Laporan dan proses pemeriksaan Ian alias IP yang mendadak mengakui membunuh Dicky Maulana --pengamen 'punk'-- telah dilakukan Polda Metro Jaya pada Minggu 20 Oktober malam lalu.
Namun, menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, ada 2 poin yang meragukan keterangan Ian. Yang pertama yakni mengenai waktu kejadian di pembunuhan Dicky di bawah jembatan Cipulir, dan yang kedua salah seorang pelaku yang berobat ke Klinik Aminah di sekitar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Dia jelaskan (Ian), kejadian pembunuhan pada malam jam 23.45. Kemudian dia dan 2 temannya, Brengos dan Jubai, bersama-sama membunuh Dicky," kata Rikwanto di kantornya, Jakarta, Senin (21/10/2013).
Padahal, berita acara Andro yang dibacakan persidangan, Dicky dibunuh oleh 6 orang preman lainnya pada pukul 10.00 WIB. Perbedaan keterangan ini memunculkan informasi polisi salah tangkap.
"Tetapi pada pelaksanaannya, IP ini ke atas (jembatan) buat jaga-jaga. Jadi dia yakinkan yang lakukan (pembunuhan) ini Brengos dan Jubai," ujar Rikwanto. Menurut Ian, otomatis, dirinya tidak melihat langsung pembunuhan itu.
Keterangan Ian yang juga diragukan polisi adalah Brengos sempat berobat ke Rumah Sakit Aminah setelah membunuh Dicky, karena tangannya terluka bacok sekitar jam 00.00 WIB.
"Ian bilang bayarannya waktu itu kurang, mereka bayar pakai hp, dan hasil patungan. Setelah membunuh itu, Brengos dan Jubai melarikan diri," tutur Rikwanto.
Rikwanto menegaskan, 2 poin keterangan Ian itu sangat mencolok perbedaannya. Untuk waktu pembunuhan, visum dan rekonstruksi yang sudah dilakukan dan membantah keterangan Ian tersebut.
"Dan untuk Brengos, kita ke Aminah dan didapatkan korban mutasi. Benar ada yang kesana, tapi namanya Khairudin bin Hamzali, karena bacokan jempol tangannya di Kebayoran," ujar Rikwanto.
Namun Rikwanto menyatakan akan tetap melakukan penyelidikan terhadap pengakuan Ian. Sementara itu, meski mengakui membunuh Dicky, Ian tidak dapat ditahan karena tidak memenuhi unsur 2 alat bukti untuk polisi menetapkan tersangka.
"Terlalu cepat bila dikatakan tidak benar. Namun ada hukumannya bila beri keterangan yang tidak benar," pungkas Rikwanto. (Tfq)
Namun, menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto, ada 2 poin yang meragukan keterangan Ian. Yang pertama yakni mengenai waktu kejadian di pembunuhan Dicky di bawah jembatan Cipulir, dan yang kedua salah seorang pelaku yang berobat ke Klinik Aminah di sekitar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Dia jelaskan (Ian), kejadian pembunuhan pada malam jam 23.45. Kemudian dia dan 2 temannya, Brengos dan Jubai, bersama-sama membunuh Dicky," kata Rikwanto di kantornya, Jakarta, Senin (21/10/2013).
Padahal, berita acara Andro yang dibacakan persidangan, Dicky dibunuh oleh 6 orang preman lainnya pada pukul 10.00 WIB. Perbedaan keterangan ini memunculkan informasi polisi salah tangkap.
"Tetapi pada pelaksanaannya, IP ini ke atas (jembatan) buat jaga-jaga. Jadi dia yakinkan yang lakukan (pembunuhan) ini Brengos dan Jubai," ujar Rikwanto. Menurut Ian, otomatis, dirinya tidak melihat langsung pembunuhan itu.
Keterangan Ian yang juga diragukan polisi adalah Brengos sempat berobat ke Rumah Sakit Aminah setelah membunuh Dicky, karena tangannya terluka bacok sekitar jam 00.00 WIB.
"Ian bilang bayarannya waktu itu kurang, mereka bayar pakai hp, dan hasil patungan. Setelah membunuh itu, Brengos dan Jubai melarikan diri," tutur Rikwanto.
Rikwanto menegaskan, 2 poin keterangan Ian itu sangat mencolok perbedaannya. Untuk waktu pembunuhan, visum dan rekonstruksi yang sudah dilakukan dan membantah keterangan Ian tersebut.
"Dan untuk Brengos, kita ke Aminah dan didapatkan korban mutasi. Benar ada yang kesana, tapi namanya Khairudin bin Hamzali, karena bacokan jempol tangannya di Kebayoran," ujar Rikwanto.
Namun Rikwanto menyatakan akan tetap melakukan penyelidikan terhadap pengakuan Ian. Sementara itu, meski mengakui membunuh Dicky, Ian tidak dapat ditahan karena tidak memenuhi unsur 2 alat bukti untuk polisi menetapkan tersangka.
"Terlalu cepat bila dikatakan tidak benar. Namun ada hukumannya bila beri keterangan yang tidak benar," pungkas Rikwanto. (Tfq)