DPR Minta Kemenag dan Kemendikdasmen Duduk Bersama soal Rencana Libur Sekolah Sebulan Saat Ramadan

Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad Alaydus merespons wacana libur selama ramadan sebulan penuh.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 05 Jan 2025, 02:21 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2025, 02:21 WIB
Bulan Ramadan Momentum Anak-Anak Belajar Al-Quran
Anak-anak membaca kitab suci Al-Quran di Kampung Quran Alkholidin Cinere, Depok, Senin (13/5/2019). Momentum bulan Ramadhan 1440 H dimanfaatkan anak-anak usai pulang sekolah untuk membaca dan menghapal Quran secara bersama-sama untuk menambah amalan ibadah puasa. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief Muhammad Alaydus merespons wacana libur selama ramadan sebulan penuh.

Dia meminta Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) duduk bersama membahas rencana tersebut.

Menurut dia, rencana libur selama ramadan sebulan penuh merupakan hal yang baik, jika ditujukan guna memberikan kesempatan para siswa untuk menjalankan ibadah dengan optimal sehingga dapat meningkatan sisi spritualitas mereka

"Tujuan libur selama ramadan sangat baik. Para siswa kita bisa fokus ibadah dan belajar agama. Kami mendukung rencana itu," kata Habib Syarief dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2024).

Menurut dia, rencana libur selama amadan itu harus dimatangkan, karena tinggal dua bulan lagi. Kemenag dan Kemendikdasmen harus duduk bersama membahas rencana tersebut, sehingga program tersebut bisa terlaksana dengan baik.

Pasalnya, hingga saat ini belum ada format yang jelas dan detail terkait libur selama ramadan. Masih banyak pertanyaan yang muncul.

"Pertanyaan-pertanyaan itu yang harus dijawab, sehingga sekolah dan orang tua siswa tidak bingung dan bertanya-tanya lagi," jelas Habib Syarief.

Sebab, kata dia, jika kegiatan selama ramadan diserahkan penuh kepada orang tua, maka meraka akan kesulitan mengaturnya. Apalagi jika kedua orang tua sama-sama bekerja. Bahkan, walaupun salah satu orang tua tidak bekerja, mereka tetap akan kesulitan.

Kalau anak-anak mengisi liburan ramadan hanya di rumah, maka mereka akan cepat bosan. Orang tua pun akan kesulitan dan dikhawatirkan anak-anak akan semakin sering bermain gawai di rumah.

 

"Ini harus segera dirumuskan, sehingga sekolah dan madrasah bisa bersiap menyambut Ramadhan dan menyusun kegiatan yang akan dilaksanakan," kata dia.

 

P2G Minta Pemerintah Kaji Lebih Dalam

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) merespons soal wacana pemerintah  yang ingin ada libur sekolah selama bulan Ramadan. Disebut hal ini perlu kajian yang mendalam.

"Harus dikaji secara holistik, jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur," kata Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, dalam keterangannya, Sabtu (4/1/2025).

 Dia juga melihat, jika wacana ini terjadi, maka terjadi kekhawatirakn di guru sekolah maupun madrasah swasta karena gaji mereka akan berkurang signifikan jika siswa libur sebulan penuh, lantaran orang tua pun keberatan membayar iuran SPP karena anaknya libur sekolah.

"Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan. Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah idul fitri keluarga meningkat," ungkap Satriwan.

Selain itu, dia juga melihat setiap ramadan jam belajar memang berkurang atau mendapatkan penyesuaian. Jadi sebenarnya bisa tetap masuk sekolah, namun jadwal pembelajaran dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.

"Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang. Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan ramadan. Sisanya sekolah mengadakan program pesantren pamadan. Jadi opsinya ada banyak," jelas Satriwan.

Menurut dia, ramadan bisa jadi momentum siswa dan guru meningkatkan literasi, baik literasi agama seperti membaca dan mempelajari kitab suci, sejarah Islam, kajian karakter tokoh, atau literasi umum.

 

Pembelajaran Tetap Dibutuhkan

Proses pembelajaran intrakurikuler tetap dibutuhkan meskipun bulan ramadan. Sebab sekolah dan guru sudah merancang perencanaan pembelajaran di awal tahun ajaran baru.

"Jika siswa libur selama puasa, akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal," kata Satriwan menjelaskan.

Satriwan juga melihat, lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orang tua jika sekolah diliburkan. Jika siswa dan guru sepenuhnya libur, fungsi pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orang tua.

"Tapi faktanya orang tua yang bekerja atau punya aktivitas lain, tidak dapat mengawasi dan membimbing anak selama libur. Orang tuanya tidak libur, tetap mencari nafkah di luar rumah," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya