Siti Hartati Murdaya menyatakan perusahaan miliknya, PT Hardaya Inti Plantation (HIP), tidak berkepentingan untuk mengurus izin baru perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol. Dengan begitu, kata Hartati, tidak masuk akal jika dirinya menyuap Bupati Buol, Amran Batalipu.
Demikian keterangan Hartati sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan izin hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol dengan terdakwa Totok Lestiyo yang juga mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation. Hartati dalam kasus ini sudah menjadi terpidana.
"Perusahaan saya dalam posisi tidak berkepentingan mengurus izin baru. Sehingga tidak masuk akal kalau disebut saya berkepentingan menyuap (Amran)," kata Hartati dalam kesaksiannnya di sidang PN Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2013).
Dalam keterangannya, Hartati menegaskan, bahwa uang suap yang diberikan kepada Amran murni inisiatif Totok. Pemberian itu dilakukan, aku Hartati, tanpa sepengetahuan dan seizin dirinya.
Dijelaskan Hartati, perusahannya telah memperoleh izin lokasi sejak 1995 yang dibatasi sampai 20 ribu hektare. Sehingga, perusahannya tidak perlu mengurus izin baru.
"PT HIP sudah mendapatkan izin lokasi sebelum tahun 1998 sehingga Undang-undang saat itu memberikan hak atas lahan seluas 75 ribu hektar. Makanya tidak benar HIP menyuap Bupati untuk memaksakan kehendak memperoleh HGU lebih dari 20 ribu hektare," kata dia.
Dia menjelaskan, keputusan Kepala BPN/Menteri Agraria yang membatasi luasan HGU sampai 20 ribu hektare baru pada 1999. Lagipula, keputusan kepala BPN/Menteri Agraria itu, secara hierarkis, di bawah UU Penanaman modal yang menjadi dasar diberikannya izin kepada PT HIP seluas 75 ribu hektar.
Keputusan kepala BPN/Menteri Agraria itu, lanjut Hartati, tidak bisa membatalkan izin lokasi seluas 75 ribu hektar kepada PT HIP. Apalagi PT HIP telah melaksanakan pembangunan kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit, pembukaan jalan ribuan kilometer, pembangunan sarana pelabuhan untuk pengapalan CPO dan berbagai sarana penunjang lain.
"Investasi yang dilakukan PT HIP telah memajukan Kabupaten Buol," katanya.
Kemudian, atas izin lokasi itu, PT HIP telah memperoleh pelepasan kawasan hutan dari Dephut seluas 22.780 hektare dan sisanya sekitar 55 ribu hektare masih dalam proses. Namun, kondisi lahan di dalam HGU seluas 22.780 hektare, 12 ribu hektare di antaranya memiliki medan dengan kondisi sebagian besar jurang dan gunung sehingga tidak bisa ditanami.
"Yang bisa ditanami hanya 8 ribu hektar, sisanya 4.600 hektare ditanam pada lahan yang masih dalam proses pelepasan untuk mencapai luasan yang fleksibel," kata Hartati.
"Saya tegaskan lagi, karena perizinan saya sudah lengkap, jadi tidak perlu lagi HIP menyuap Bupati untuk memaksakan kehendak memperoleh HGU lebih dari 20 ribu hektar," kata mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden tersebut.
Terkait uang sebesar Rp 3 miliar kepada Amran yang diduga suap, Hartati menegaskan, itu sepenuhnya inisiatif Totok tanpa sepengetahuannya.
Hartati juga mengungkapkan pembicaraan dirinya ditelepon dengan Amran dikondisikan Totok. Sedangkan pembicaraan dirinya dengan Direktur Keuangan HIP, Arim, adalah untuk mengarahkan agar Arim tidak mengikuti arahan Totok untuk memberikan sumbangan Pilkada kepada Amran.
"Tapi Arim tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti arah pembicaraan saya. Atau mungkin ada konspirasi untuk membobol dana perusahaan," ujarnya.
"Saya berterima kasih kepada KPK yang telah menangkap oknum karyawan PT HIP. Tanpa adanya tindakan KPK itu tidak akan terbuka dana perusahaan sebesar Rp 3 miliar melayang melalui prosedur menyimpang," kata Hartati. (Yus)
[baca juga: Banding Ditolak, Hartati Murdaya Tetap Dibui 32 Bulan]
Demikian keterangan Hartati sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan izin hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Buol dengan terdakwa Totok Lestiyo yang juga mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation. Hartati dalam kasus ini sudah menjadi terpidana.
"Perusahaan saya dalam posisi tidak berkepentingan mengurus izin baru. Sehingga tidak masuk akal kalau disebut saya berkepentingan menyuap (Amran)," kata Hartati dalam kesaksiannnya di sidang PN Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2013).
Dalam keterangannya, Hartati menegaskan, bahwa uang suap yang diberikan kepada Amran murni inisiatif Totok. Pemberian itu dilakukan, aku Hartati, tanpa sepengetahuan dan seizin dirinya.
Dijelaskan Hartati, perusahannya telah memperoleh izin lokasi sejak 1995 yang dibatasi sampai 20 ribu hektare. Sehingga, perusahannya tidak perlu mengurus izin baru.
"PT HIP sudah mendapatkan izin lokasi sebelum tahun 1998 sehingga Undang-undang saat itu memberikan hak atas lahan seluas 75 ribu hektar. Makanya tidak benar HIP menyuap Bupati untuk memaksakan kehendak memperoleh HGU lebih dari 20 ribu hektare," kata dia.
Dia menjelaskan, keputusan Kepala BPN/Menteri Agraria yang membatasi luasan HGU sampai 20 ribu hektare baru pada 1999. Lagipula, keputusan kepala BPN/Menteri Agraria itu, secara hierarkis, di bawah UU Penanaman modal yang menjadi dasar diberikannya izin kepada PT HIP seluas 75 ribu hektar.
Keputusan kepala BPN/Menteri Agraria itu, lanjut Hartati, tidak bisa membatalkan izin lokasi seluas 75 ribu hektar kepada PT HIP. Apalagi PT HIP telah melaksanakan pembangunan kebun dan pabrik pengolahan kelapa sawit, pembukaan jalan ribuan kilometer, pembangunan sarana pelabuhan untuk pengapalan CPO dan berbagai sarana penunjang lain.
"Investasi yang dilakukan PT HIP telah memajukan Kabupaten Buol," katanya.
Kemudian, atas izin lokasi itu, PT HIP telah memperoleh pelepasan kawasan hutan dari Dephut seluas 22.780 hektare dan sisanya sekitar 55 ribu hektare masih dalam proses. Namun, kondisi lahan di dalam HGU seluas 22.780 hektare, 12 ribu hektare di antaranya memiliki medan dengan kondisi sebagian besar jurang dan gunung sehingga tidak bisa ditanami.
"Yang bisa ditanami hanya 8 ribu hektar, sisanya 4.600 hektare ditanam pada lahan yang masih dalam proses pelepasan untuk mencapai luasan yang fleksibel," kata Hartati.
"Saya tegaskan lagi, karena perizinan saya sudah lengkap, jadi tidak perlu lagi HIP menyuap Bupati untuk memaksakan kehendak memperoleh HGU lebih dari 20 ribu hektar," kata mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden tersebut.
Terkait uang sebesar Rp 3 miliar kepada Amran yang diduga suap, Hartati menegaskan, itu sepenuhnya inisiatif Totok tanpa sepengetahuannya.
Hartati juga mengungkapkan pembicaraan dirinya ditelepon dengan Amran dikondisikan Totok. Sedangkan pembicaraan dirinya dengan Direktur Keuangan HIP, Arim, adalah untuk mengarahkan agar Arim tidak mengikuti arahan Totok untuk memberikan sumbangan Pilkada kepada Amran.
"Tapi Arim tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti arah pembicaraan saya. Atau mungkin ada konspirasi untuk membobol dana perusahaan," ujarnya.
"Saya berterima kasih kepada KPK yang telah menangkap oknum karyawan PT HIP. Tanpa adanya tindakan KPK itu tidak akan terbuka dana perusahaan sebesar Rp 3 miliar melayang melalui prosedur menyimpang," kata Hartati. (Yus)
[baca juga: Banding Ditolak, Hartati Murdaya Tetap Dibui 32 Bulan]