Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, akan mengajukan praperadilan kedua usai hakim tidak mengabulkan gugatan perdananya pada pekan lalu.
“Kami telah mengajukan praperadilan kembali pasca tidak dterima dalam putusan Kamis kemarin,” kata Ketua Tim Hukum, Ronny Talapessy dalam keterangan diterima, Senin (17/2/2025).
Baca Juga
Ronny menjelaskan, praperadilan yang diajukan memuat materi yang berbeda sehingga harus diajukan secara terpisah.
Advertisement
“Kami nilai harus mengajukan 2 permohonan praperadilan bukan digabungkan dalam 1 permohonan praperadilan,” jelas dia.
Menurut dia, hal itu menjadi upaya agar pengadilan memeriksa pokok perkara yang belum diuji di praperadilan pertama.
“Upaya itu dilakukan agar pengadilan melakukan pemeriksaan pokok perkara praperadilan kami yang belum tersentuh dalam putusan,” tutur Ronny.
Maka dari itu, Ronny pun menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan terhadap kliennya ke KPK karena adanya praperadilan jilid dua.
“Ada surat pemanggilan untuk hari Senin (17/2/2025), tapi kami akan mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan,” dia menandasi.
Gugatan Praperadilan Hasto Ditolak, Hakim Singgung KPK Bukan Organisasi Politik
Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Djuyamto menolak praperadilan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Dalam amar pertimbangannya Djuyamto menyinggung soal KPK yang disebut-sebut kubu Hasto bak organisasi politik.
"Sekali lagi Termohon bukan organisasi politik yang menggunakan anasir-anasir politik dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi Termohon sebagai institusi penegak hukum," kata Djuyamto dalam pertimbangannya, Kamis (13/2/2025).
Kubu Hasto yang turut menggugat pimpinan KPK juga disebutkan hakim tidak ada relevansinya di dijadikan pokok gugatan praperadilan. Djuyamto melanjutkan pihak Hasto Kristiyanto seharusnya mengajukan dua gugatan praperadilan penetapan tersangka secara terpisah, yakni terkait kasus suap dan perintangan penyidikan.
"Hakim berpendapat permohonan pemohon seharusnya diajukan dalam dua permohonan praperadilan, bukan dalam satu permohonan," tutur Djuyamto
Pasalnya, menurut Djuyamto, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri menggunakan dua sprindik berbeda untuk penetapan tersangka Hasto Kristiyanto. Kondisi tersebut pun tidak dapat dianulir dengan satu permohonan praperadilan saja, lantaran penggunaan alat bukti yang berbeda.
"Lazimnya pembuktian terhadap dugaan dua tindak pidana yang berbeda tentu menggunakan alat bukti yang berbeda pula, maka konsekuensinya tidak menutup kemungkinan terhadap alat bukti yang digunakan pada masing-masing dugaan tindak pidana berbeda," kata Djuyamto.
Advertisement
Dasar Penilaian Hakim
Penilaian hakim pun tentu berdasarkan atas keabsahan alat bukti permulaan yang digunakan untuk penetapan status tersangka seseorang.
Sehingga dengan hanya satu gugatan praperadilan saja, maka tidak dapat mencukupi syarat formil.
"Yang bisa saja pada satu penetapan tersangka pada satu dugaan tindak pidana dinyatakan sah, sedangkan pada penetapan tersangka pada dugaan tindak pidana lainnya dinyatakan tidak sah oleh hakim," Djuyamto menandaskan.
Praperadilan Hasto Ditolak Hakim
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 dan perintangan penyidikan buron Harun Masiku. Dengan begitu, status tersangka Hasto dinyatakan tetap sah.
"Menyatakan permohonan praperadilan Pemohon tidak dapat diterima, membebankan biaya perkara kepada Pemohon sejumlah nihil," ucap hakim tunggal Djuyamto saat membacakan amar putusannya, Kamis (13/2).
Djuyamto melanjutkan, penyidikan kasus suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Hasto tetap sah dan telah sesuai dengan prosedur. Selain itu Hakim juga memerintahkan KPK untuk melanjutkan perkara tersebut.
Advertisement
