Bengkulu Berantas Budaya Mabuk-mabukan Saat Hajatan

Gubernur Bengkulu minta pelarangan miras diatur pusat, belajar dari kasus Rejanglebong.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 23 Mei 2016, 06:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2016, 06:00 WIB
Solidaritas untuk Yuyun, Lilin Dinyalakan di Seberang Istana
Yuyun meninggal dunia dengan tragis setelah menjadi korban kejahatan seksual oleh 14 pria di Bengkulu. (Taufiqurrohman/Liputan6.com)

Liputan6.com, Bengkulu - Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti menegaskan kebiasaan atau budaya menenggak minuman keras di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu harus ditekan bahkan diberantas. Sejauh ini setiap ada hajatan, masyarakat di sana, baik itu pria wanita, orang tua, dan anak anak sudah terbiasa mabuk-mabukan.

Para orang tua justru merasa bangga jika mereka menyumbangkan minuman keras terbanyak dalam sebuah pesta dan akan dihormati masyarakat. Ini juga terjadi pada kaum perempuan yang juga ikut-ikutan meminum minuman keras dalam pesta atau hajatan.

Pengaruhnya tentu saja kepada anak-anak yang menyaksikan orang tua mereka mabuk-mabukan menjadi tidak takut untuk mencoba bahkan mencandu.

"Kita sudah buat aturan dan meminta aparat kepolisian untuk tidak memberikan izin melaksanakan pesta hajatan hingga tengah malam. Ini baru langkah awal, tujuannya supaya pesta bertabur miras itu bisa dihentikan," kata dia di Bengkulu, Minggu 22 Mei 2016.

Aksi pencabulan yang berujung pembunuhan atas remaja putri di Rejang Lebong tak lepas dari masalah maraknya minuman keras di sana. Aksi sadis para pelaku seiring dengan kebiasaan konsumsi miras. 

Gubernur meminta pemerintah pusat untuk mengatur regulasi pelarangan minuman keras ini dalam bentuk undang-undang. Sebab pengaturan di lapangan justru akan lebih terjamin jika aturan hukum yang lebih tinggi diberlakukan. Permintaan ini juga berkaitan dengan kontroversi pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Minuman Keras oleh Menteri Dalam Negeri.

Gubernur meminta pemerintah pusat untuk mengatur regulasi pelarangan minuman keras ini dalam bentuk undang-undang. Sebab pengaturan di lapangan justru akan lebih terjamin jika aturan hukum yang lebih tinggi diberlakukan.

Dia mencontohkan peredaran miras di Kabupaten Rejang Lebong Bengkulu yang mengatur peredaran miras justru memberi peluang minuman itu beredar luas. Sebab Perda yang mengaturnya terkait retribusi minuman keras, jadi para penjual miras justru bebas berjualan jika sudah memenuhi kewajibannya membayar retribusi.

Untuk penindakan, juga menjadi permasalahan, seperti di Kecamatan Padang Ulak Tanding, Rejang Lebong yang sangat rawan kriminalitas dan sering terjadi kekerasan seksual yang dipicu pengaruh minuman beralkohol.

Para pedagang bebas keluar masuk wilayah tersebut menggunakan sepeda motor. Jika dikejar aparat kepolisian, mereka tinggal lari ke kabupaten tetangga yaitu Lubuk Linggau yang sudah masuk dalam Provinsi Sumatera Selatan, aparat Kepolisian Rejang Lebong, Bengkulu, tidak bisa menangkapnya karena sudah beda pimpinannya.

"Hanya 15 menit mereka sudah masuk wilayah Lubuk Linggau, polda-nya sudah beda, jadi tidak bisa ditindak," ujar Ridwan.

Untuk itu, Gubernur Bengkulu mendorong agar pemerintah pusat segera membuat dan mengesahkan pelarangan minuman keras ini dan memberikan arahan kepada daerah terkait kebijakan lain yang berhubungan dengan regulasi di daerah.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya