Kebakaran Mobil Listrik Belum Bisa Ditangani dengan Baik di Indonesia

Kasus kebakaran mobil listrik bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia, seiring dengan semakin masifnya peredaran roda empat ramah lingkungan ini

oleh Arief Aszhari diperbarui 30 Jan 2023, 06:04 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2023, 06:04 WIB
Mobil listrik Volkswagen ID.3 terbakar pasca pengisian baterai
Mobil listrik Volkswagen ID.3 terbakar pasca pengisian baterai

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kebakaran mobil listrik bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia, seiring dengan semakin masifnya peredaran roda empat ramah lingkungan ini. Mirisnya, sumber daya manusia (SDM) di Tanah Air, dianggap belum mampu untuk menangani kejadian ekstrim tersebut.

Dijelaskan Agus Purwadi, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), ketidaksiapan SDM Indonesia untuk menangani kasus kebakaran kendaraan listrik, bahkan diakui oleh pemerintah.

"Iya, soal safety kita belum siap, belum punya dan ini diakui (pemerintah)," jelas Agus di Jakarta, belum lama ini.

Sementara itu, penanganan kendaraan terbakar saat ini masih hanya untuk mobil dengan mesin pembakaran internal (ICE). Padahal, panas atau potensi api yang timbul di kendaraan listrik lebih besar.

"Ini bahaya, even di luar saja yang sudah training masih kewalahan menghadapinya seperti di Prancis, malah jadinya ratusan bus grounded karena temperatur tinggi setelah terbakar," jelas Agus.

Sementara itu, Agus juga mengatakan, saat kendaraan listrik terbakar, maka suhunya akan sangat tinggi akibat korsleting baterai. Dengan kondisi tersebut, meskipun disiram air atau disemprot menggunakan alat pemadam api ringan (APAR) tidak akan membaut api menjadi padam.

Bahkan, dalam kasus kebakaran kendaraan listrik di luar negeri, menyiram air ke kendaraan listik tidak akan memiliki dampak yang signifikan.

"Menangani kebakaran mobil listrik itu berbeda dengan mobil BBM. Mobil listrik itu termasuk kebakaran kelas C, yang hanya bisa dipadamkan dengan alat pemadam api jenis serbuk," tukas Agus.

Pembeli Mobil Listrik di Indonesia untuk Gaya-gayaan Saja?

Tren pasar kendaraan listrik di Indonesia tengah berkembang pesat. Terbukti, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) terdapat peningkatan yang cukup signifikan, dari 685 unit pada 2021 menjadi 10.306 unit pada 2022.

Namun, tren positif di segmen elektrifikasi ini, ternyata menurut Agus Purwadi, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), hanya sekedar gaya-gayaan alias mengikuti tren.

Pasalnya, kesadaran pemilik mobil listrik terhadap keberlangsungan lingkungan yang bersih atau penurunan polusi belum terlihat atau terbentuk.

"Menurut saya, mereka (yang beli mobil listrik) karena peduli lingkungan masih jauh lebih sedikit daripada pengen gaya dan pengen punya status yang beda aja," jelas Agus, saat ditemui Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Lanjut Agus, banyak pemilik mobil plug-in hybrid (PHEV) di Indonesia, yang tidak pernah melakukan pengecasan atau pengisian baterai.

"Jadi, di-charge pakai mesin saja. Jadi betul, mereka yang beli mobil listrik karena sadar lingkungan masih sedikit lah. Harus diakui," pungkasnya.

Beragam Model Kejahatan Siber
Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya