadang-kadang publik bertanya, kok dipecat sebagai hakim, tapi PNS-nya masih jalan? Tapi umumnya kalau sudah dipecat dari hakim tentu boleh dikatakan berakhirlah karier yang bersangkutan," kata Amzulian.
Jaksa Agung ST Burhanuddin menambahkan, pihaknya tentu siap berkoordinasi dan mendalami setiap informasi yang disampaikan Komisi Yudisial terkait penanganan kasus hakim nakal.
"Tentunya apa yang disampaikan, kita akan melihat apa yang disampaikan. Tentunya kalau itu semua dengan suatu pernyataan yang memang akurat, ya kita dalami," ujar Burhanuddin.
Baca juga Kejagung Siap Periksa Hakim Nakal: Tergantung Keterangan Zarof Ricar
Kejagung Bongkar Suap Tiga Hakim PN Surabaya dan Makelar Kasus di MA
Sebelumnya, Rabu (23/10/2024), Kejagung menetapkan tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur sebagai tersangka kasus dugaan suap atau gratifikasi. Tiga hakim tersebut adalah ED, HH, dan M.
Selain ketiga hakim tersebut, penyidik Jampidsus Kejagung juga menetapkan pengacara Ronald Tannur yang berinisial LR sebagai tersangka selaku pemberi suap.
Majelis hakim PN Surabaya tersebut memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur dari dakwaan pembunuhan Dini Sera Afriyanti. Atas putusan itu, Kejaksaan Negeri Surabaya menyatakan kasasi dan keluarga Dini Sera melaporkan majelis hakim PN Surabaya ke KY.
Perkara bebasnya Gregorius Ronald Tannur merembet ke mana-mana. Setelah tiga majelis hakim PN Surabaya ditetapkan tersangka karena diduga menerima suap, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menangkap Zarof Ricar yang diduga sebagai makelar kasus tersebut.
Terhitung uang Rp20 miliar disita Kejagung saat menggeledah rumah hingga apartemen milik tiga hakim PN Surabaya. Sementara saat menggeledah rumah Zarof Ricar, penyidik dikagetkan dengan temuan uang asing dengan total nilai mendekati Rp1 triliun.
"Menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA, dalam bentuk uang ada yang rupiah, ada yang mata uang asing," tutur Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (25/10/2024).
"Yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah Rp920.912.303.714 dan emas batangan seberat 51 kilogram," sambungnya.
Ronald Tannur sendiri kembali ditangkap Kejagung di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (27/10/2024). Penangkapan tersebut terkait dengan eksekusi putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan.
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum terkait terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti, dengan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 tahun.
Dengan demikian, MA membatalkan vonis Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur yang sebelumnya menjatuhkan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur.
Baca juga Tahu Istrinya Suap Hakim PN Surabaya, Ayah Ronald Tannur Bakal Diperiksa Kejagung
Advertisement