Liputan6.com, Jakarta - Toyota Indonesia mengungkapkan siap menghentikan produksi mesin bensin berstandar emisi Euro-2. Mulai Oktober tahun ini, Toyota akan memproduksi mobil bensin Euro-4. Harganya sendiri akan mengalami kenaikan.
Untuk emisi, Indonesia terbilang tertinggal karena masuk dalam daftar tiga negara terakhir di Asia yang menggunakan standar emisi Euro-2. Penghentian produksi tersebut untuk memenuhi Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup No 20/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru. Melalui beleid itu, penggunaan Euro-4 diterapkan mulai 2018 untuk mesin bensin, sedangkan untuk mesin diesel pada 2021.
Henry Tanoto, Vice President PT Toyota-Astra Motor (TAM), mengungkapkan siap memenuhi regulasi pemerintah tersebut untuk tidak lagi menjual mobil bensin standar Euro-2 dan mulai menjual mobil bensin standar Euro-4 mulai Oktober mendatang. Apalagi selama ini Toyota Indonesia sudah memproduksi mobil bensin standar Euro-4 untuk pasar ekspor, seperti Toyota Fortuner, Kijang Innova, dan lain-lain.
Menurut Henry, produksi mobil bensin dengan standar Euro-4 membuat biaya produksi mobil Toyota lebih mahal daripada model Euro-2. Namun, kenaikan biaya tersebut diperkirakan tidak signifikan.
"Kenaikan biaya ada, tapi saya yakin masih bisa diserap konsumen, karena kenaikan biayanya tidak signifikan," ujar Henry kepada Merdeka.com, saat media gathering, kemarin.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Sebagai pabrikan otomotif, lanjut dia, Toyota Indonesia siap dukung regulasi emisi Euro-4 yang mulai diterapkan Oktober mendatang. Konsumen juga tidak usah khawatir, karena kami sudah berpengalaman memproduksi mobil bensin Euro-4 untuk pasar ekspor selama ini.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) sebelumnya menyatakan seluruh pabrikan otomotif nasional berkomitmen menghentikan mobil bensin standar Euro-2 dan secara otomatis memproduksi mobil bensin standar Euro-4.
Standar Euro-4 merupakan standar gas buang untuk mesin kendaraan bermotor. Standar Euro-4 mensyaratkan kandungan timbal rendah, yakni di bawah 50 ppm untuk kesehatan manusia dan lingkungan. Selain soal kesehatan, standar Euro-4 diperlukan supaya tercipta efisiensi di industri otomotif Indonesia.
Selama ini Indonesia masih mengadopsi standar Euro-2 untuk pasar domestik, sedangkan untuk pasar ekspor menggunakan Euro-4. Akibat penggunaan dua standar emisi itu, industri otomotif Indonesia tidak efisien. Akibatnya, volume ekspor mobil Indonesia rendah, di kisaran 200 ribu unit, kalah dibandingkan Thailand yang mencapai satu juta unit karena menggunakan standar Euro-4. Padahal kapasitas produksi otomotif Indonesia cukup besar, mencapai 1,9 juta unit per tahun.
Reporter : Syakur Usman
Sumber : Merderka.com
Advertisement