Royal Enfield Buka Peluang Dirikan Pabrik di Thailand

Royal Enfield dikabarkan membuka peluang dirikan pabrik di Thailand

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Okt 2020, 06:02 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2020, 06:02 WIB
Royal Enfield
Royal Enfield Classic 500 Pegasus cuma ada 40 unit di Indonesia. (Royal Enfield)

Liputan6.com, Jakarta - Royal Enfield dikabarkan membuka peluang dirikan pabrik di Thailand. Memang belum ada pengumuman resmi dari pihak Royal Enfield. Namun, selubung mengenai penetapan basis produksi anyar itu sudah diungkap oleh Bikes Republic.

Toh, langkah ini sepertinya pun sudah menjadi misi global jenama asal Inggris. Salah satu contohnya malah sudah dilakukan lebih dulu di Argentina, belum lama ini. Jelas dilakukan demi menekan harga jual.

Sebagai contoh untuk pasar Thailand. Dengan melokalisasinya, berarti peminat di Negeri Gajah Putih tak perlu lagi terbebani bea impor lantaran motor diproduksi secara lokal.

Lebih lanjut, penunjukan pastilah tak lepas dari kontribusinya terhadap pihak pabrikan. Disebutkan Great Biker, penjualan Royal Enfield di Thailand cukup baik beberapa tahun belakangan. Logikanya pula, produk keluaran pabrik Royal Enfield di Thailand bakal disebar ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara - termasuk Indonesia.

Diprediksi, pabrik tersebut bakal memproduksi sekitar 5 ribu unit motor ragam model dari kelas 350 cc hingga 750 cc. Bahkan, ada probabilitas pula dijadikan tempat penggarapan motor 250 cc Royal Enfield.

Hal yang juga menguntungkan adalah kewenangan mereka menggunakan 40 persen komponen buatan lokal. Sementara untuk operasional bakal berjalan April 2021 mendatang.

Besar kemungkinan motoris di Indonesia ikut merasakan keuntungan dari kebijakan ini. Sebagaimana diketahui, saat ini Royal Enfield Indonesia meniagakan sebanyak empat model. Varian termurah yaitu Himalayan dijual Rp 114,3 juta.

Sementara lainnya seperti Classic, pasarannya adalah Rp 117,4 juta. Lalu Royal Enfield Interceptor dan Continental GT yang dilepas di atas Rp 200 juta. Tentu menarik jika banderolnya jauh lebih bersahabat lagi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Kasus Royal Enfield Bodong

Namun, PT Nusantara Batavia International selaku main dealer, punya pekerjaan berat untuk membersihkan nama RE di Indonesia. Hal ini tak lepas dari kasus yang dialami PT Distributor Motor Indonesia (DMI) bersama para konsumen.

Diketahui, sudah dua tahun ini pembeli motor Royal Enfield dari importir terdahulu itu tak kunjung mendapat STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) dan BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor).

Bukan satu atau dua unit, kejadian diperkirakan menimpa ratusan unit dengan periode pembelian 2019-2020. Kebanyakan adalah Classic 350 dan 500. Termasuk pula model Himalayan dan Interceptor.

Bahkan ada juga konsumen yang belum mendapatkan unit, padahal sudah membeli secara tunai. Salah satu konsumen yaitu Derrick Kurniawan mengatakan mayoritas pembelian dilakukan pada tahun lalu. Dalih PT DMI, surat keluar empat atau paling lama enam bulan pascapembayaran. Namun, konsumen tak jua mendapatkan hak pembeli.

"Motor itu kebanyakan tahun 2019. Malah ada satu orang yang beli sejak 2018, sampai sekarang belum keluar (suratnya). Dijanjikannya waktu itu empat bulan, paling lama enam bulan seingat saya," kata Derrick yang menjadi Ketua Komunitas Royal Enfield Bodong (KRIBO).

 


Langkah Lanjutan

Ia bahkan mengaku bingung dengan situasinya. "Jujur STNK saya sebetulnya sudah jadi. Saat itu pembelian unit 2019, saya tagih terus sampai Agustus 2020, akhirnya disuruh mengambil. Tapi ketika dilihat, masa berlakunya cuma sampai Januari 2021 (Lima Bulan). Artinya, sejak Januari sebetulnya sudah selesai STNK saya. Di situlah rasanya mereka tidak adil dan tidak ada transparansi. Dan saya minta BPKB pun katanya belum jadi. Padahal secara logika, mestinya sudah," sambung Derrick.

Sebagai langkah lanjutan, Derrick beserta beberapa pembeli yang merugi pun mendatangi kantor PT DMI di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan, awal pekan lalu. Tentu untuk mempertanyakan bentuk tanggung jawab perihal surat-menyurat tersebut. Hasilnya, mereka berjanji untuk memenuhi kewajibannya mulai tiga minggu ke depan.

"Kami sedang tunggu tanggung jawab mereka untuk tiga minggu ke depan. Jadi per-interval tiga minggu, PT DMI Pejaten janji mengeluarkan surat untuk 20 unit. Data yang saya kumpulkan ada 96 orang, tapi saya menduga ada sekitar 200 motor yang SKB (Surat Kendaraan Bermotor) tidak dikeluar-keluarkan," tutur Derrick, saat dihubungi OTO.com.

Sumber: Oto.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya