Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md tak mempermasalahkan keponakannya, Hairul Anas Suardi yang menjadi saksi tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga dalam sidang sengketa Pilpres 2019. Dia menilai perbedaan politik terkait pesta demokrasi adalah hal yang biasa, termasuk dalam satu keluarga.
Mahfud lalu mencontohkan keluarga Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang memiliki pandangan politik berbeda. Adik Megawati, Rachmawati Soekarnoputri merupakan politikus Partai Gerindra yang mengusung Prabowo-Sandiaga.
Baca Juga
Padahal, pada Pilpres 2019, Megawati mengusung Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin.
Advertisement
"Ya ndak apa-apa. Biasa lah satu keluarga beda-beda. Bu Mega (Megawati) dengan Bu Rachma (Rachmawati Soekarnoputri) beda, keluarga Gus Dur juga beda-beda, keluarga saya juga beda-beda. Itu ya kalau soal politik itu hak masing-masing," jelas Mahfud di Kantor BPIP Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Dia mengaku telah lama tak berkomunikasi dengan Hairul. Terakhir, dia berkomunikasi dengan Hairul saat keponakannya itu memilih masuk dalam Partai Bulan Bintang (PBB).
Menurut dia, Hairul melalui kakaknya sempat bertanya kepadanya apakah boleh menjadi saksi tim Prabowo-Sandi di MK. Mahfud lantas mempersilakan Hairul untuk hadir sebagai saksi. Dia pun meminta Hairul untuk menyampaikan kesaksian yang jujur.
"Tapi nanti kalau sudah diputus oleh MK, anda jangan bicara yang lain dari putusan MK karena itu bisa menjadi cerita bohong. Cerita bohong itu sudah hukum pidana. Sekarang boleh bicara apa saja," kata Mahfud.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kesaksian Keponakan Mahfud Md
Sebelumnya, Hairul Anas Suardi menjadi salah satu saksi yang dihadirkan tim hukum BPN Prabowo-Sandiaga untuk memberi kesaksian terkait materi kecurangan bagian dari demokrasi. Dalam kesaksiannya, dia menceritakan pengalamannya saat mengikuti pelatihan saksi dari tim Jokowi-Ma'ruf.
Menurut pengalaman saksi sebagai caleg PBB yang sempat ikut kelas materi pemenangan pasangan calon Jokowi-Ma'ruf, pada akhir Februari 2019 selama dua hari di Hotel El Royal Jakarta dalam acara, dia kerap dipaparkan materi slide tentang hal-hal tendensius yang berbau kecurangan demokrasi.
"Di tayangan Pak Moeldoko (memberi presentasi), saya yang menerima sebagai caleg ini cukup mengagetkan bahwa disampaikan kecurangan suatu kewajaran, kita dilatih untuk curang, karena (kata Moeldoko) kecurangan bagian dari demokrasi. Kami persepsi bahwa ini (curang) diizinkan," kata Hairul dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis 20 Juni 2019 dini hari.
Selain Moeldoko, saksi Hairul mengutip materi disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Menurut dia, Ganjar menyampaikan materi dengan mengatakan untuk menang aparat sebaiknya tidak netral.
"Kalau aparat netral, buat apa? Disampaikan dengan suara kencang berkali-kali," kata saksi Hairul menirukan perkataan Ganjar.
Hairul juga mengatakan materi serupa juga disampaikan Sekjen PDIP Hasto Kristianto. Menurut dia, Hasto menyampaikan diksi menyudutkan pasangan calon nomor urut 02.
"Jadi, Pak Hasto dalam penyampaiannya menggunakan diksi-diksi 02 radikal, pro-khilafah, ya seperti yang ramai-ramai di medsos," Hairul menandaskan.
Advertisement