Megawati Minta Saran Soal Pilkada Tidak Dipelintir Lagi

Megawati mencontohkan masalah pilkada yang belakangan ini muncul, yakni adanya calon tunggal di beberapa daerah.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 28 Agu 2015, 01:57 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2015, 01:57 WIB
20150827-Pemilu-PDIP-Jakarta-Megawati
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri saat melantik Departemen Badan Pemenangan Pemilu dan Badan Saksi se-Indonesia di DPP PDIP, Jakarta, Kamis (27/8/2015). Pelantikan Departemen untuk menghadapi pilkada serentak 2015. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengarahkan kadernya di DPP Lenteng Agung, Jakarta Selatan, terkait pembentukan Badan Pemenangan Pemilu Nasional dan Badan Saksi Nasional untuk Pilkada serentak 2015.

Anggota Komisi II DPR RI Arif Wibowo diangkat menjadi Kepala Badan Saksi Pemilu Nasional, sedangkan mantan Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang diangkat sebagai Kepala Badan Pemenangan Pemilu Tingkat Nasional.

Saat memberikan pengarahan, Megawati berkeluh kesah terkait persiapan pilkada serentak yang dinilainya masih memerlukan waktu. Dia pun mengimbau kritiknya itu tidak lagi dipelintir, seakan dirinya tidak setuju Pilkada serentak 2015.

"Nanti ada pelintiran media yang katakan Ibu Mega tak setuju Pilkada serentak. Padahal, saya enggak mengatakan seperti itu. Kemungkinan bisa saja ini baru pertama tidak berjalan dengan baik, maka perlu dievaluasi," ujar Mega di DPP PDIP Lenteng Agung, Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Imbauan ini merupakan bentuk peringatan Megawati yang beberapa hari lalu pernyataannya sempat dipelintir oleh media asing yang berkantor di Jakarta. Akibat pemberitaan tersebut, kader PDIP pun sempat dibuat geram.

Megawati menjelaskan, alasan dirinya menyarankan adanya evaluasi Pilkada serentak, karena masih banyak yang perlu diperbaiki. Sehingga pemilu dapat berjalan sesuai yang diharapkan semua pihak.

"Itu kan alasan pilkada serentak agar lebih murah dan efisien. Padahal saat saya amati, maka saya punya pendapat yang perlu untuk diketahui, ternyata tidak seperti apa yang diinginkan. Masih banyak yang perlu diperbaiki jika pilkada serentak mau terus dilanjutkan," kata Mega.

Megawati mencontohkan masalah pilkada yang belakangan ini muncul, yakni adanya calon tunggal di beberapa daerah yang menyebabkan pilkada terancam mundur 2017.

"Akibat terlalu terburu-buru untuk segera dilaksanakan, kita sampai lupa dan sampai hari ini menjadi diskusi ketika ada calon tunggal," kata dia.

Megawati mengaku, tak habis pikir dengan polemik calon tunggal yang kini menjadi persoalan dalam penyelenggaraan pilkada serentak. Persoalan itu bukanlah persoalan substansial.

"Kadang saya prihatin dengan situasi negeri ini, kenapa persoalan substansial selalu nuansanya dikalahkan dengan hal teknis. Yang mestinya gampang malah jadi rumit, ruwet. Saya sampai geleng-geleng kepala," keluh dia.

Menurut Megawati, polemik calon tunggal ini juga meninggalkan persoalan lain. Daerah yang tidak dapat mengikuti pilkada serentak pada Desember 2015, harus dipimpin oleh Pelaksana Tugas (Plt).

Sementara, kata Megawati, Plt tidak bisa menandatangani sejumlah kebijakan strategis yang menyangkut persoalan masyarakat.

"Sehingga daerah itu, dalam tanda kutip, akan berhenti," tegas dia.

Megawati menegaskan, jika aturan pilkada ditunda hingga 2017 kemudian akan muncul lagi calon tunggal, maka masalah tersebut tidak terselesaikan.

"Pertanyaan saya jika 2017 tetap tak ada lawan, masa harus tunggu lagi? Kalau kita ikut aturan, ruwet seperti ini. Coba saja," ketus dia.

Meski demikian, Megawati mengatakan, PDIP tidak pernah menolak aturan yang dibuat KPU.

"Penyelenggaraan pemilu harus dipikirkan dengan jernih. PDIP tak pernah tolak aturan yang dibuat. Karena kami taat aturan. Karena aturanlah yang buat negeri ini berjalan dengan baik," pungkas Megawati.

Beberapa waktu lalu, Megawati mengatakan, jika negeri ini sudah tidak ada korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaiknya dibubarkan sebagai lembaga ad hoc atau sementara.

Namun sebuah media asing yang berkantor di Jakarta memelintir berita tersebut, yang menyebutkan Megawati seolah tidak setuju dengan pemberantasan korupsi di Tanah Air. Tak lama, media tersebut meminta maaf dan meralat berita tersebut. (Rmn/Vra)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya