Pakar Soroti Hasil dari Retret Kepala Daerah

Pengamat Politik Airlangga Pribadi Kusman menilai urgensi dari kegiatan tersebut hasilnya sulit diukur.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro Diperbarui 25 Feb 2025, 15:13 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2025, 10:00 WIB
Retret Pembekalan Kepala Daerah 2025 di Lembah Tidar Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah.
Retret Pembekalan Kepala Daerah 2025 di Lembah Tidar Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. (Foto: Puspen Kemendagri).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Retret kepala daerah menjadi sorotan. Pemerintah menilai, kegiatan tersebut penting untuk menyatukan visi misi antara daerah dan pusat saat nantinya mereka memimpin daerah masing-masing. Sementara itu, sebagian publik masih melihat hal tersebut menjadi bentuk pemborosan di tengah kebijakan efisiensi.

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Airlangga Pribadi Kusman menilai urgensi dari kegiatan tersebut hasilnya pun sulit diukur. Menurut dia, berkaca dari kegiatan serupa terhadap para menteri Kabinet Merah-Putih hasilnya dalam 100 hari kerja nyatanya tidak juga memperlihatkan sebuah kekompakan.

"Karena memang model-model arahan seperti retret tidak akan membawa hasil yang baik, terlebih ketika pemerintahan sarat dengan beragam kepentingan politik untuk merebut sumber daya yang tangible, tidak berasas good governance dan menjunjung tinggi supremasi hukum," kata Airlangga seperti dikutip dari keterangan tertulis diterima, Selasa (25/2/2025).

Pengajar Departemen Politik FISIP Univesitas Airlangga ini menjelaskan, contoh kasus pagar laut menjadi salah satu bukti adanya perbedaan pernyataan antara Menteri ATR/BPN dan Menteri Kelautan Perikanan. Contoh lainnya, adalah kebijakan Menteri ESDM soal gas 3KG yang bahkan harus diralat dengan menyebutkan bahwa itu bukan kebijakan Presiden.

"Jika tujuan dari retret adalah memberikan pembekalan, maka secara rutin para kepala daerah pun sudah mendapatkan hal itu dari Lemhanas sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda)," jelas Pengajar Departemen Politik Fisip Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.

 

Khawatir

Airlangga khawatir retret justru berpotensi membalikkan tatanan demokrasi yang telah dibangun yakni dari desentralisasi ke sentralisasi, dari civilian supremacy ke military supremacy, dan dari demokrasi ke autocracy.

"Bukankah prinsip pemerintahan demokrasi adalah value of civilian supremacy? Tapi mengapa diorientasikan di tempat yang justru lebih menginternalisasi nilai-nilai militer seperti sentralisasi, hierarki dan lain-lain,” heran Airlangga

Dia berharap, jangan sampai retret lantas menempatkan kepala daerah tak lebih sebagai perpanjangan tangan dari presiden semata.

"Makna kedaulatan rakyat, sebaiknya kepala daerah tetap selalu dekat dan tidak malah menjauh dari masyarakat yang dipimpin dan dilayani," dia menandasi.

infografis journal
infografis Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah).... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya