Liputan6.com, Brebes - Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Gunung Jayalaksana, menegaskan tidak ada pungutan biaya kepada pemohon dalam bentuk apa pun dalam pembuatan sertifikat Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) kepada instansinya.
Sebab, pembiayaan sertifikasi Prona sudah disubsidi oleh anggaran pemerintah pusat melalui anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN.
"Kalau Prona itu gratis, bisa jadi pemohon dikenai biaya dalam pengurusannya di desa masing-masing untuk keperluan pembiayaan operasional pemberkasannya," ucap Gunung Jayalaksana kepada Liputan6.com di Brebes, Jumat, 25 November 2016.
Ia menyebut apabila pembuatan sertifikat Prona sudah diproses ke BPN, maka tidak ada biaya apa pun alias gratis. Namun, kata Gunung, ada tambahan biaya yang harus ditanggung pemohon.
Advertisement
Baca Juga
"Memang ada biaya tambahan lagi, yang diminta oleh panitia di desa. Kalau di BPN semua gratis dan tahunya berkas pemohonan yang masuk sudah lengkap dan langsung diproses," dia menambahkan.
Terkait kasus dugaan pungutan liar (pungli) Prona di Desa Larangan, Kecamatan Larangan, Brebes, Gunung mengaku belum bisa memastikan peruntukannya. Namun, sesuai kewajaran, biaya yang dikenai kepada pemohon memang ada. Di antaranya untuk biaya materai, akta, patok batas, pajak, dan surat-surat administrasi.
Berapa nilainya juga bisa berbeda-beda, misalnya patok dengan kayu dan dengan patok beton itu tentu beda harganya. "Dikatakan wajar, ya paling biayanya sekitar Rp 200 ribu," ujar Gunung.
"Kalau memang sampai jutaan rupiah, itu juga perlu dilihat untuk biaya apa. Jangan-jangan buat biaya pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) ke pemda atau akta hibah, warisan, kan saya juga tidak bisa memastikan," ia menambahkan.
Menurut dia, panitia di desa masing-masing yang mengetahui adanya biaya tersebut. Pada prinsipnya, kata dia, BPN Brebes mendukung langkah pemerintah pusat yang tengah menggencarkan perang terhadap pungli. Terutama sejak pembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) oleh pemerintah.
Dengan demikian, menurut Gunung, setiap pegawai BPN juga dilarang keras melakukan praktik pungli saat menjalankan tugas memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mengurus sertifikat.
"Begitu juga kami menjamin kalau masyarakat datang langsung dalam pengurusan sertifikat tanah, tidak akan mengeluarkan uang sepeser pun. Tidak usah pakai perantara atau surat kuasa segala," Kepala BPN Brebes itu memungkasi.
Warga Lapor Saber Pungli Nasional
Sebelumnya, warga Desa Larangan, Kecamatan Larangan, Brebes, mengaku dipungut biaya hingga Rp 5 juta lebih dari desa saat mengurus sertifikat Prona. Mereka mengaku sudah melaporkan masalah tersebut ke Saber Pungli Nasional.
"Kami sudah lapor masalah ini ke pusat, termasuk juga mau mengadukan masalah ini ke DPRD," kata koordinator warga Desa Larangan, Sugiharto.
Menurut dia, korban dugaan pungli di Desa Larangan ini jumlahnya cukup banyak. Dari 1.000 usulan Prona untuk tahun 2017, rata-rata dibebani pungutan hingga jutaan rupiah.
Hal senada disampaikan Sulam, seorang warga pemohon Prona di Desa Larangan, Kecamatan Larangan. Bahkan, ia menyebut pihak desa meminta biaya hingga ada yang mencapai Rp 7 juta kepada pemohon.
Dia sendiri mengaku sudah membayar Rp 5 juta.
"Informasinya 700 pemohon sudah pada bayar dengan nominal yang bervariatif kepada kepala desa ataupun tim panitia desa," ujar warga Brebes itu sambil menunjukkan kuitansinya pembayarannya.
Bantahan Kepala Desa
Terkait masalah itu, Kepala Desa Larangan Subandi membantah jika pihaknya meminta uang kepada warganya hingga jutaan rupiah untuk membuat sertifikat Prona.
"Kami pihak desa enggak ngurusin seperti itu," kelit Subandi melalui sambungan telepon. Ia malah mengalihkan pembicaraan dengan melemparkannya kepada perangkat desanya saat hendak dikonfirmasi melalui sambungan telepon.
"Sudah ya, nanti saya kasih nomor orang perangkat desa yang ngurusin Prona itu. Namanya Ali, dia perangkat desa," jawab dia.
Sementara itu, Camat Larangan, Supriyadi, mengaku sudah mendapatkan laporan terkait kekisruhan masyarakat di Desa Larangan lantaran biaya pembuatan Prona yang sangat tinggi hingga jutaan rupiah.
Ia pun telah mencoba memediasi antara pihak perwakilan warga bersama pemerintah desa setempat. Meski demikian, mediasi itu tak menemui titik temu ataupun kesepakatan terkait biaya pembuatan Prona.
"Sudah saya coba mediasi kepada semua pihak yang berkepentingan. Tapi buntu dan belum ada titik temu kesepakatan," ucap Supriyadi.
Untuk itu, untuk memberikan solusi, pihaknya segera menggelar musyawarah dengan mengundang ketua RT dan RW serta sejumlah tokoh masyarakat setempat.
"Dalam musyawarah itu, saya akan menekankan jika biaya Prona tidak diperkenankan sampai memberatkan masyarakat," Camat Larangan, Brebes, itu menandaskan.