Mendagri Sebut Ahok Tak Bisa Tolak Cuti Kampanye

Mendagri Tjahjo Kumolo tak mau berkomentar banyak terkait sikap Ahok menolak cuti kampanye.

oleh Oscar Ferri diperbarui 07 Agu 2016, 22:24 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2016, 22:24 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo Buka Musrenbang di Balai Kota
Mendagri Tjahjo Kumolo membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta, Selasa (14/4/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama‎ atau Ahok menolak cuti kampanye dalam Pilkada DKI 2017. Bahkan dia sudah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) Pasal 70 UU Pilkada yang mengatur soal cuti kampanye calon petahana.

Mengenai itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo enggan menanggapi keinginan Ahok itu. "Tanya dia sendirilah," ujar Tjahjo di Sumedang, Jawa Barat, Minggu (7/8/2016).

Sementara itu, Sekjen Kemendagri, Yuswandi A Temenggung mengatakan, dalam UU Pilkada sudah diatur mengenai cuti kampanye jika kepala daerah kembali mencalonkan diri.  "Ada undang-undangnya. Bahwa petahana bila maju di masa kampanye harus cuti. Itu undang-undangnya," ucap Yuswandi.

Dalam sebuah kesempatan, Ahok juga mengatakan, jika dirinya cuti kampanye, maka wakilnya, Djarot Saiful Hidayat tak bisa menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur sebagaimana ‎Ahok dulu menjadi Plt Gubernur ketika Jokowi maju dalam Pilpres 2014.

Alasannya, Djarot bukan 'satu paket' pasangannya dalam menduduki jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI, berbeda dengan Jokowi-Ahok yang menjadi satu paket saat Pilkada 2012 lalu.

Djarot adalah Wagub yang dia tunjuk dan angkat sendiri berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dikeluarkan Presiden.

Karenanya, ia menolak mengambil cuti dengan alasan lainnya untuk mengawasi Rancangan APBD 2016 yang akan mulai dibahas saat memasuki masa kampanye.

Untuk hal ini, Yuswandi mengatakan, apa yang dikatakan Ahok mengenai 'satu paket' tak bisa dijadikan alasan untuk mengelak dari peraturan perundang-undangan yang ada.

Menurutnya, ketika seorang kepala daerah mencalonkan diri, maka wakilnya yang menjadi Plt. Begitu juga ketika dua-duanya maju mencalonkan diri, maka Sekretaris Daerah yang jadi Plt. "Itu otomatis. Pokoknya sudah duduk di jabatan wakil, apapun wakil namanya, tidak ada hubungan dengan paket," kata dia.

"Semua sudah ada norma-norma. Diaturnya di mana, di undang-undang. Banyak sekali di pengaturan UU Pilkada, tidak hanya kampanye, tetapi juga masalah money politic, masa tenang, sampai pemungutan suara," Yuswandi menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya