Demi Belajar Berbisnis, Lulusan Harvard Ini Bekerja Jadi Pelayan di Starbucks

Lulusan master bisnis di Harvard Business School ini justru memilih bekerja di Starbuck untuk membuat kopi, mencuci piring dan membuang sampah.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 14 Jan 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2020, 18:00 WIB
Ilustrasi Starbucks. (AP)
Ilustrasi Starbucks. (AP)

Liputan6.com, Jakarta Banyak lulusan universitas ternama di dunia yang ingin langsung bekerja dengan jabatan tinggi atau mendirikan bisnis dengan target sangat tinggi. Namun Vicky Tsai memilih jalan berbeda.

Lulusan master bisnis di Harvard Business School ini justru memilih bekerja di Starbuck untuk membuat kopi, mencuci piring dan membuang sampah di kafe Starbucks di China.

Hal itu dilakukannya hanya kurang dari seminggu setelah dirinya lulus.

"Saya lulus sekolah bisnis pada Kamis atau Jumlat, dan langsung terbang ke Shanghai. Dan pada Selasa pekan depannya, aku sudah mengatur dan membersihkan meja, membuka kedai," tutur tsai seperti dikutip dari laman CNBC, Selasa (14/1/2019).

Pengalaman pada 2006 tersebut merupakan bagian dari pekerjaan korporasinya setelah lulus sekolah. Dia bekerja di Starbucks demi memperluas pasarnya di China.

"Orang-orang korporasi di Starbucks diperbolehkan untuk bekerja secara langsung. Tentu saja ini membuat saya merasa sangat stres, membuat kopi yang tak pernah Anda tahu, dan konsumen menjadi marah. Tak hanya itu, saya juga membuang sampah dan mencuci piring," kenang Tsai.

Dia mengatakan, banyak hari-hari dihabiskannya, hanya membuat konsumen merasa kecewa dan marah atau sekadar cuci piring. Hal ini memang bagian dari program perusahaan asal Amerika Serikat tersebut di mana bagian dari jajaran tertinggi perusahaan harus memahami pengalaman para pekerjanya di toko.

 

Terbayar

Starbucks Indonesia
Sajian bercita rasa lokal di gerai Starbucks di Labuan Bajo, Flores, NTT. (dok. Starbucks Indonesia)

Pengalaman pelayanan pelanggan tersebut akhirnya terbayar enam bulan kemudian, saat ia berhasil melakukan strategi untuk meluncurkan produk konsumen Starbucks di China. Itu termasuk mengenalkan Frappuccino botol saat Olimpiade Beijing pada 2008.

Tak heran, China kini memiliki 4.100 kafe Starbucks yang tersebar di 168 kota.

"Koneksi kita dengan pekerjaan yang terpenting. Saya dapat memhami pengalaman dari para barista tentang apa yang menyenangkan mereka dan apa yang tak mereka sukai dan tentu saja realita tentang bagaimana cara meminta mereka melakukan sesuatu, itu penting," terangnya.

Tsai mengaku mengambil banyak pelajaran dari pengalamannya bekerja di Starbucks. Pada 2009, ia bahkan mendirikan perusahaan perawatan kulit sendiri, Tatcha. Produknya bahkan dignakan oleh selebritas dunia sekelas Kim Kardashian dan Meghan Markel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya