Liputan6.com, Jakarta - Upaya jajaran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mendorong penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/204) dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dinilai merupakan bagian dari adopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) yang juga merupakan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Hikmahanto Juwana.
Baca Juga
"Pasalnya, Indonesia tidak meratifikasi perjanjian FCTC tersebut, namun Kemenkes memasukkan poin-poin dalam perjanjian internasional tersebut ke dalam PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes, termasuk penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, seperti yang diatur pada FCTC Pasal 11," ujar Hikmahanto, melalui keterangan tertulis, Minggu (1/12/2024).
Advertisement
Dia menegaskan, sudah seharusnya Indonesia menolak FCTC dan segala bentuk adaptasinya. Menurut dia, rancangan Permenkes yang terus didorong oleh jajaran Kemenkes membuat Indonesia mendapatkan intervensi dari luar negeri dalam menentukan kebijakan.
"Tindakan diam-diam mengadopsi ketentuan FCTC ke dalam kebijakan Kemenkes ini mencoreng kemerdekaan bernegara," ucap Hikmahanto.
Dia menyatakan, kondisi ini membuat Indonesia seolah-olah tidak punya kebebasan untuk menentukan kebijakan.
"Jangan ketentuan yang dibuat di luar negeri diterapkan di Indonesia. Kalau seperti ini, menunjukkan Indonesia masih dijajah oleh negara lain," papar Hikmahanto.
Padahal, menurut dia, dalam beberapa kesempatan, Indonesia telah melawan penerapan aturan yang sejalan dengan FCTC di Amerika Serikat dan Australia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dia mengatakan, tindakan perlawanan itu harus terus dilanjutkan demi menjaga kedaulatan Indonesia.
"Kita harus konsisten. Jangan sampai lembaga tertentu menggunakan Kemenkes untuk melawan pihak lainnya, seperti Kementerian Keuangan. Dulu kan kita sudah pernah diadu domba waktu dijajah. Masa sekarang mau diadu domba lagi. Hilangkan ego sektoral masing-masing," terang Hikmahanto.
Â
Harus Terus Dilanjutkan
Hikmahanto menjelaskan dirinya bukan perokok, namun faktanya tidak dapat dipungkiri bahwa industri tembakau di Indonesia telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar di berbagai wilayah.
Dia menilai, perekonomian yang dibangun pun sangat besar, bahkan berkontribusi signifikan sebagai pendapatan negara melalui cukai rokok.
"Maka, aturan yang pertama kali dicetuskan oleh jajaran Kemenkes ini menjadi tindakan yang sembrono. Penolakan dari berbagai pihak pun terus bermunculan, bahkan dari Kementerian dan lembaga terkait lainnya yang menjadi pembina industri tembakau," kata Hikmahanto.
Selain itu, dia juga mengungkapkan dampak positif terhadap ekonomi dan sosial dari industri tembakau tidak bisa dikesampingkan oleh jajaran Kemenkes.
"Saya menyayangkan adanya aturan ini hanya karena desakan dari pihak tertentu yang ingin mengadopsi FCTC. Kalau diterapkan, pemerintah akan mematikan industri tembakau," ucap Hikmahanto.
"Ketentuan FCTC ini tidak boleh diadopsi dan menjadi hukum di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek," sambung dia.
Hikmahanto meminta pemerintah agar fokus pada aturan yang sudah berlaku dan mengedukasi masyarakat secara komprehensif terkait dampak rokok tanpa mematikan industrinya di Indonesia.
"Oleh karena itu, sesuai semangat Bapak Presiden Prabowo, kita harus tahu apa yang kita mau. Kita sebagai negara yang besar harus menolak intervensi. Kalau ada aturan itu harus sesuai kebutuhan, bukan karena dorongan asing," tandas dia.
Advertisement