Liputan6.com, Bandar Lampung - Nama Pulau Legundi memang belum setenar Pulau Pahawang yang pamornya naik daun sebagai destinasi wisata andalan di Lampung. Namun, pulau ini menyimpan eksotika yang sama ciamiknya. Lokasinya bisa dijangkau dengan perahu dari Pantai Ketapang atau Lempasing selama 2-2,5 jam.
Salah satu yang menjadi daya tarik adalah keberadaan kerapu-kerapu cantik. Varietas hasil persilangan antara kerapu batik dan kerapu macan itu betah berkembang biak di Pulau Legundi karena lokasinya yang relatif bebas polusi dan asri.
Keberadaan kerapu cantik di Pulau Legundi tak terlepas dari campur tangan para pembudi daya. Menurut Ketua Forum Kerapu Keramba Jaring Apung Lampung Edward Siallagan, kelebihan kerapu cantik tidak hanya rupanya yang menarik. Ikan itu juga tahan terhadap penyakit dan pertumbuhannya relatif cepat.
Namun, yang paling menggiurkan adalah nilai ekonomisnya tinggi. Permintaan kerapu cantik deras datang dari luar negeri, terutama Hong Kong, karena harganya mampu bersaing dengan kerapu bebek.
Dikutip dari Antara, Edward dan rekan-rekannya mulai mengembangkan kerapu cantik sejak 2014 sebagai pengganti varietas kerapu bebek dan macan. Belakangan, langkah Edward diikuti pembudi daya lain di perairan Pahawang, Teluk Lampung.
Bibit kerapu cantik itu didatangkan dari Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Harga bibit kerapu cantik termasuk mahal, yakni Rp 15 ribu/ekor.
Baca Juga
Usaha budi daya kerapu cantik itu nyatanya mampu membantu ekonomi warga setempat. Andi, misalnya. Warga Pulau Legundi itu sudah bekerja selama 5 tahun sebagai pekerja keramba jaring apung di kawasan itu.
Ia mendapatkan upah Rp 1,7 juta/bulan di luar biaya makan/minum/penginapan yang ditanggung pemilik keramba. Ia bersama teman-temannya wajib memberi makan ikan kerapu dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari.
Ikan kerapu juga harus dimandikan dalam air tawar sekali dalam tiga hari untuk membuang jamur dari tubuh ikan tersebut. Ia menyebutkan kerapu wajib dimandikan dengan air tawar agar kondisinya sehat.
"Kalau tak dimandikan teratur, ikan akan sakit karena jamur, dan mati," ucap Andi.
Pekerja keramba lainnya, Alwi, juga menyebutkan dirinya berasal dari Pulau Legundi dan baru setahun bekerja di keramba jaring apung.
Sebelumnya mereka bekerja sebagai nelayan dan beralih profesi menjadi pekerja keramba jaring apung.
Pangsa Pasar Besar
Pamor budi daya kerapu di keramba jaring apung (KJA) di Teluk Lampung pada 2013 sempat hancur karena faktor pencemaran laut, sehingga banyak ikan yang mati. Ditambah anjloknya permintaan dari pasar luar negeri, terutama dari Hong Kong. Akibatnya, banyak pengusaha yang bangkrut.
"Kini hanya tersisa 10 pembudidaya kerapu di perairan Ringgung, padahal dulu sempat mencapai 80-100 orang," kata Rudy, salah satu pembudidaya kerapu di Teluk Lampung.
Kondisi itu perlahan kembali pulih seiring naiknya pamor kerapu cantik. Meski harga kerapu cantik hanya Rp 140 ribu/kg, sementara kerapu bebek mencapai Rp 300 ribu/kg, budi daya kerapu cantik makin digemari karena lebih menguntungkan.
Sehubungan itu, bermunculan usaha KJA kerapu cantik di Indonesia, seperti di Pangkalan Susu dan Sibolga (Sumatera Utara), Padang Sumatera Barat, Bangka Belitung, Teluk Lampung, Situbondo Jawa Timur, dan Bali.
"Namun, saat permintaan tinggi, sementara Singapura, Malaysia serta Vietnam makin masif mengembangkan budi daya kerapu, pemerintah kita justru melarang kapal asing masuk ke wilayah Indonesia untuk mengangkut ikan hasil budi daya, sementara negara kita belum mampu menyediakannya," ujar Rudy.
Padahal, kata dia, pihaknya sedang berusaha membangkitkan kembali kesuksesan budi daya kerapu Indonesia dengan kerapu cantik. Pihaknya berusaha mendayagunakan kembali KJA yang sudah terlanjur dibangun.
"Jika kapal asing tetap dilarang mengangkut hasil budi daya, sementara kapal dalam negeri belum ada, kerugiannya besar sekali. Untuk alih usaha, tidak mungkin sehingga terpaksa harus tutup total," kata Edward.
Sehubungan itu, para pembudi daya mengharapkan peran pemerintah melindungi usaha keramba jaring apung (KAJ) di Indonesia, termasuk di Lampung, agar kerapu cantik tetap menjadi primadona sebagai penghasil devisa.