Mulai 1 Oktober, Jatim Bebaskan Denda Pajak Kendaraan Bermotor

Kebijakan itu diambil sebagai bentuk kepedulian Gubernur Jawa Timur Soekarwo.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 01 Okt 2015, 08:13 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2015, 08:13 WIB
20150727-Jakarta Kembali Macet-Jakarta
Akibat padatnya arus lalu lintas di kawasan Senen, polisi mengizinkan pengendara masuk jalur Bus Transjakarta.

Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan membebaskan denda pajak kendaraan bermotor. Pembebasan denda pajak tersebut berlaku untuk semua kendaraan, di antaranya roda 2, roda 3, dan 4 selama 3 bulan, terhitung mulai 1 Oktober hingga 23 Desember 2015.

"Pembebasan sanksi administrasi berupa kenaikan dan atau bunga pajak kendaraan bermotor," kata Kepala Dinas Pendapatan Jawa Timur Bobby Soemiarsono, Rabu (30/9/2015).

Bobby menjelaskan, kebijakan itu diambil sebagai bentuk kepedulian Gubernur Jawa Timur Soekarwo untuk membantu meringankan beban warga mengadapi perlambatan ekonomi nasional yang berakibat menurunnya daya beli masyarakat.

"Selain pembebasan denda, ada juga pembebasan pokok dan sanksi administrasi berupa kenaikan dan atau bunga Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) atas penyerahan kedua dan seterusnya (BBN II) untuk kendaraan umum pelat kuning, serta kendaraan bermotor roda 2 dan 3," imbuh Bobby.

Bobby berharap, kebijakan ini mampu menjamin kepastian hak kepemilikan kendaraan bermotor, meningkatkan akurasi database, serta meningkatkan tata tertib administrasi pengelolaan pajak daerah.

"Program ini juga mendorong masyarakat memenuhi kewajibannya membayar pajak sebelum jatuh tempo dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta optimalisasi semua jenis layanan unggulan Samsat yang ada," lanjut Bobby.

Bobby menegaskan, kebijakan ini sesuai Peraturan Daerah Jatim Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah, serta Peraturan Gubernur Jatim Nomor 53 Tahun 2015 tentang Pemberian Keringanan dan Intensif Pajak Daerah untuk rakyat Jatim.

"Demi mendukung program pemutihan tersebut, maka Pemprov Jatim rela kehilangan potensi pendapatan asli daerah sebesar Rp 75 miliar, namun kebijakan tetap harus didukung karena untuk kepentingan lebih besar," pungkas Bobby. (Mvi/Tnt)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya