Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus berkomitmen terhadap pelaksanaan Program Sejuta Rumah, meskipun hingga saat ini capaiannya baru 25 persen dari target pada 2019 menjadi 5 juta dari 7,6 juta unit di 2014 berdasarkan konsep penghunian.
Seperti yang dilansir dari Rumah.com, Strategi Pemerintah Kejar Target Satu Juta Rumah, Direktur Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Perumahan, Ditjen Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Baby Setiawati, menyatakan, “Karena itu kita terus mendorong untuk selesaikan backlog.”
“Konkretnya kami mendorong sumber dana lain selain APBN, salah satunya seperti Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA-SP). Dana EBA-SP ini merupakan dana jangka panjang yang bisa digunakan perbankan untuk menyalurkan KPR kepada para masyarakat berpenghasilan rendah,” jelas Baby.
Advertisement
“Selain itu pemerintah juga terus mengupayakan lewat kemudahan perizinan dan aturan-aturan. Seperti saat ini, Kementerian Dalam Negeri akan menindaklanjuti instruksi presiden soal penyederhanaan izin sehingga bisa jadi payung hukum bagi daerah untuk bikin Perda,” tambahnya.
Baby mengakui, keberadaan dana jangka panjang yang cukup besar memang dibutuhkan untuk memenuhi penerbitan KPR yang terjangkau, demi suksesnya program ini.
Pemerintah dan BTN Tawarkan KMK
Karena itu, Kementerian PUPR terus melancarkan beragam terobosannya. Salah satunya dengan bekerjasama dengan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) untuk menawarkan produk pada para kontraktor berupa Kredit Modal Kerja (KMK) Kontraktor dan Fasilitas Bank Garansi.
“Saat ini kita terus melakukan percepatan untuk menyediakan rumah, karena hingga Agustus ini progres fisik baru mencapai 25 persen,” kata Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (17/8/2016).
“Maka pada hari ini kita ingin sampaikan pada para mitra untuk mengejar target,” ia menambahkan.
Syarif meminta agar para kontraktor dapat memanfaatkan tawaran tersebut guna mendukung percepatan pembangunan perumahan.
“Produk itu merupakan jaminan yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan nasabah untuk menjamin resiko tertentu yang mungkin timbul apabila nasabah tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan baik kepada pihak yang menerima jaminan,” jelasnya.
Syarif menambahkan, sebagi bukti keseriusan pemerintah, pada tahun 2015 lalu anggaran untuk perumahan sebesar Rp7,7 triliun, dan pada 2016 ini anggarannya meningkat menjadi Rp8,1 triliun.
“Saya berharap kita bisa memaksimalkan sisa empat bulan yang ada secara efektif untuk melakukan pengerjaan proyek. Untuk percepatan, pekerjaan dilakukan 2 shift, dan kalau ternyata masih belum terkejar lakukan dalam 3 shift.” tuturnya.
Foto:Pixabay
Wahyu Ardiyanto