Peneliti LSI: Kampanye Pilpres Banyak Sensasi daripada Substansi

Adji menyebut sensasi bertujuan untuk mencari popularitas. Dan seharusnya Jokowi dan Prabowo tidak lagi mencari sensasai sebab keduanya sudah cukup popoler.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 17 Nov 2018, 11:26 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2018, 11:26 WIB
Jokowi dan Prabowo Subianto. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)
Jokowi dan Prabowo Subianto. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, Adjie Al Faraby, mengatakan kampenye Pilpres 2019 yang sedang berjalan hanya dipenuhi sensansi daripada penjabaran program.

"Kampanye sekarang lebih banyak noise daripada voice, lebih banyak sensasi dari substansi," katanya pada acara diskusi Narasi Gaduh, Politik Kisruh di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11/2018).

Adji menyebut sensasi bertujuan untuk mencari popularitas. Dan seharusnya kedua paslon tidak lagi mencari sensasai sebab keduanya sudah cukup popoler.

"Ini kan pertemuan (pilpres) kedua, sensasi itu untuk popularitas tapi ini dua-duanta relatif dikenal sehingga publik berharap ada gagasan yang muncul dan itu belum kita jumpai," tuturnya.

Berkaca pada pemilu Amerika Serikat, Adji mencontohkan hasil survei pasca pemilu di mana publik lebih mengetahui kasus pribadi Donald Trump dan Hillary Clinton daripada program-program mereka.

"Dan ini khawatir terjadi di Indonesia. Lihat soal hoax (Ratna), sonyoloto, dan tampang Boyolali ini yang jadi top isue di media," ucapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Hanya Kritik Tanpa Solusi

Meski demikian, Adji mencontohkan pasangan Prabowo-Sandiaga yang sebenarnya sudah menyampaikan visi pada fokus ekonomi. Namun, kritik oposisi hanya sekadar kritik tanpa solusi.

"Prabowo-Sandiaga ada concern ekonomi tapi tidak ada solusinya. Selain kritik, penantang harus ada alternatif solusi, sehingga ada pilihan masyarakat," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya