Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menunggu Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memutuskan perkara boleh tidaknya mantan napi korupsi maju sebagai calon legislatif. Salah satu alasannya, karena ada Undang-Undang Pemilu yang tengah diuji oleh MK.
Di mana, yang digugat di MA adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), produk turunan dari UU Pemilu.
Baca Juga
Juru bicara MK Fajar Laksono membenarkan adanya uji materi UU Pemilu yang tengah diuji. Namun, itu tak menjadikan MA untuk menunda putusan mengenai gugatan PKPU mengenai mantan napi korupsi dilarang nyaleg.
Advertisement
"Betul Undang-Undang Pemilu sedang diuji oleh MK, tapi yang diuji di MK itu tak ada kaitannya dengan norma yang diuji di MA. Norma PKPU yang diuji di MA itu tidak ada kaitannya dengan yang diuji oleh MK," ucap Fajar kepada Liputan6.com, Selasa (4/9/2018).
Dia menegaskan, tidak alasan MA untuk menunda uji materi PKPU dengan dalihnya. Karena norma yang diuji di MK berkaitan dengan terkait masa jabatan Wapres, dana kampanye, citra diri, serta ambang batas Presiden.
"Nah enggak ada hubungannya, enggak ada kaitannya norma yang sedang diuji di Mahkamah Agung, lanjut mestinya, tidak ada alasan menunggu putusan MK," ungkap Fajar.
Dia menuturkan, hal itu juga tertuang dalam putusan nomor perkara 93/PUU-XV/2017, di mana menguji UU MK Pasal 55, berkaitan frasa dihentikan.
"Jadi di situ disinggung sepanjang norma itu berkaitan. Kalau itu tak berkaitan, apa yang ditunggu," jelas Fajar.
Karenanya, MA harus segera memeriksa dan bisa memutuskan. Tida ada alasan untuk menunda lagi.
"Harus segera memeriksa dan boleh memutus. Tidak boleh menunda, karena normanya tidak berkaitan. Bayangkan kalau nanti MK belum memutuskan kemudian ada lagi (yang melakukan uji materi). Sampai kiamat enggak selesai," pungkas Fajar.
Sikap MA
Sebelumnya, juru bicara MA Suhadi mengatakan, pihaknya akan tetap menunggu dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang masih menguji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya hal ini sesuai dengan UU MK Nomor 24 tahun 2003 Pasal 53 dan Pasal 55.
Suhadi menerangkan, PKPU merupakan produk turunan dari UU Pemilu tersebut. Sehingga, masih mengacu sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
Dalam Pasal 53 berbunyi; Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan pengujian undang-undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Sedangkan Pasal 55 berbunyi; Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.
"Nah itulah dasarnya MA belum memeriksa perkara itu, kalau belum semua putusan judicial review di MK yang menyangkut undang-undang pemilihan itu. Sampai sekarang belum semuanya diputus oleh MK. Di situlah yang ditunggu oleh MA," jelas Suhadi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement