Penjelasan Djarot Soal Tudingan KLB Berpotensi Korupsi

Metode kompensasi pada penambahan koefisiensi lantai bangunan (KLB) oleh Pemerintah Provinsi DKI dinilai rawan korupsi.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 10 Des 2016, 20:05 WIB
Diterbitkan 10 Des 2016, 20:05 WIB
20161129- Djarot Saiful Hidayat-Jakarta- Gempur M Surya
Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat saat menyapa warga Petukangan Utara, Jakarta, Selasa (29/11). Djarot mengajak warga untuk menjaga mental kebangsaan Indonesia. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memaparkan potensi korupsi yang ada di Pemprov DKI Jakarta. Bambang yang juga tim sukses Anies Baswedan-Sandiaga Uno itu menyebut salah satu yang dinilai cukup mengkhawatirkan adalah metode kompensasi pada penambahan koefisiensi lantai bangunan (KLB).

Menanggapi hal itu, calon Wakil Gubernur petahana DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menjelaskan penentuan kompensasi peningkatan KLB tidak sembarangan dan ada hitungannya. Ini sangat berbeda dengan pemerintahan sebelumnya sebelumnya yang secara sembunyi tanpa kompensasi meningkatkan KLB.

"Ada hitungannya, ada aturannya. Kita tahu di masa lalu pertanggungjawabannya ada enggak? Wujudnya malah enggak jelas. Sekarang boleh dalam bentuk bangunan, fisik. Misalnya KLB dalam bentuk rusunawa, bisa kita hitung nilainya pakai appraisal," kata Djarot usai menghadiri resepsi pernikahan warga di Cengkareng, Jakarta Barat, Sabtu (10/12/2016).

Djarot menilai, skema yang ada saat ini justru menutup celah korupsi yang selama ini bebas bermain di wilayah itu. Justru korupsi akan sangat subur bila aturan ini tidak dijalankan.

"Kalau tidak tambahan, dia malah korupsi," pungkas Djarot.

Beberapa waktu lalu Bambang Widjojanto membeberkan beberapa data terkait indikasi korupsi yang ada di Pemprov DKI Jakarta. Bambang bahkan menyebut ada korupsi gaya baru dari skema kompensasi penambahan KLB itu.

"Seperti begini, orang boleh melanggar KLB tetapi bayar denda. Kesalahan dijustifikasi asal kau bayar uang. Ketika bayar uang, dikatakan dipakai untuk kemaslahatan, tetapi tidak masuk dulu di dalam anggaran," ujar Bambang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya