Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, terkait kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan perkara korupsi Harun Masiku telah dimulai hari ini, Jumat (14/3/2025), di Pengadilan Tipikor Jakarta.Â
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Rios Rahmanto ini menandai babak baru dalam proses hukum yang telah berjalan panjang. Hasto didakwa atas dua perkara sekaligus, yaitu dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019-2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.Â
Baca Juga
Agenda utama sidang hari ini adalah pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Dakwaan tersebut merinci dugaan keterlibatan Hasto dalam upaya melobi anggota KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR terpilih.Â
Advertisement
Dugaan tersebut melibatkan advokat Donny Tri Istiqomah yang diduga mendapat perintah dari Hasto untuk melakukan lobi kepada Wahyu Setiawan, anggota KPU periode 2017-2022. Selain itu, Hasto juga diduga mengatur agar Donny mengantarkan uang suap kepada Wahyu melalui Agustiani Tio Fridelina.Â
Kasus ini bermula dari penyelidikan KPK terkait kasus Harun Masiku. Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Desember 2024, setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan yang cukup panjang.Â
Sebelum sidang perdana ini, Hasto mengajukan praperadilan untuk menggugat status tersangkanya. Namun, gugatan tersebut ditolak oleh pengadilan. Kini, Hasto menghadapi dakwaan yang menurutnya merupakan "daur ulang" kasus yang sudah pernah diputus.
Dakwaan Daur Ulang?
Hasto Kristiyanto menilai dakwaan yang dilayangkan kepadanya merupakan daur ulang dari kasus sebelumnya yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).Â
"Saya telah mendengarkan dengan seksama, dengan cermat seluruh surat dakwaan yang tadi dibacakan oleh penuntut umum, dan dari situlah saya semakin meyakini bahwa ini adalah kriminalisasi hukum, bahwa ini adalah pengungkapan suatu pokok perkara yang sudah inkrah, yang didaur ulang karena kepentingan-kepentingan politik di luarnya," ujar Hasto di PN Jakarta Pusat.Â
Ia menegaskan bahwa dirinya hanya korban kriminalisasi hukum.
Tim kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, juga menyoroti beberapa kejanggalan dalam dakwaan. Salah satunya terkait uang suap Rp400 juta yang diberikan kepada Wahyu Setiawan. Dakwaan sebelumnya tidak menyebutkan keterlibatan Hasto, namun dakwaan terbaru justru mengaitkannya dengan Hasto.Â
"Bagaimana mungkin KPK yang sama, lembaga yang sama membuat dua dakwaan dengan fakta urayan yang bertolak belakang?" tanya Febri.
Kejanggalan lain terdapat pada tuduhan perintangan penyidikan. Dakwaan menyebutkan Hasto memerintahkan Nurhasan menghubungi Harun Masiku untuk menenggelamkan handphonenya. Hasto membantah keras tuduhan tersebut dan mempertanyakan bagaimana KPK bisa mengklaim adanya informasi penting dalam handphone yang bahkan keberadaannya tidak diketahui.
Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1).
Advertisement
Kronologi Kasus dan Persidangan
Kasus ini bermula dari dugaan keterlibatan Hasto dalam upaya melobi anggota KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR terpilih. Hasto diduga mengatur dan mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk melakukan lobi tersebut kepada Wahyu Setiawan. Lebih lanjut, Hasto juga diduga mengatur agar Donny mengantarkan uang suap kepada Wahyu melalui Agustiani Tio Fridelina.
Hasto ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Desember 2024. Sebelum sidang perdana ini, ia mengajukan praperadilan yang kemudian ditolak. KPK telah menyerahkan berkas perkara Hasto ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada 7 Maret 2025.
Sidang praperadilan telah berlangsung beberapa kali, melibatkan saksi ahli dari kedua belah pihak. Hakim tunggal Djuyamto di PN Jaksel menolak gugatan praperadilan Hasto pada 13 Februari 2025.
