Liputan6.com, Denpasar - Reaksi penolakan wacana penerapan pariwisata syariah di Bali terus bermunculan. Salah satu kelompok yang menolak adalah Aliansi Hindu Muda Jembrana. Puluhan anggotanya itu turun ke jalan menolak wacana tersebut pada Rabu petang, 25 November 2015.
Mereka menggelar aksi damai di perempatan taman makam pahlawan, jalan Jendral Sudirman, Jembrana guna menolak penerapan pariwisata syariah di Bali. Spanduk penolakan dibawa mereka serta menyampaikan lima poin pernyataan sikap.
Mereka juga menyebutkan sebagai bagian dari NKRI, Bali telah memiliki lokal genius Desa Adat yang selama ini menopang lanju pertumbuhan pariwisata dan perekonomian Bali, hingga tersohor ke manca negara.
Â
"Ekonomi Pancasila sudah pas banget. Kita punya desa adat yang menjadi harga mati bagi Bali. Kalau desa lain silakan lah," ujar Koordinator aksi Kadek Budiartha.
Baca Juga
Advertisement
Aksi damai penolakan penerapan wisata Syari'ah di Bali ini berlangsung selama 2 jam, mulai jam 16.00 Wita hingga pukul 18.00 Wita dan mendapat pengamanan dari puluhan personel Polres Jembrana.‎
Wacana pariwisata syariah bergulir seiring terpilihnya Lombok sebagai destinasi syariah dalam kompetisi internasional. Bali yang berlokasi dekat Lombok dinilai juga potensial.
Sebelumnya Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Artha Ardana Sukawati, menilai Bali menjadi destinasi pariwisata internasional selain karena keindahan alamnya, juga karena wisata budaya.
"Bali kan menganut basis pariwisata budaya, sebagai destinasi pariwisata biarkan sebagaimana halnya sekarang. Karena ini adalah bagian dari ke bhinekaan pariwisata kita," kata Tjokorda.
Menurut dia, masih banyak daerah yang memiliki potensi yang lebih untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah. Misalnya seperti Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Aceh. ‎
"Indonesia ini sangat luas sekali, seperti Aceh, Nusa Tenggara Barat atau Lombok. Dari situ kita lihat sinergitas sebagai pilihan pariwisata Indonesia. Mulai destinasi wisata syariah hingga destinasi wisata budaya," kata Tjokorda. (Hmb/Ali)