MK Hapus Presidential Threshold, Perindo Ingatkan PR untuk DPR dan KPU Buat Aturannya

Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 05 Jan 2025, 13:30 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2025, 13:30 WIB
Massa aksi unjuk rasa kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pilkada berhasil menggeruduk halaman Gedung MK, Jakarta Pusat.
Massa aksi unjuk rasa kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas UU Pilkada berhasil menggeruduk halaman Gedung MK, Jakarta Pusat. (Nanda Perdana Putra).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Perindo Ferry Kurnia Rizkiyansyah menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024.

Menurut Ferry, putusan MK tersebut soal presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden menjadi langkah besar untuk memperkuat demokrasi Indonesia.

"Kami bersyukur dan mengapresiasi setinggi-tingginya putusan ini. Mahkamah Konstitusi telah menunjukkan jati dirinya sebagai the guidance of constitutional democracy, menjadi penuntun dalam menjaga konstitusi kita," ujar Ferry dalam keterangan diterima, Minggu (5/1/2025).

Namun, dia memastikan hal itu menjadi pekerjaan rumah atau PR besar kepada para pembuat Undang-Undang (UU), yakni DPR untuk menyusun revisi UU Pemilu yang sesuai dengan putusan MK.

"Sebagai lembaga legislatif, DPR memiliki peran krusial untuk memastikan bahwa perubahan ini diakomodasi tanpa celah untuk menunda pelaksanaannya," wanti Ferry.

Selain itu, sebagai mantan komisioner KPU RI, Ferry juga memberi atensi terhadap regulasi turunan seperti Peraturan KPU (PKPU) untuk segera disiapkan untuk memastikan mekanisme pencalonan presiden dan wakil presiden berjalan tanpa kendala. Dia pun berjanji, sebagai bagian dari sistem politik, partainya akan berdiri bersama rakyat untuk mengawal prosesnya.

"Perindo bersama masyarakat sipil akan terus mengawal proses ini, memastikan tidak ada pengabaian terhadap substansi putusan MK," janji Ferry.

Pria karib disapa Kang Ferry meyakini, penghapusan ini selaras dengan Pasal 6A UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap partai politik peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

 

Harapkan Miliki Hak Setara

Gedung MK
Suasana di luar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat saat berlangsungnya sidang sengketa Pilpres 2024. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Apalagi, menurut Ferry, aturan presidential threshold selama menjadi hambatan bagi partai non-parlemen seperti Perindo, yang telah lolos verifikasi administratif dan faktual selama dua pemilu terakhir.

"Sebagai partai peserta pemilu, kami seharusnya memiliki hak setara untuk mencalonkan presiden. Presidential threshold justru menghambat proses demokrasi yang konstitusional," ungkap mantan komisioner KPU RI ini.

Ferry pun optimistis bahwa dengan dihapusnya presidential threshold, peluang bagi partai politik untuk mengajukan calon presiden yang berkualitas akan semakin terbuka.

"Ini adalah langkah untuk mengimplementasikan ruang demokrasi sebagai daulat rakyat secara nyata. Partai politik harus menjadi penggerak utama demokrasi, bukan penghalang," ucap dia.

"Dengan adanya putusan ini, ruang demokrasi semakin terbuka. Ini adalah kemenangan bukan hanya bagi pemohon, tetapi juga untuk seluruh rakyat Indonesia," imbuh Ferry menandasi.

 

MK Hapus Syarat Ambang Batas 20 Persen untuk Pencalonan Presiden

Dukung Mahkamah Konstitusi, Akademisi dan Aktivis Kritisi Sikap DPR
Forum Guru Besar menilai sikap DPR yang ingin menganulir putusan MK adalah bentuk ancaman serius terhadap demokrasi dan konstitusi Indonesia. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu untuk seluruhnya.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

MK berpendapat, jelas Suhartoyo, Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut MK, kata dia, Pasal 222 yang mengatur terkait persyaratan ambang batas pencalonan capres-cawapres hanya dapat dicalonkan oleh parpol dengan minimal 20 persen kursi DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tegas Suhartoyo.

Sebagai informasi, putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024. Diketahui, uji materi itu akhirnya dikabulkan MK setelah diuji sebanyak 27 kali dengan lima amar putusan ditolak dan sisanya tidak dapat diterima.

 

Presidential Threshold Dihapus, MK Beri 5 Pedoman ke DPR dan Pemerintah untuk Revisi UU Pemilu

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK)
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6/Putu Merta)

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam amar putusan tersebut, MK juga meminta pembuat undang-undang, DPR dan pemerintah untuk melakukan rekayasa melalui revisi UU Pemilu agar pasangan calon presiden dan wakil presiden di pilpres mendatang tetap dengan jumlah yang proporsional.

"Dalam revisi Undang-Undang Pemilu, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra saat sidang putusan uji materil terkait di Gedung MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.

Saldi memastikan MK akan memberi pedoman terhadap pembentuk undang-undang, yaitu satu, partai politik yang berhak mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah mereka yang sah menjadi peserta pemilu.

Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

"Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih," jelas Saldi.

Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.

"Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan Undang-Undang Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaran pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation," Saldi menandasi.

Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Beda Putusan MK dan DPR Terkait Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya