PKPU Terhadap Bukalapak Dinilai Akal-Akalan, Kuasa Hukum: Mereka Ingin Ciptakan Klaim Tagihan yang Belum Berkekuatan Hukum Tetap

Sengketa ini bermula dari perjanjian sewa-menyewa antara PT BukaLapak dan PT Harmas Jalesveva. Sebagai tanda jadi, BukaLapak membayar uang muka sebesar Rp 6 miliar.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 13 Feb 2025, 12:30 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2025, 09:45 WIB
Ilustrasi Bukalapak (Dok: Bukalapak)
Ilustrasi Bukalapak (Dok: Bukalapak)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Kuasa hukum PT BukaLapak.com Ranto Simajuntak menilai permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT Harmas Jalesveva sebagai upaya akal-akalan untuk menciptakan klaim tagihan yang belum berkekuatan hukum tetap.

Permohonan PKPU oleh PT Harmas Jalesveva tercatat dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst.

"Permohonan PKPU ini seperti uji coba. Mereka ingin menciptakan seolah-olah ada utang yang wajib dibayar, padahal putusan yang mereka gunakan masih dalam proses peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Selama perkara ini masih berproses, maka belum memenuhi unsur pembuktian utang yang sederhana, sebagaimana syarat permohonan PKPU dalam pengadilan niaga atau PKPU," kata Ranto saat dihubungi, Kamis (13/2/2025).

"Makanya kita bilang itu mengada-ngada. Dan itu kita bilang akal-akalan dari pihak PT Harmas Jalesveva untuk mencoba meng-PKPU BukaLapak," dia menambahkan.

Dia menjelaskan, sengketa ini bermula dari perjanjian sewa-menyewa antara PT BukaLapak dan PT Harmas Jalesveva. Sebagai tanda jadi, BukaLapak membayar uang muka sebesar Rp 6 miliar. Namun, hingga batas waktu yang dijanjikan, gedung tersebut tak kunjung rampung.

"Gedungnya belum jadi, kita sudah nyetor Rp 6 miliar dan sudah ada fitting di sana untuk segera kita tempati, ternyata mereka tidak pernah menyelesaikan gedungnya sebagaimana waktunya. Sampai saat ini gedungnya belum jadi," ujar dia.

Karena pembangunan tidak kunjung rampung, kata dia BukaLapak memutuskan membatalkan rencana sewa dan meminta uang muka yang pernah disetorkan untuk dikembalikan.

Namun, PT Harmas Jalesveva justru menggugat BukaLapak di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas tuduhan perbuatan melawan hukum.

"Masa BukaLapak yang menyewa tidak melanjutkan sewa karena mereka Wanprestasi, dia mengugat BukaLapak di PN Jaksel dengan gugatan perbuatan melawan hukum karena tidak melanjutkan kepada sewa," ujar dia.

"Ironis. Kami yang dirugikan, tetapi justru digugat karena tidak melanjutkan sewa. Padahal, bagaimana kami bisa menyewa kalau gedungnya tidak pernah selesai?" sambung dia.

Dalam kasus ini, Ranto kemudian menganalogikan seperti seseorang yang ingin mengontrak kamar kos, tetapi pemilik kos meminta uang meskipun bangunannya belum siap dihuni. Ketika penyewa meminta uangnya kembali karena bangunan tak kunjung selesai, justru penyewa yang digugat.

"Kita gak mau perpanjang, sewanya gak lanjut kita minta aja duitnya balik, terus kamu digugat," ujar dia.

Kasus Masih Berjalan

Saat ini, kasus perdata antara PT Harmas dan BukaLapak masih berproses di PN Jakarta Selatan, sementara permohonan PKPU terhadap BukaLapak juga berjalan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Dalam sidang lanjutan PKPU, Buka Lapak menghadirkan Prof Hadi Subhan yang merupakan guru besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR). Adapun keterangannya, klaim utang PT Harmas terhadap BukaLapak tidak memenuhi kriteria utang yang sederhana.

Selain itu, tidak ada kreditur lain yang dapat memenuhi syarat sebagai kreditur tambahan dalam proses PKPU.

"Baik ahli dari pihak kami maupun dari mereka sama-sama menyatakan bahwa utang ini tidak sederhana. Ini penting, karena dalam hukum PKPU, utang harus bersifat sederhana dan jelas," ujar dia.

Ranto optimistis pendapat ahli bisa menjadi pertimbangan hakim dalam menolak permohonan PKPU tersebut. Namun, ia tetap menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan majelis hakim.

"Saya berfikir pendapat ahli bisa menjadi rujukan saja, tapi semua wewenang ada di hakim. Tapi dengan adanya pendapat ahli syarat-syaratnya mereka tidak terpenuhi kemungkinan tidak memenuhi unsur PKPU," ucap dia.

Bukalapak Siapkan Langkah untuk Melawan

Lebih lanjut BukaLapak saat ini tengah menyiapkan dua langkah hukum untuk melawan PT Harmas Jalesveva.

Ranto mengatakan, BukaLapak akan menggugat PT Harmas Jalesveva karena tidak mengembalikan uang Rp 6 miliar yang telah disetorkan untuk menyewa gedung yang tak kunjung selesai. Selain itu, BukaLapak mempertimbangkan untuk menggugat kepailitan PT Harmas Jalesveva atas dasar adanya utang belum dibayarkan.

"Dari sisi hukum, ini bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum karena mereka menahan uang yang seharusnya dikembalikan. Atau bisa juga dianggap sebagai utang yang belum dibayarkan, yang berpotensi kami ajukan ke pengadilan niaga," ujar dia.

Dia berharap proses hukum dapat berjalan secara adil dan transparan, serta meminta perhatian dari pemangku kepentingan terkait.

"Kami hanya ingin hukum ditegakkan secara adil. Jangan sampai pihak yang sebenarnya dirugikan justru dijadikan pihak yang bersalah," tandas dia.

Infografis Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran Telan Anggaran Rp 71 Triliun. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Program Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran Telan Anggaran Rp 71 Triliun. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya