Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggelar rilis survei terbaru terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), salah satunya soal transparansi penegakan hukum.
Hasilnya, sebanyak 50,3 persen responden menyatakan penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum untuk sanksi bagi aparat belum transparan.
Baca Juga
Awalnya, Peneliti LSI Yoes C Kenawas mengulas poin terkait kedudukan penyidik Polri dengan penyidik lembaga lainnya, seperti Kejaksaan, BNN, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Advertisement
"Ada juga yang berpendapat seharusnya kedudukan semua penyidik, baik Polri, Kejaksaan, BNN dan PPNS itu harus setara dan sebanding agar penyidikan lebih efektif," tutur Yoes dalam paparan rilis survei di kawasan Jalan Bangka Raya, Mampang, Jakarta Selatan, Minggu (13/4/2025).
"51,6 persen menyatakan kedudukan semua penyidik harus setara dan sebanding, hanya 22,8 persen yang menyatakan kedudukan penyidik Polri lebih tinggi dari penyidik lainnya," sambung dia.
Kemudian, Yoes memaparkan terkait apakah proses penanganan kasus bagi aparat yang melalukan tindakan kriminal sudah transparan bagi masyarakat.
"Ini contoh-contohnya enggak bisa disebutkan, tapi kalau untuk jadi referensi misalkan kasusnya Ferdy Sambo waktu itu, terus kemudian kasus suap hakim yang menangani kasus Ronald Tannur yang bebas ya waktu itu ya, itu 50,3 persen menyatakan tidak terbuka, 36,9 persen menyatakan sudah terbuka dan sangat terbuka," terang dia.
Â
Proses Penegakan Hukum
Yoes menegaskan, secara umum masyarakat melihat proses penegakan hukum aparat yang terlibat tindak pidana belum transparan. Contoh kasus lainnya yakni pemerasan WNA dalam momen DWP, hingga Bos Prodia.
"Atau kasus-kasus lainnya yang melibatkan penegak hukum lainnya, penjelasan pengadilan itu kan kadang-kadang ada kasusnya terus kemudian hilang, mungkin sudah dipindahkan. Tapi masyarakat melihatnya belum transparan," Yoes menandaskan.
LSI melakukan survei tentang RUU KUHAP pada 22-26 Maret 2025 dengan target populasi survei adalah Warga Negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau telepon selular.
Sampel yang digunakan sebanyak 1.214 responden yang dipilih melalui metode Double Sampling. DS adalah pengambilan sample secara acak dari kumpulan data hasil survei tatap muka LSI yang dilakukan sebelumnya.
Margin of error dalam survei ini diperkirakan kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dan asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.
Advertisement
