Liputan6.com, Jakarta - Koordinator dan Pendiri Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyambangi Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis (30/1/2025).
Kedatangannya untuk melaporkan dugaan korupsi dalam penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) buntut pemagaran di laut utara atau pagar laut di Tangerang, Banten.
Baca Juga
"Saya datang kesini dalam rangka ada dua hal sebenarnya, satu memastikan apakah betul ada surat perintah penyelidikan. Kedua, memasukkan surat laporan resmi atas dugaan korupsi dalam penerbitan surat kepemilikan HGB maupun HM di lahan laut Utara Tangerang," ujar Boyamin kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).
Advertisement
Dia mengatakan, penerbitan sertifikat tersebut diduga palsu, sehingga disinyalir telah melanggar Pasal 9 Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Terbitnya serifikat itu saya meyakininya palsu, karena tidak mungkin bisa diterbitkan karena itu di tahun 2023," ucap Boyamin.
Dalam laporannya, Boyamin turut membawa dokumen, melampirkan nama saksi-saksi yang bersedia diperiksa. Boyamin juga memasukan nama Nusron Wahid yang dianggap sebagai saksi ahli kunci karena pernah membatalkan sejumlah sertifikat di lahan tersebut.
"Saya secara personal baru ketemu sekali dengan beliau Jadi saya ajukan sebagai saksi pejabat. Karena memang ada keterangan beliau mendukung apa yang saya lakukan," pungkas dia.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, pihaknya akan mempelajari laporan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
"Tentu nanti akan dipelajari, ditelaah apa yang menjadi esensi dari laporan yang bersangkutan," kata Harli kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).
"SOP yang ada di kita bahwa setiap laporan pengaduan itu tentu harus dikaji, ditelaah apakah memang ada terindikasi, ya dari kajian itu, tentu akan dilihat dari dalilnya, dilihat hukumnya," tambah dia.
Â
Kejagung Terus Pantau Perkembangan
Disisi lain, Kejaksaan Agung juga terus memantau perkembangan di lapangan. Terlebih, Kejagung masih menunggu proses pendalaman yang dilakukan oleh Kementerian KKP.
"Mengapa? Karena kita mengharapkan jika misalnya kementerian atau lembaga ini dalam pemeriksaan pendahuluannya menemukan ada peristiwa pidana di sana, tentu kita akan lihat peristiwa pidana seperti apa. Apakah ada peristiwa pidana terindikasi tidak pidana korupsi atau bukan," ucap Harli.
Dia menegaskan, Kejaksaan Agung akan bergerak jika menemukan indikasi tindak pidana korupsi seperti suap atau gratifikasi. Namun, jika terkait dengan kejahatan umum seperti pemalsuan, maka akan menjadi kewenangan lembaga lain.
"Nah di sini yang harus mengapa sehingga kami harus mendahulukan dulu terhadap kementerian atau lembaga yang menjadi leading sector," ujar dia.
"Jadi kalau misalnya kita dahulukan, katakanlah KKP, kementerian kelautan, melihat bagaimana posisi masalahnya, lalu misalnya menurut kementerian di sana ada ditemukan indikasi peristiwa pidana, nanti dilihat peristiwa pidananya apakah peristiwa pidananya itu lebih kepada street crime, kejahatan umum, atau special crime, kejahatan khusus misalnya. Nah kalau kejahatan khusus, nah itu kewenangan kita," Harli menandaskan.
Â
Advertisement
Aparat Hukum Lakukan Penyelidikan
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memecat terhadap delapan pegawainya. Sanksi ini diberikan terkait atau buntut pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Menurutnya, sanksi berat pemecatan ini diberikan kepada delapan orang itu karena apa yang dilakukan mereka masih dalam produk tata usaha negara yaitu penerbitan sertifikat.
"Karena produknya itu adalah produk tata usaha negara, katun, keputusan tata usaha negara maka sanksinya adalah sanksi administrasi negara yaitu adalah masalah dicopot dan sebagainya," kata Nusron kepada wartawan usai rapat bersama dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Meski begitu, perkara ini bisa saja masuk ke dalam ranah pidana. Jika memang ditemukan atau menyajikan dokumen palsu dalam penerbitan sertifikat.
"Kecuali kalau disitu ada unsur-unsur mens rea misal dia yang bersangkutan terima suap, terima sogokan atau apa, itu baru masuk pidana. Tapi tidak menutup kemungkinan dokumen-dokumen yang disajikan oleh pihak-pihak pemohon itu adalah dokumen-dokumen yang tidak benar," tegasnya.
"Misal dokumen palsu atau dokumen apa, itu mungkin bisa masuk dalam ranah pidana di ranah pidana adalah kemalsuan dokumen," sambungnya.
Jika memang masuk ke dalam ranah pidana, atau adanya dugaan suap, kader Partai Golongan Karya (Golkar) ini memastikan, aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan sudah siap bekerja.
"Sepanjang pemeriksaan kita ya memang belum menemukan itu kalau di internal kita. Tapi kalau masalah suap dan tindak pidana yang lain kan sebetulnya itu bukan lagi kewenangan kementerian," ucapnya.
"Itu kewenangan APH bisa di polisi, bisa di Kejaksaan dan mereka APH ini sudah on going jalan, sudah berjalan untuk proses sampai ke sana," pungkasnya.
Â
Nusron Pecat 8 Pegawai ATR Kasus Pagar Laut
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid memberikan sanksi berat berupa pemecatan kepada delapan pegawai buntut pagar laut di perairan Tangerang Banten.
"Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai," kata Nusron saat rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, di Senayan, Jakarta, Kamis (30/1).
Delapan pegawai tersebut di antaranya berinisial JS, SH, ET, WS,YS, NS, LM, dan KA. Nusron pun menjabarkan jabatan dari delapan pegawai tersebut.
"Kami hanya sebut inisial. Yang pertama adalah JS, Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tangerang pada masa itu. Kemudian SH, Ex-Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran. Kemudian ET, Ex-Kepala Seksi Survei dan Pementaan," jelasnya.
"Kemudian WS, Ketua Panitia A. Kemudian YS, Ketua Panitia A. Kemudian NS, Panitia A. Kemudian LM, Ex-Kepala Survei dan Pementaan setelah ET. Kemudian KA, Ex-PLT, Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran," sambung dia.
Advertisement