AS (53), ayah siswi SMP di Jakarta Pusat yang beradegan asusila dan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait membantah video yang menyebar di publik atas dasar suka sama suka. Menurut AS, kejadian tak senonoh tersebut itu semua sudah direncanakan oleh teman korban berinisial A (16).
AS mengatakan, anaknya diancam dengan video yang dibuat secara sembunyi-sembunyi oleh FP di ruang kelas VII. AE awalnya hanya berniat mengunjungi temannya, R yang sedang piket di lantai empat, di ruang kelas VII.
"Di dalam kelas tersebut tinggallah korban dan FP. Awalnya mereka ngobrol terus F mulai berbuat kurang ajar memojokkan korban, mencium bibir dan meraba memegang payudara korban," kata AS sambil menangis di Kantor KPAI, Jalan TB Simatupang Nomor 33, Jakarta Timur, Selasa (29/10/2013).
AS sempat tidak bisa melanjutkan keterangannya karena selalu mengusap mukanya, lalu keterangan bantahan dilanjutkan oleh Arist. Arist mengatakan, keluarga korban tidak pernah meminta kepada pihak sekolah untuk keluar. Melainkan hanya izin untuk beberapa saat.
"Tanggal 14 Oktober 2013 kami datang menemui Kepala Sekolah memberitahukan peristiwa yang menimpa putri kami, dan minta izin anak kami tidak bisa mengikuti pelajaran sekolah. Bukan minta pindah sekolah," ujar Arist.
Arist sekali lagi menegaskan, asumsi masyarakat yang dikuatkan oleh penyataan pihak kepolisian jika adegan dalam video tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka tidaklah benar.
"Tindakkan di video yang menyebar itu tidak sepenuhnya. Karena pada bagian awal terjadi ancaman terhadap korban AE (16) pada tanggal 27 September 2013," tandas Arist. (Mvi/Ism)
AS mengatakan, anaknya diancam dengan video yang dibuat secara sembunyi-sembunyi oleh FP di ruang kelas VII. AE awalnya hanya berniat mengunjungi temannya, R yang sedang piket di lantai empat, di ruang kelas VII.
"Di dalam kelas tersebut tinggallah korban dan FP. Awalnya mereka ngobrol terus F mulai berbuat kurang ajar memojokkan korban, mencium bibir dan meraba memegang payudara korban," kata AS sambil menangis di Kantor KPAI, Jalan TB Simatupang Nomor 33, Jakarta Timur, Selasa (29/10/2013).
AS sempat tidak bisa melanjutkan keterangannya karena selalu mengusap mukanya, lalu keterangan bantahan dilanjutkan oleh Arist. Arist mengatakan, keluarga korban tidak pernah meminta kepada pihak sekolah untuk keluar. Melainkan hanya izin untuk beberapa saat.
"Tanggal 14 Oktober 2013 kami datang menemui Kepala Sekolah memberitahukan peristiwa yang menimpa putri kami, dan minta izin anak kami tidak bisa mengikuti pelajaran sekolah. Bukan minta pindah sekolah," ujar Arist.
Arist sekali lagi menegaskan, asumsi masyarakat yang dikuatkan oleh penyataan pihak kepolisian jika adegan dalam video tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka tidaklah benar.
"Tindakkan di video yang menyebar itu tidak sepenuhnya. Karena pada bagian awal terjadi ancaman terhadap korban AE (16) pada tanggal 27 September 2013," tandas Arist. (Mvi/Ism)